Bab 21

57.1K 3.5K 6
                                    

Nanti siang makan siang bareng aku, ya.

Aku hanya tertegun membaca pesan yang masuk ke whatsapp ku. Itu pesan dari Aditya. Semalam saat mengantarku, kami memang sempat bertukar nomor telpon.

Aku sih tidak keberatan memberikan nomor ponselku, hitung-hitung nambah teman. Tapi tidak menyangka Aditya bakal mengirimiku pesan mengajak makan siang bareng.

Bahkan tadi pagi, dia juga mendadak nongol di rumahku untuk menjemputku karena dia tahu mobilku masih di bengkel. Untung saja Della sudah berangkat sekolah. Entah apa jadinya kalau Aditya bertemu Della. Bagaimanapun alasanku membeli rumah yang jauh dari kantor agar tidak ada teman-temanku yang tahu mengenai Della.

Selama ini aku masih menyembunyikan keberadaan Della dari teman-teman sekantor dan juga untuk melindungi Della dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Kalau ada satu saja orang kantor yang tahu, aku tidak jamin keberadaan Della akan tetap tidak diketahui. Karena itu aku menjaganya dengan sangat hati-hati. Aku belum siap jika masa laluku diketahui oleh orang luar kecuali orang-orang terdekatku.

Sebisa mungkin aku berusaha memisahkan kehidupan pribadiku dengan urusan kantor.

Dengan datangnya pesan whatsapp ini aku jadi agak menyesal menerima tawaran Aditya tadi malam yang mengantarku pulang ke rumah. Aditya sudah tahu rumahku, kalau ia sering datang dengan alasan mengantar atau menjemputku, kemungkinan ia bertemu Della lumayan besar.

"Pagi-pagi udah ngelamun aja lu. Mikirin apaan sih?" Hanna yang kubikelnya di sebelahku mencolekku.

"Han, elu beneran suka sama Aditya ya?" tanyaku iseng. Teringat pesan whatsapp dari Aditya tadi. Dia bahkan sekarang pakai aku kamu, nggak saya lagi. Kira-kira apa reaksi Hanna kalau tahu Aditya mengajak aku makan siang bareng ya.

"Aditya yang arsitek itu? Yang punya senyum secerah matahari?"

Wow, Hanna bilang Aditya memiliki senyum secerah matahari? Dia pasti benar-benar menyukai Aditya sampai bilang begitu.

"Lu benar-benar suka sama dia ya sampe kagum begitu."

"Ck, Ren darling, gue emang suka sama dia. Tapi cuma sebatas kagum aja. Gue kan udah punya pacar, bisa digorok Bimo gue kalo berani macem-macem."

"Hah? Sejak kapan elu punya pacar? Kok elu gak ngomong-ngomong sama kita sih?
Jahat lu, Han."

"Biasa aja sih darling, tapi masa sih gue belum bilang sama kalian emang? Beneran?" Hanna membuat tampang pura-pura bego.

"Belum. Lu gak pernah ngomong apa-apa sama gue, Aulia juga Risa.
Udah berapa lama elu pacaran sama si Bimo-Bimo ini? Anak divisi mana nih?"

"Bukan anak Swara, beda perusahaan. Tapi kenapa elu jadi nanyain Aditya kalo gue suka apa nggak sama dia. Gue jadi curiga nih, ayo bilang ada hubungan apa lu sama dia."

"Nggak ada hubungan apa-apa. Dia cuma whatsapp gue, ngajakin makan siang bareng."

"Kok dia bisa tahu nomor hp lu?"

"Semalem dia nganterin gue pulang. Elu tahu kan semalem kita lembur, terus mobil gue masih di bengkel. Pas tahunya dia semalem lembur juga, kita ketemu di lobby. Jadi dia nawarin gue buat pulang bareng plus dia nganterin gue sampe rumah." Aku mencoba menjelaskan secara singkat, tentu saja aku tidak bilang kalau kami juga bertemu Leo yang selarut itu belum pulang. Malah ia bersama perempuan keluar dari kantornya. Tidak perlu IQ tinggi untuk menebak apa yang mereka lakukan di kantor di malam selarut itu.

"Terus kita tukeran no telpon."

"Kayaknya bakal ada bau-bau asmara satu kantor nih." Hanna meledekku. "Cihui."

"Norak."

"Bau-bau asmara satu kantor apaan? Siapa yang terlibat asmara satu kantor?" tanya Risa yang baru keluar dari ruangannya Bu Elvina.

"Tuh Renjani sama Aditya."

"Seriusan? Aditya yang arsitek Swara? Gue setuju kalo Renjani sama dia. Orangnya baik, ganteng lagi," kata Risa memberikan dukungannya.

"Gue gak ada hubungan apa-apa sama dia. Jangan dengerin Hanna." Elakku cepat.

"Ada apa-apa juga gak apa-apa. Sini gue kasih tahu Ren, Aditya itu masih jomlo loh. Cocok deh sama lu yang juga jomlo. Elu kan udah jomlo akut, sejak gue kenal elu sampe sekarang, gue belum pernah liat elu pacaran. Jadi kesempatan kayak gini jangan disia-siakan."

Boleh gak sih aku menyumpal mulut teman-temanku yang nyinyir dengan sandal jepit swallow? Kenapa juga aku harus ngomong soal Aditya sama mereka? Sekarang mereka jadi heboh kan?

SERENADA BIRU (End)Where stories live. Discover now