Bab 26

57.1K 3.7K 34
                                    

Kakiku mundur ke belakang tanpa kusadari setelah mendengar ucapan Leo barusan. Tapi ternyata Leo masih menahan bahuku di tangannya, hingga aku tidak bisa kemana-mana.

"Lepas, Leo."

"Kamu belum menjawab pertanyaanku."

"Huh?"

"Gimana? Kamu mau nikah sama aku?"

Leo bertanya dengan santai seakan-akan dia tidak sedang bertanya tentang pernikahan denganku tapi bertanya masalah pekerjaan. Seperti bertanya: mana filenya?

"Nggak."

"Kenapa nggak?"

"Kenapa harus?"

"Tentu saja untuk status Della. Kalau kita nikah, itu artinya Della bakal punya ayah. Ayah kandung. Dan kamu bakal punya suami."

"Aku gak butuh suami dan Della gak butuh seorang ayah," kataku yang tiba-tiba saja sakit kepala mendengar alasan Leo dan lamarannya yang tiba-tiba. Kalau selama ini aku menganggap Leo lelaki bajingan, sekarang aku anggap dia lelaki yang tidak punya otak. Bisa-bisanya dia sesantai itu membicarakan soal pernikahan.

"Apa kamu sudah ada kandidat lain? Aditya itu?"

"Kenapa kamu pengin tahu?"

"Karena aku gak mau Della punya ayah lain selain aku."

"Peraturan dari mana itu?"

"Peraturan Leo Dewangga."

"Leo." Aku mendorong dadanya agar ia melepaskan tangannya di bahuku. Meski tidak bisa membuat dia bergerak sedikitpun tapi berhasil membuat tangannya tidak lagi berada di bahuku. "Apa kamu tahu kalau kamu itu aneh?"

Leo menatapku bingung.

"Alasan apa yang membuat kamu ingin menikahiku dengan tiba-tiba kayak gini? Jangan bilang karena status Della seperti yang kamu bilang barusan. Karena aku gak akan percaya."

"Kenapa kamu gak percaya?"

"Karena kamu manusia paling egois yang pernah aku temui!Ingat apa yang kamu ucapkan sama aku saat kamu tahu Della anak kamu? Kamu bilang kamu gak mau orang-orang tahu Della anak kamu, terutama orang-orang di grup Swara. Karena itu bakal berpengaruh sama karir kamu dan pencapaian kamu selama ini.

"Karena itu aku berusaha menjauh dari kamu, aku bahkan berniat resign dari Swara sebab aku gak mau kamu nyalahin aku bila orang tahu dan karirmu bermasalah gara-gara status Della. Tapi kamu yang selalu mendekat dan sekarang kamu bahkan ngajak aku nikah. Apa kamu waras?"

"Kamu pikir aku gak waras?" Bibir Leo terlihat berkedut mendengar pertanyaanku. Aku sama sekali gak peduli dia mau marah atau nggak.

"Jujur, Leo. Dapat ide dari mana tiba-tiba ngajak aku nikah?"

Leo diam tapi kemudian membuka mulutnya. "Mama.."

Sudah ku duga. Tante Inan pasti mengatakan sesuatu pada Leo atau memaksanya untuk menikahiku. Apapun ide yang dicetuskan Tante Inan aku bingung kenapa Leo menyetujuinya?

"Kenapa kamu nurut?" tanyaku. "Buat apa kamu setuju dengan ide Tante buat nikahin aku hanya gara-gara status Della?"

"Kenapa aku harus gak setuju?"

"Kenapa kamu bilang? Delapan tahun lalu kamu nolak dijodohin sama aku karena kamu gak cinta aku. Kamu bahkan pergi dari rumah karena menolak perjodohan itu. Kamu lupa betapa kerasnya sikap kamu menolak perjodohan itu, Leo. Dan tiba-tiba saja sekarang kamu ngajak aku nikah karena Tante Inan. Karena beliau meminta kamu nikahin aku demi status Della.

"Kamu lucu, Leo. Kamu gak cinta sama aku, dulu kamu pergi dengan alasan itu kan? Aku lebih suka kamu tetap menolak dengan keras perjodohan itu dari pada kamu mencoba berkompromi untuk nikahin aku dengan alasan status Della."

"Ren.."

"Aku gak mau nikah sama kamu, Leo. Aku gak mau kamu terjebak pernikahan tanpa cinta denganku. Kamu cinta Safira. Sekarang dia juga sudah cerai kan? Kamu juga masih cinta sama dia. Lebih baik kamu kembali merajut cinta kalian yang dulu dari pada mengajukan tawaran konyol pernikahan denganku.

"Kamu gak usah peduli sama aku dan Della. Kamu gak usah peduli dengan ucapan Tante Inan apapun itu mengenai aku dan Della yang membuat kamu berubah pikiran untuk menikahi aku. Mari kita saling menjauh dan mencari kebahagiaan kita sendiri. Anggap saja kita berdua hanya orang asing yang tidak saling kenal. Oke?"

"Sebesar itu kebencian kamu sama aku hingga kamu ingin kita saling menjauh dan bersikap seperti orang asing? Apa aku sama sekali tidak bisa dimaafkan?"

"Bukan aku yang benci kamu, kamu yang benci aku!" Kataku setengah berteriak. "Kamu yang menolak perjodohan itu, kamu yang pergi dari rumah. Kamu juga yang gak mau orang tahu ikatan darah antara kamu sama Della! Dan sekarang kamu bilang aku benci kamu? Itu kamu Leo, kamu!"

"Maafkan aku, Ren.."

???

"Maafkan aku untuk semua yang sudah aku lakuin sama kamu. Maaf karena sudah nyakitin kamu, maaf karena sudah membuat hidup kamu menderita selama ini. Maaf karena.."

"Aku sudah maafin kamu, Leo." Aku memotong ucapannya. "Aku sudah memaafkan kamu jauh sebelum kamu kembali ke Indonesia. Jauh sebelum kamu minta maaf sama aku hari ini. Aku sudah maafin kamu.

"Tapi memaafkan bukan berarti aku setuju buat nerima kamu. Buat nikah sama kamu. Itu dua hal yang berbeda."

"Aku pasti begitu brengsek di mata kamu sampai kamu nolak buat nikah sama aku." Leo tersenyum getir. "Menolak dijodohin sama kamu tapi malah membuat kamu hamil. Aku ingin menebus kesalahan aku sama kamu, Ren. Aku ingin Della tahu aku adalah ayah kandungnya. Aku ingin Della memiliki keluarga yang utuh dan lengkap, dengan seorang ayah dan ibu di dalamnya."

"Kamu gak cinta sama aku, Leo. Kamu cinta Safira. Jangan membuat diri kamu terjebak dalam pernikahan tanpa cinta. Kamu nggak akan bahagia."

"Kenapa kita gak mencoba? Kamu bisa membuat aku jatuh cinta sama kamu. Mungkin setelah kita menikah, seiring waktu kita bakal saling cinta. Aku bakal cinta sama kamu."

Aku menggeleng lemah. Membuat Leo jatuh cinta padaku? Bahkan selama delapan tahun kepergiaannya toh buktinya aku tidak bisa membuat dia jatuh cinta padaku. Bahkan kehadiran Safira yang sempat kutemui beberapa kali membuktikan kalau cinta Leo untuk Safira masih ada. Bahkan mungkin tidak pernah terkikis oleh waktu.

Mana berani aku bersaing dengan perasaan cinta yang begitu kuat. Tidak, aku tidak mau. Aku tidak mau membuat diriku menderita kembali untuk kedua kalinya. Aku tidak mau merasakan cinta sebelah pihak lagi. Dan aku tidak yakin bila cinta bakal tumbuh di hati Leo seiring kami bersama seperti yang dia katakan. Tidak, itu tidak mungkin terjadi. Karena waktu sudah membuktikannya.

"Maaf, Leo. Aku gak bisa."

"Renjani."

Aku menghindar saat Leo mencoba menyentuh lenganku lagi, kali ini ia gagal.

"Maafkan aku.., aku gak bisa."

SERENADA BIRU (End)Kde žijí příběhy. Začni objevovat