Bab 8

66.1K 4.2K 7
                                    

Inikah pria yang aku cintai?pikirku getir setelah sosok Leo meninggalkan rumahku. Kenapa aku harus jatuh cinta pada pria brengsek yang tidak punya hati seperti Leo? Bahkan sampai aku mengorbankan kehormatanku sendiri. Bersedia hamil anaknya dan menbuat rencana studyku nyaris berantakan.

Harus kuakui aku memang perempuan bodoh, begitu mudahnya terjerat dalam pesona ketampanan Leo.

Dari dulu Leo memang sudah memiliki daya tarik yang tidak dimiliki pria-pria tampan lainnya.
Seakan dia adalah matahari, sebagai poros bumi yang di kelilingi planet-planet lain.
Dia begitu bersinar dan menyilaukan.

Dulu saat tahu Leo di jodohkan olehku, aku senang bukan main kan? Diam-diam berharap Leo mau menerima perjodohan itu meski akhirnya di jatuhkan realitas yang menyakitkan. Leo lebih memilih pergi dari pada harus menikah denganku. Itu artinya di matanya aku mahluk menjijikan.

Sangat masuk akal bila Leo tidak akan mengakui Della sebagai putrinya. Dan menganggap aku memiliki rencana lain untuk menjeratnya.

Leo bajingan! Tanpa sadar gigiku gemeletuk menahan marah. Apa dia pikir aku serendah itu? Aku juga tidak memaksa dia mengakui Della sebagai putrinya. Della anakku! Milikku! Aku masih bisa menghidupi kami berdua tanpa bantuan darinya.

Ayolah Renjani, kau bukan lagi remaja berusia sembilan belas tahun. Kau wanita dewasa berusia dua puluh tujuh tahun!Kau harus bisa menyingkirkan rasa cintamu pada bajingan itu. Dan kalaupun rasa itu masih ada kau harus membuangnya jauh-jauh. Menginjaknya dan tidak membiarkanya tumbuh lagi.
Aku memberi semangat pada diriku, ya mulai hari ini aku akan membunuh perasaan cintaku padanya! Aku tidak akan membiarkan Leo menginjak-injak harga diriku lagi! Tidak akan!

"Kemarin Bang Leo datang ke rumah," kata Tiara yang siang itu datang ke rumahku. Kangen sama Della katanya. Tanganku yang sedang asyik mengupas kacang terhenti. Dua gelas teh dan sepiring kacang menjadi suguhan buat Tiara siang ini. "Mama kaget, tapi seneng. Hampir delapan tahun lebih Bang Leo gak pulang. Dia banyak berubah. Sayang papa gak bisa lihat, kayaknya Bang Leo sudah sukses."

Om Raharjo memang sudah meninggal dua tahun setelah kepergian Leo. Di rumah itu sekarang tinggal Tante Inan dan Tiara yang tersisa, mereka cuma hidup berdua semenjak aku memutuskan memiliki rumah sendiri yang kini aku tempati bersama Della.

Sebenarnya rumah di Tebet itu terlalu besar untuk di tempati mereka berdua dan seorang pembantu tua yang sudah bertahun-tahun bekerja disana. Tapi tante Inan menolak untuk menjual rumah itu dan pindah ke rumah yang lebih kecil karena tidak ingin bila Leo kembali, ia tidak bisa menemukan mereka. Dan rumah itu juga peninggalan dari om Raharjo.

"Bukan kayaknya lagi, Ti. Tapi memang sudah sukses. Kamu tahu dia itu atasanku di kantor. Presiden direktur yang baru di tempat aku kerja."

"Oh ya?" Tiara melotot tidak percaya. "Presdir Swara grub?Pantas kemarin waktu dateng mobilnya keren banget. Audi keluaran terbaru."

"Dia juga sudah ketemu aku dan sempat datang kesini, ketemu Della juga."

"Terus..?"

"Ya gak gimana-gimana. "Aku angkat bahu. Mencoba acuh meski rasanya sulit.

"Bang Leo tahu kalo Della.." Tiara tidak melanjutkan kata-katanya tapi melirik Della yang asyik main dengan boneka Barbie nya. Dan tanpa sadar volume suaranya juga agak lirih.

"Tahu." Aku mengangguk. "Dia kan gak bodoh, pasti lihat kalo wajah Della mirip banget sama dia kan?"

"Terus..."

"Dia masih belum percaya kalo Della putrinya."

"Beneran?!"

"Yaps! Dia pikir aku cuma mau uangnya dan berniat ngerusak karirnya."

"Sinting!"

"Gak apa-apa. Wajar kok kalo dia mikir begitu. Soalnya dia pikir aneh aku gak ngasih tahu dia kalo aku hamil anaknya dan sekarang baru ngasih tahu. Dia pikir aku memiliki rencana jahat sama dia. Lucu ya?" Aku mencoba tertawa meski itu tidak lucu sama sekali. Aku malah merasakan sakit di hatiku.

Tapi Tiara tidak tertawa. Seperti bisa mendengar nada getir dalam suaraku. Ia menatapku dengan ekspresi sedih, kecewa dan marah.

"Kenapa Bang Leo bisa sejahat itu? Kak Ren gak ngasih tahu dia karena gak tahu harus ngasih kabar kemana! Apa bisa masih ragu kalo wajah Della aja mirip dia! Apa Bang Leo gak mikir penderitaan Kak Ren selama ini karena mengandung Della?" Raut wajah Tiara jelas terlihat begitu kecewa dan marah pada abangnya. Rasa kecewa dan marah yang tidak bisa disembunyikan.

"Aku gak apa-apa kok. Gak penting dia mau mengakui Della atau nggak. Itu gak akan mengubah apapun, selama ini kami sudah biasa hidup berdua. Tidak perlu orang asing untuk masuk dalam kehidupan kami!"

"Tapi Bang Leo itu ayah kandung Della, Kak. Della berhak tahu siapa ayah kandungnya."

"Buat apa? Kalau ayah kandungnya sendiri menolak keberadaan putrinya, tanpa mengetahui siapa ayah kandungnya aku yakin Della bakal hidup bahagia. Dan aku gak mau pertumbuhan mental Della terganggu karena tahu dia di tolak oleh ayah kandungnya sendiri. Aku gak mau dia merasa sebagai anak yang tidak diinginkan ayahnya sendiri!" Aku berkata tegas, mencoba tegar meski airmata hampir mengalir. Aku tidak ingin bersikap cengeng. Aku harus tegar. Demi Della. Karena cuma dia satu-satunya yang aku miliki di dunia ini.

"Kak Ren..maaf.." Tiara menggenggam tanganku sedih. "Maafkan Bang Leo Kak, maaf kalo Bang Leo sudah banyak menyakiti kak Ren selama ini.."

"Kenapa kamu minta maaf? Bukan kamu yang salah." Bahkan pelakunya sendiri sampai detik ini tidak pernah meminta maaf padaku, pikirku getir.

"Tapi Bang Leo udah banyak nyakitin kakak."

"Aku gak peduli, Ti. Aku gak peduli dia mau nyakitin aku sebanyak apapun. Tapi aku mohon sama kamu, jangan pernah mengungkit soal Leo di depan Della lagi. Aku gak mau Della tahu siapa sebenarnya Leo itu. Kamu janji ya, Ti?"

SERENADA BIRU (End)Where stories live. Discover now