Bab 34

52K 3.1K 27
                                    

Malam itu kami berdua tidur dengan damai. Karena begitu selesai mandi, Leo langsung tidur terlelap di sampingku. Dan saat Leo mandi, aku bergegas berganti baju tidur.

Malam itu Leo memang tidak melakukan apa-apa, mungkin karena terlalu lelah dengan resepsi yang kami jalani tadi malam. Dimulai dari acara ijab kabul paginya, lalu malamnya langsung mengadakan resepsi di Balai Sudirman.

Kami berdua sama-sama kelelahan hingga begitu mencium bantal langsung terlelap. Tapi tetap saja, untuk beberapa saat aku berdebar-debar tidak karuan. Takut bila Leo tiba-tiba menyerangku. Tapi ternyata ketakutanku itu tidak terbukti, karena kulihat Leo tertidur begitu nyenyak. Aku tidak tahu mesti sedih atau senang.

Aku mengambil tempat jauh darinya. Karena tempat tidur ini besar, jadi kami tidak perlu tidur berdekatan. Bahkan aku memberi pembatas dengan guling diantara aku dan Leo.

Aku terbangun saat merasakan sesak, seperti ada benda berat dan panas yang menindihku. Dengan menahan kantuk aku mencoba membuka mataku.

Aku merasakan hembusan napas panas di leherku. Leo tertidur sambil memelukku, wajahnya tepat berada di leherku hingga napasnya terasa menggelitik leherku. Salah satu kakinya menindih tubuhku dan tangannya... astaga,telapak tangan kirinya berada tepat di atas dadaku!

Kalau tidak merasakan hembusan napasnya yang tenang dan kelopak matanya yang bergerak-gerak, aku pikir dia sengaja tidur dengan posisi intim begini. Guling yang menjadi pembatas diantara kami terlempar entah kemana.

Aku mencoba bergerak, mencoba membebaskan diri dari pelukan Leo. Tapi tubuh mungilku tentu tidak sebanding dengan tubuh tinggi besar Leo yang penuh otot.

Jadinya gerakanku jadi lebih mirip geliat tidak jelas seperti cacing kepanasan.

Dasar babon! makiku dalam hati. Apa dia gak sadar berat tubuhnya nyaris meremukan tulang-tulangku? Kenapa dia tidak bergerak sama sekali?Sepulas itukah dia tidur?

"Jangan gerak-gerak, kamu mau ada yang lain bangun?" bisiknya yang sukses membuatku terdiam. Cih, ternyata dia cuma pura-pura tidur!

"Leo, lepas... napasku sesak.."

"Kamu hangat... harum lagi.., kamu pakai parfum sebelum tidur tadi malam?" Leo mengendus leherku, sama sekali tidak peduli dengan permintaanku agar melepaskan pelukannya. Dan tanpa membuka matanya dengan kurang ajarnya tangannya meremas buah dadaku.

"Bisa gak tanganmu jangan main remas sembarangan? Singkirkan tanganmu!"

"Gak mau." Dia malah tambah asyik meremas-remas. "Empuk. Lebih empuk dari busa.."

Aku ingin sekali menendang Leo yang sudah kurang ajar mempermainkan tubuhku. Tapi sialnya dia malah menindihku dengan seluruh berat tubuhnya. Saat tadi dia bangun, kupikir dia mau menyingkir dariku, tapi ternyata dengan seluruh berat tubuhnya dia malah menindihku. Kurasa sebentar lagi seluruh tulangku benar-benar remuk dibuatnya.

"Kamu udah bangunin Leo junior, harus tanggung jawab," katanya menatapku dengan sinar mesum. Aku menatapnya bingung, saat merasakan benda panas dibalik celana piyama Leo yang menempelku ketat barulah aku sadar apa yang dia maksud dengan Leo junior.

"Memangnya siapa yang meluk-meluk? Semalam udah aku pakai guling buat pembatas kok. Di mana gulingnya?"

"Gak tau. Memangnya kita ini Korea Utara dan Korea Selatan pakai pembatas segala?"

"Minggir, Leo. Kamu berat."

"Ren.. aku kepingin..."

"Hah? Kepingin ap..." ucapanku terhenti saat merasakan bibir basah Leo menciumku. "Buka mulutmu, Ren."

"Nggak mau."

Tangan Leo meremas buah dadaku membuatku memekik kaget dan ia berhasil memasukan lidahnya ke mulutku.

Terus terang, Leo itu pencium yang handal. Ciumannya selalu mampu membuatku melayang. Lupa diri. Entah di mana dia belajar. Mungkin hasil dari pergaulannya selama dia di Amerika. Belajar dari para bule di sana.

Entahlah, aku tidak peduli. Saat ini yang aku inginkan hanya menikmati apa yang dilakukan Leo padaku. Menikmati segala sentuhan dan ciumannya yang membara.

Kami berdua telah terbakar nafsu. Aku terkejut saat tiba-tiba Leo merobek gaun tidurku.

"Gaunku.."

"Nanti aku belikan yang baru.." ucapnya tidak peduli. Dengan nakalnya tangannya menyelinap ke celana dalamku. Dan menyentuh inti kewanitaanku.

"Kamu udah basah.." seringainya puas. "Sepertinya kamu sama bergairahnya denganku. Kayaknya gak mungkin kalau udah kayak gini kamu bakal nolak..."

"Shut up," kataku jengkel. "Mau dilanjut apa nggak?"

"Aku bukan lelaki sejati kalau nolak tantangan kayak gini.." Seringai Leo.

Seharusnya aku memang tidak perlu bertanya seperti itu padanya. Bila dua orang berbeda jenis kelamin dalam satu ranjang dengan gairah yang sama, apalagi yang mungkin akan terjadi?

Karena itu aku hanya bisa pasrah saat Leo menelanjangiku dan melemparkan gaun tidurku yang sudah robek karena ulahnya ke lantai.

Dan merasakan tubuh telanjang kami saling menempel ketat. Merasakan ereksi Leo yang panas memasuki kewanitaanku.

"Kamu ketat.." bisiknya serak. Mata dan napasnya dipenuhi kabut gairah. "Kayak perawan..."

Dan ia mulai bergerak perlahan. Awalnya pelan tapi makin lama ritmenya tambah cepat, membuatku melengkungkan tubuh dan mengerang lirih. Inikah rasanya bercinta? Kenapa rasanya begitu luar biasa? Apa karena aku melakukannya dengan Leo? Pria yang sejak lama aku cintai?

Kenapa ia begitu tampan? Dan lihat tubuhnya yang indah dengan otot perut dan dada bidang itu. Apa ia menjaga tubuhnya dengan berolahraga?

"Desahanmu seksi.." bisiknya. "Aku bakal bikin kamu mendesah terus kayak gini.."

Aku tak menjawab. Menatapnya sayu. Nyaris tidak percaya bila saat ini aku sedang bercinta dengan Leo.

Entah berapa lama kami bercinta, saat kami mencapai klimaks aku merasakan semburan panas di kewanitaanku. Dan saat itu aku baru sadar, Leo tidak memakai pengaman!

SERENADA BIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang