Bab 12

62.4K 3.8K 36
                                    

"Sedang memaki-makiku, sayang?" Leo melirikku sambil tertawa kecil. Tentu saja dia bisa melihat ekspresi sewot di wajahku, yang penuh dengan kebencian sambil mengatainya dalam hati.

"Kenapa kamu ngelakuin ini?"

"Maksud kamu nyium kamu?Karena aku kepengin. Dan bibir kamu manis bikin kecanduan."

"Kamu sinting? Jadi cuma karena kepengin kamu nyium aku? Kamu mungkin biasa mencium perempuan sembarangan, tapi aku gak!"

"Siapa bilang kamu perempuan sembarangan? Aku juga tidak segampang itu mencium perempuan. Cuma kamu perempuan satu-satunya yang bikin aku lupa diri!"

"Hah?" Aku melongo. Apa maksudnya?

"Jangan bikin wajah kayak gitu kalau gak mau aku cium lagi!"

Sontak aku mundur ke pintu mobil mendengar ancamannya. Leo terdengar menghela napas melihat reaksiku.

"Sekarang aku sadar kenapa delapan tahun lalu aku gak bisa mengendalikan diri saat mabuk. Bukan cuma karena pengaruh afrodisiak tapi itu karena kamu terlalu menggairahkan untuk diabaikan. "Leo menatapku. Matanya dengan nakal menatap bibirku lalu ke pahaku yang terbalut rok mini. "Lihat, baru nyium kamu kayak tadi aja sudah bikin aku terangsang. Aku gak pernah kayak gini sebelumnya."

"Kamu sadar gak apa yang baru saja kamu ucapkan itu termasuk pelecehan?" Aku mencoba berani meski dalam hati takut setengah mati. Belum pernah aku ditatap seperti itu oleh seorang laki-laki. Tatapan yang seakan menelanjangiku seutuhnya. Baru Leo yang berani menatapku seperti itu, cuma dia laki-laki yang berani sekurang ajar itu padaku!

Dan anehnya bukannya merasa direndahkan, aku malah merasa bangga. Bangga karena Leo bisa tertarik padaku. Bangga karena aku bisa membuatnya bergairah padaku.

Dasar murahan, aku mencela diriku sendiri dalam hati. Kamu tidak benar-benar membencinya kan, Renjani? Kamu gak akan bisa membenci pria setampan dan semenarik Leo Dewangga. Kamu justru makin terjerat dalam pesonanya!

"Kenapa? Kamu mau lapor polisi?" Leo mencibir. "Itu gak akan menghentikan aku buat terus nyentuh kamu. Kamu juga menikmati ciuman kita tadi kan?"

"Nggak!" Dustaku terlalu cepat. Siapa yang tahu kakiku hampir meleleh karena ciumannya.

Leo mengangkat satu alisnya.

"Oh, ya? Baru kamu satu-satunya perempuan yang nggak menikmati ciuman sama aku!Kamu tahu, aku ini pencium yang handal. Juga... pecinta yang hebat di ranjang."

"Menjijikan."

"Tsk, tidak ada seks yang menjijikan sayang. Itu kebutuhan normal untuk semua manusia. Tidak ada mahluk yang tidak menginginkan seks, kecuali malaikat."

Aku lagi-lagi cuma melongo, dia mengatakan itu dengan santainya. Apa pendidikan barat telah merubahnya? Apalagi berdasarkan fakta ia pernah kuliah dan tinggal di Amerika dan juga pacarnya yang bule.

"Apa kau sering melakukannya?"
tanyaku dingin.

"Apa? Seks? Tentu saja. Aku pria normal!"

"Dengan pacarmu yang bule itu?"

"Pacar? Bule?" Ia menatapku bingung. Mobil kembali melaju meski lambat.

"Katherine Nolan."

"Oh.. Kate.., tunggu dari mana kau tahu tentang Kate?"

"Ya ampun tuan Leo Dewangga, apa kau tidak tahu kalau di kantor, selain berpredikat sebagai Presdir bujangan paling tampan dan menarik, kau juga berpotensi menarik gosip. Setiap tindak tandukmu selalu jadi berita di antara karyawan Swara. Maka tidak heran kalau hampir separuh karyawan grup Swara tahu tentang kau dan Katherine nolan."

"Presdir bujangan paling tampan dan menarik?" Wajahnya terlihat senang. "Sungguhan aku menyandang predikat itu?"

Apa ada yang salah dengan ucapanku? Kenapa dia malah senang mendengar predikat itu?Dan sama sekali tidak mendengarkan soal gosip yang aku katakan antara dia dan Katherine nolan.

"Yeah... oh, jangan lupakan sexy." Aku tak tahan untuk memutar bola mataku.

"Mereka memiliki mata yang bagus. Maksudku para wanita di grup Swara. Pasti mereka yang memberi predikat itu padaku kan?"

Yeah... tentu saja. Tebakannya tepat sekali. Para wanita fans Leo Dewangga.

"Apa kau termasuk?"

"Termasuk apa?"

"Barisan wanita pemuja Leo Dewangga?"

"Tidak," kataku tegas. Meski hatiku menghianati mulutku. Aku bertekad sampai kapanpun, Leo jangan sampai mengetahui perasaanku yang sesungguhnya.
Aku takut dengan konsekuensinya.

"Sayang sekali..." gumannya seakan kecewa. "Padahal aku ingin kau menjadi fans nomor satuku."

"Tidak, terima kasih."

"Tapi kau tahu mengenai Kate."

"Itu karena mereka membicarakannya dan... eh... ya aku tidak sengaja dengar.."

"Gengmu di divisi humas? Aku sering melihat kalian berempat makan di kantin. Omong-omong temanmu yang berambut panjang sepinggang itu cantik."

Rambut panjang sepinggang?Satu-satunya yang memiliki rambut panjang sepinggang cuma Aulia. Rambutku sendiri cuma sebahu. Hanna dan Risa tidak melebihi tengkuk. Jadi Leo memperhatikan Aulia? Bisa ku bayangkan senangnya Aulia kalau aku cerita ini padanya. Tak kan habis seminggu dibahas. Tapi kenapa hatiku terasa sakit?

"Aulia?"

Leo angkat bahu. Tak peduli. "Tapi bibir kamu yang bentuknya paling sexy. Apa ada yang pernah bilang kalau bibir kamu itu sexy?
Bibir jambon."

"Seperti bibir Kate?"

"Kenapa dia lagi? Kamu cemburu?"

"Cemburu? Untuk apa aku cemburu?"

"Syukur deh kalau nggak. Itu artinya kamu gak menganggap serius apa yang sudah aku lakuin ke kamu. Kamu tahu, aku bukan orang yang suka komitmen."

"Karena itu kau sering tidur dengan banyak wanita? Itu yang kamu lakukan selama di Amerika?" tanyaku berusaha keras untuk tidak menunjukan rasa kecewaku. Jadi ini Leo yang selama ini ku kenal, jadi ini Leo yang selama ini aku cinta. Pria yang tidak suka berkomitmen. Pria yang tidak menyukai ikatan yang serius dengan satu wanita. Leo... begitu jauh berubah. Dan satu kesadaran menyentakku. Pria seperti ini... harus aku hindari.

"Aku hanya beradaptasi." Leo mengedipkan sebelah matanya. "Oh, ya... soal Kate, hubungan kami tidak seserius itu. Just friend with benefit. Sudah ku katakan kan, aku gak suka komitmen."

SERENADA BIRU (End)Where stories live. Discover now