58| A Way to Fix

429 73 31
                                    

Kenangan Shena bersama ayah yang terbilang begitu sering memberikan cinta dan kasih sayang satu sama lain pun perlahan memudar saat Shena melihat dirinya usia 8 tahun itu sedang menangis di sudut ruangan, bersembunyi di balik tembok dan mengintip perkelahian ayah dan ibu. Shena kecil bahkan menahan tangisnya, seperti sudah biasa dihadapi dengan suasana semacam itu, dan sudah terbiasa harus mengambil sikap seperti apa.

Lantas, sudah berapa lama ibu bertahan, lalu berpura-pura menjadi orang bersalah dalam perceraian ini?

Shena tidak bisa membayangkan bagaimana sedih dan sakitnya hati ibu saat bertahan bersama ayah yang terus melakukan kekerasan verbal, kemudian ibu tidak menyangkal saat ayah memberitahu kepada Shena dan Shera tentang perceraiannya adalah karena perselingkuhan ibu, jelas itu hanyalah karangan ayah.

"Bae Shena, apakah kau sudah melihat seluruh bagian dari mimpimu?" tanya Amber saat Shena masih di alam bawah sadarnya. Amber dapat melihat wajah Shena yang memerah karena ia menangis begitu banyak.

Shena mengangguk di tengah sisa tangisnya. Sementara Amber telah menggenggam tangan Shena dan mengusapnya pelan. Amber sendiri tidak menyangka mimpi Shena merupakan bentuk dari luka masa lalu atas perceraian orang tuanya. Selama ini Shena terus dibayangi mimpi yang selalu ia yakini bahwa itu adalah dirinya bersama suaminya di masa depan, padahal itu adalah perdebatan terakhir antara ayah dan ibu yang sempat Shena lihat pada usia 8 tahun.

"Bae Shena, terimakasih banyak karena kau sudah mau mencari tahu lebih banyak tentang mimpimu. Sekarang, kau harus menerima semua luka yang pernah terjadi, dengan begitu kau akan bisa memaafkannya dan menjalani masa depanmu tanpa ketakutan dan kesedihan. Kejadian itu telah lama berlalu, jika kau terus mengingatnya, hal itu hanya akan merugikan dirimu dan masa depanmu. Bisakah kau melakukannya untuk dirimu sendiri? Terima semua yang pernah terjadi, lalu maafkan orang-orang yang telah menyakitimu."

Shena mengangguk dalam keadaan masih menunduk, perlahan air matanya menetes kembali. Dia pasti kesulitan untuk melakukannya.

Sosok ayah yang begitu ia banggakan ternyata adalah lelaki jahat yang menghantui dirinya di dalam mimpi. Namun sugesti Amber seakan menyadarkan dirinya sekaligus memberikan kekuatan untuk melupakan dan mengikhlaskan apa luka yang begitu pelik itu.

Lantas saat Shena sudah sadar kembali, ia pun berpelukan dengan Amber sebagai tanda perpisahan. Shena sedih kehilangan teman bercerita senyaman Amber, namun terus datang ke tempat ini untuk berkonsultasi pasti akan membuat Amber sedih karena merasa tidak berhasil atas kerjaannya. Shena ingin membuktikan kepada Amber bahwa usaha mereka akan membuahkan hasil yang bahagia.

Amber tersenyum kepadanya. "Bae, kau boleh datang lagi kesini jika kau sudah berhasil dengan misimu. Aku menunggu traktiran kopi darimu."

Shena pun mengangguk sembari tertawa ringan. "Aku akan mentraktirmu secepat mungkin, Amber. Terimakasih banyak!"

Pribadi itu pun melangkah pergi, meninggalkan ruangan Amber dengan masih mengembangkan senyuman terbaik, seakan begitu percaya diri bahwa ia akan segera bangkit dari lukanya. Namun saat ia sudah berada di luar, bersama pintu ruangan yang tertutup, senyum tipis itu perlahan sirna.

Tidak, Shena tidak sedang meragukan tekadnya untuk bangkit. Dia sendiri kebingungan perasaan sedih semacam apa ini yang tiba-tiba saja hadir? Apakah karena rasa kecewanya kepada ayah? Atau karena rasa bersalahnya kepada ibu? Shena mengakui bahwa ia sudah kelewatan membenci ibu bahkan sampai pagi tadi.

Langkah lemas Shena berhenti tepat di deretan kursi tunggu klinik. Lalu dia duduk di sana guna menenangkan hati dan pikirannya. Butuh waktu lebih dari sepuluh menit sebelum ia kembali melangkah menuju halte.

Bayang-bayang ibu pun mulai hadir dalam benaknya. Harus bagaimana ia menyapa ibu nantinya? Tidakkah ibu tersinggung atas sikapnya pagi tadi?

Mata Shena mulai berkaca-kaca, namun ia segera menyekanya. Dan tiba-tiba saja langkah Shena membeku di jalan keluar klinik. Matanya membola sempurna saat ia melihat ibu yang berdiri di parkiran luar. Ibu tersenyum seraya mendekati Shena yang masih membeku.

AUGURYWhere stories live. Discover now