67| A Dark Time

795 98 133
                                    


Hailo! Maaf sekali sudah menghilang dua minggu:( Terimakasih juga ya sudah tetap menunggu dengan sabar.

Aku harap part ini setidaknya bisa menyentuh 70 vote ya. Terimakasih banyak 🤍🤍

Selamat membaca
.
.
.

Seharusnya semua berjalan sesuai rencana Taehyung setelah ia berada di sini. Dia ingin sekali memaksa kakek Jalyo untuk memberikan jawaban lengkap kepadanya persoalan semua yang terjadi di antara mereka. Sudah tujuh bulan Taehyung menunggu momen ini---dimana ia berani mencari kakek Jalyo setelah pertemuan mereka di rumah sakit yang terasa begitu menyakitkan.

Namun kenyataannya tidak semudah itu. Saat mobil Jiya melaju, kakek tampak akan mengejarnya sebelum ia berakhir tumbang dari tegaknya. Lantas dengan berdecak kesal Taehyung berlari guna menopangnya agar tak jatuh ke tanah. Kakek Jalyo sangat bau alkohol.

"Ya, apa kau mabuk di tengah hari?" tanya Taehyung sambil membawanya duduk kembali.

Kakek Jalyo hanya terkekeh di tengah tubuhnya yang gontai, namun ketika Taehyung menatapnya dari dekat, dapat terlihat mata yang merah dan berkaca-kaca. Kakek kacau sekali.

Alih-alih lelaki ikal yang ditutup dengan topi hitam itu menaruh simpati, ia justru memalingkan mukanya. Decakannya melantang ketika dia duduk sedikit lebih jauh dari kakek.

"Tujuanku kesini hanya ingin mendengar penjelasanmu secara rinci mengenai semua hal yang kau ketahui, kakek." Taehyung lalu memejam matanya ketika ia bersandar pada dinding kayu. "Aku tidak ada waktu untuk berbelas kasihan kepadamu saat ini," tambahnya lagi.

Kakek yang mabuk di tengah hari itu menggumamkan sesuatu yang tidak jelas sambil tersenyum, namun matanya tetap terlihat sedih. Dia menatap Taehyung dan terkekeh lemah. "Tuhan sudah menghukumku selama 46 tahun. Apakah di kehidupan selanjutnya Tuhan juga akan masih menghukumku dan tidak akan memberi kesempatan untuk menebus dosa kepada keluargaku dengan cara membahagiakan mereka?" tanya kakek Jalyo yang sudah menangis di tengah gelak tawanya yang terkekeh serak.

Mendengar kalimat itu lantas membuat Taehyung untuk membuka matanya. "Siapa yang kakek sakiti? Dan kenapa kakek menyakitinya? Apakah kakek membunuh ibu Jiya?" pertanyaan terakhir adalah sebuah dugaan yang baru saja Taehyung simpulkan beberapa menit yang lalu saat dia melihat Jiya yang begitu kecewa ketika melihat kakek.

Kakek Jalyo yang semula tertawa tiba-tiba saja menangis ketakutan dan menggeleng. "Aku pembunuh. Aku benar-benar seorang pembunuh. Maafkan aku," ucap kakek, lalu dia melangkah masuk ke dalam pondok.

Lantas apa yang bisa Taehyung lakukan lagi? Kakek terlihat sangat berbeda. 

"Permisi! Apa pak Jalyo ada di dalam?" tanya seorang pria berusia 40 tahunan yang sedang membawa rantang makanan. 

"Iya. Kenapa? Bapak ingin menemuinya?" tanya Taehyung dengan sopan, lalu lelaki itu menggeleng sambil menjulurkan tangannya yang sedang menggenggam rantang.

"Istriku menitip ini untuknya." 

Taehyung menyambut rantang makanan itu sambil mengangguk. 

"Apa kau keluarganya?" tanya lelaki itu.

"Hm?" Taehyung menggeleng. "Tidak. Pak Jalyo adalah rekan kerjaku saat di Seoul."

Lelaki itu mengangguk. "Jika kau mengetahui dimana keluarganya, bisakah kau menghubungi mereka? Kami hanya mengenal Guwni, istri pak Jalyo yang sudah meninggal karena sakit. Sepertinya mereka memiliki seorang putri. Bisa tolong cari tahu tentangnya? Pak Jalyo butuh pendamping karena seorang penderita delusi akan kesulitan hidup seorang diri."

AUGURYWhere stories live. Discover now