60| A Wound

413 84 59
                                    

Langit cerah milik New York telah disambut gembira oleh seorang wanita berambut pendek. Senyumnya mengembang saat ia menatap luar jendela, lalu ia beralih untuk menatap dirinya di depan cermin. Sedikit merasa aneh atas tampilan baru yang ia miliki, namun ia cukup percaya diri bahwa penampilan baru itu akan membawanya pada lembaran baru yang penuh bahagia.

Shena siap untuk melakukan banyak hal di New York. Dan hari ini adalah awal lembarannya dimulai.

"Ibu! Aku pergi dulu!" seru Shena yang baru saja akan menutup pintu rumah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Ibu! Aku pergi dulu!" seru Shena yang baru saja akan menutup pintu rumah. 

"Na! Tunggu sebentar!" Dari dapur, Ibu pun berlari dengan masih memakai apron. "Bisa tunggu ibu sebentar lagi? Ibu rasa kau  perlu untuk ibu temani," ucap ibu yang selalu begitu kepada Shena, selalu memberikan perhatian yang lebih.

Namun Shena mengerti mengapa ibu melakukan hal semacam itu kepadanya. Ibu telah kehilangan tugasnya menjaga Shena saat ia masih remaja. Itulah mengapa saat ini ibu masih menganggapnya seorang remaja kecil kendati sebenarnya Shena sudah menyandang status janda. 

Shena lantas tersenyum kepada ibu. "Oh, ayolah, bu! Jangan terlalu mencemaskanku. Ibu tidak tahu ya? Aku ini wanita mandiri, aku bisa melakukan apapun seorang diri."

Shena belum mendapatkan ekspresi puas dan tenang dari ibu.

" Aku rindu sekali dengan suasana kampus. Aku ingin menjadi mahasiswa satu hari ini saja, berkeliling menggunakan transportasi umum, lalu duduk di taman kampus sambil membuka notebook dan menikmati segelas strawberry smoothies. Ah, pasti menyenangkan sekali!"

Ibu mulai memahami dan mengerti atas keinginan Shena. Jujur saja, ibu sangat sedih saat Shera menceritakan bagaimana nasib pendidikan Shena di Seoul. Shena tidak dapat menikmati masa perkuliahannya dengan baik. Shena memilih sebuah universitas yang memiliki sistem perkuliahan tidak padat, hal itu membuatnya tidak bisa memilih jurusan yang ia minati. Apalagi sejak ia bekerja dengan Hejoon, dia lebih memilih untuk fokus bekerja dan mengesampingkan kuliahnya. Padahal Hejoon sudah memberikan banyak kelonggaran, namun Shena tetap memilih pekerjaannya, dan pada akhirnya Shena tidak melanjutkan pendidikannya.

"Hm, kalau begitu kau harus berhati-hati. Kau juga harus selalu mengaktifkan ponselmu, ya," ucap ibu setelah ibu sadar dari lamunannya.

Mendengar ibu yang begitu protektif kepadanya pun membuat wanita berlipstik merah merona itu terkekeh sambil mengangguk. "Siap ibu! Aku akan selalu mengabari ibu."

Setelah dia mendapatkan izin dari ibu, Shena pun bergegas pergi ke salah satu kampus pilihannya, Columbia University. Butuh waktu sekitar setengah jam jika menggunakan Subway, dan Shena sudah menjamin akan menikmati perjalanannya hari ini.

Satu bulan di New York seakan sudah membuat Shena yakin untuk menyimpulkan bahwa Kota sibuk itu tidak pernah membuatnya bosan sedetik saja. Ada banyak hal yang begitu menarik untuk dinikmati di sana, bahkan hanya melihat sebuah bangunan pertokoan saja sudah cukup untuk mencuci mata. Apalagi Shera dan Ibu memilih tempat tinggal di sekitaran Washington, apartement mereka di kelilingi dengan banyak pusat perbelanjaan. 

AUGURYWhere stories live. Discover now