Ϲhɑрtеr 29 : Bеᥣɑjɑr bеrsɑmɑ (Pɑrt 2)

41 15 3
                                    

"Bahagia ada 7huruf
Sedangkan bahagiaku ada 4huruf."

•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•

Sesuai dengan janji mereka, kini keduanya sudah berada di taman sekolah. Siapa yang menyangka ternyata disana ada Karin, Akbar, Tasya, dan Kevin. Mereka menatap satu sama lain. Entah itu tatapan terkejut atau apalah.

"EHHHH~"

"Rasha, katanya mau belajar sama kita." Akbar menatap gadis itu. Ia tak menyangka ini. Huh, kalau tau begini mending ia pulang saja. mendokse.

"E-ehh." Rasha gugup. Ia tak tahu harus menjawab apa sekarang. Harusnya tadi ia katakan 'belajarnya bersama Karin saja'.

Raka berjalan selangkah, ia menatap Akbar dengan tajam. "Dia janji duluan sama gue."

Akbar mengalihkan autensinya. "Tch." Ia berjalan duduk dimeja bundar. Sontak Karin ikut bersamanya.

Tasya dan Kevin yang tadinya ingin belajar malah mendengar percakapan mereka. "Heh, belajar yang benar sana." Jelas Kevin. Tentu saja ia merasa terganggu mendengar suara mereka, berisik sekali.

"Ayo kita belajar. Jangan ribut dong." Tasya sedikit terganggu dengan perubahan suasana disini. Agak aneh menurutnya.

Karin menatap pria disebelahnya kasihan, "kan, gue udah bilang Akbar-." Jedanya. Ia menatap Rasha dan Raka yang sedang belajar sesekali tertawa. "-kalo yang Rasha suka itu Raka, Lo ga bisa apa-apa." Lanjutnya.

Gadis itu menatap buku fisika dihadapannya. "Ah maaf, kita lanjut belajar saja."

Sedikit kesal mendengar itu, tapi apa yang baru saja Karin katakan ada benarnya. Bagaimanapun menghilangkan perasaan suka pada seseorang itu sangat sulit.

Mencintainya tidak semudah melupakannya.

Disebelah sana, ada Tasya dan Kevin. Kedua insan itu fokus belajar. Saat Tasya membuka halaman berikutnya, lengannya langsung ditahan Kevin. Sontak saja gadis itu menatap pria disebelahnya. "Kenapa, Epin?"

Karin tanpa sadar mengepalkan tangannya lagi. Padahal ia berusaha membuang perasaannya pada Kevin, tapi kenapa rasanya sangat sulit sekali. Ia memegang kepalanya berusaha meredakan rasa sakit disana. Biasanya jika melihat seseorang yang kita sukai bersama orang lain, yang sakit biasanya hati bukan kepala.

Melihat itu Akbar langsung memberikan minumannya. "Lo kenapa, Karin?" Sangat jelas terdapat raut khawatir disana. Pria itu dengan segera membuka botol mineral nya.

Karin menerimanya senang hati. "Gue gapapa."

Kevin menatap Tasya, wajah pria itu sangat dekat sekali. Membuat Tasya kesulitan menghirup oksigen. Namun, dia dengan jelas mencium aroma mint ditubuh Kevin. Sangat candu.

"Aku belum mengerti bab sebelumnya." Kevin kembali menatap buku fisika itu. Ralat, pria itu menatap tangannya yang sedang memegang lengan Tasya.

Tasya sedikit gelagapan mendengar itu. Apalagi tangannya di pegang seperti ini. Rasanya seperti ingin terbang. "Mmm, b-biar aku jelasin bab sebelumnya." Jelas Tasya. Gadis itu mengambil secarik kertas dan menulis serta menjelaskannya secara detail. Ia Menggunakan bahasa yang mudah di mengerti.

Mata Kevin berbinar terang. "Yaaa, aku mengerti." Pria itu menganggukkan kepalanya cepat. Ternyata Tasya bisa menjelaskan se-detail itu. Harusnya ia belajar bersama Tasya setiap hari.

Ia mengusap puncak kepala Tasya. "Sangat mudah dimengerti." Gadis itu sedikit malu di puji seperti ini. Dia sedikit mengangguk sebagai balasa.

"Woy ini maksudnya apa?" Tanya Rasha. Ia menunjuk bagian yang tidak dimengerti. Kenapa fisika sesulit itu. Argh.

Raka menoleh ke arah tunjukan Rasha. Pria itu dengan sabar menjelaskan maksud dari pernyataan dibuku. Memang sulit menjelaskannya tapi ia akan menjelaskan sebaik mungkin agar gadis itu mengerti.

Setelah beberapa lama berpikir akhirnya Rasha tersenyum. "Ahh sugoi, paham banget." Gadis itu mengangguk sambil menepuk keras punggung Raka.

"Ck, Lo niat muji ga sih? Sakit tau." Raka mengusap pelan punggungnya. Kenapa gadis itu suka sekali memukul, huh?

Tunggu dulu ada yang aneh. Raka menatap Rasha dengan lekat. "Lo kok tau bahasa Jepang?" Tanyanya. Ia sangat penasaran.

Rasha menaikkan bahunya acuh. "Gue ga sengaja liat buku Tasya."

>══════⊹⊱≼≽⊰⊹══════<
Fyi ; Tasya dulu pernah sekolah di Jepang.
>══════⊹⊱≼≽⊰⊹══════<

Raka menganggukkan kepala mengerti. "Lanjut belajarnya." Ucapnya mengangkat buku fisika itu tepat di wajah Rasha.

"Akh , gue juga tau anjeng. Turunin buku itu bangsat." Bentak Rasha. Yang benar saja wajahnya ditutupi buku. Siapapun tolong selamatkan wajahnya.

Raka tertawa lepas melihat itu.

"Karin." Panggil Akbar. Ia menatap Karin yang sedari fokus pada buku.

Mendengar namanya disebut, Karin menoleh ke arah Akbar. Belum ia bertanya pria itu sudah dekat dengan wajahnya. Pipi gadis itu menjadi merah. Melihatnya sedekat ini membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

Akbar dengan lihai mengambil sesuatu di kepala Karin. "Liat ini, daunnya menempel di rambutmu." Jelasnya dan kembali duduk dengan semula.

"A-apa sih, kan tinggal bilang." Karin kikuk sendiri. Bisa-bisanya pria seperti itu mendekatkan wajahnya. Mendengar itu Akbar malah tersenyum tipis. "Reflek."

"Hei apa yang kalian lakukan disini?" Tanya pak Dion. Pria paruh baya itu berjalan mendekati mereka.

Dengan kompak mereka menjawab. "Kamu nanyea?" Setelahnya mereka tertawa bersama.

Ck, anak-anak ini. "Sebentar lagi gerbang utama ditutup. Kalo kalian mesih mau tinggal bapak kunci saja." Kesalnya berjalan mendahului mereka.

Mendengar itu keenam remaja disana langsung merapikan buku dan berlari mendahului pak Dion. Dasar bapak tua baperan.

↳ *𝑻𝒐 𝒃𝒆 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒊𝒏𝒖𝒆𝒅* ༉‧₊˚✧

↳ *𝑻𝒐 𝒃𝒆 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒊𝒏𝒖𝒆𝒅* ༉‧₊˚✧

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Alurnya mudah ke tebak, ya?
(。•́︿•̀。)

Raka untuk RashaWhere stories live. Discover now