5

469 153 80
                                    


Jimin tiba di kantor Kim Junhyung dua belas menit kemudian, sementara Jungkook dia minta menemui Raina untuk mengambil bukti yang Seokjin maksud meski dia tidak yakin bukti itu benar-benar ada. Tetapi insting Jimin mengatakan, dia harus mengirim Jungkook ke tempat Raina

"Raina membuatku kesal, tidak ada pekerjaan lain yang lebih mudah, Tuan Muda? Membunuh orang misalnya?" kata Jungkook di seberang telepon sembari menyetir.

"Kubayar dua kali lipat dan jangan mengeluh, dia sudah tahu apa yang harus dikerjakan."

"Apa kau mulai curiga pada keluargamu sendiri?"

"Sedikit, sebab ketua penyidik bahkan bekerja untuk ayahku. Meski belum terlalu yakin 100% kalau selama ini Ayah dan Yoongi sama-sama memanfaatkanku, mencari bukti sekaligus juga mengkambing hitamkan Seokjin."

"Kurasa persentasinya 50:50 mereka sama-sama mencari bantuanmu sebagai orang yang bersih dari BruteMax, orang akan lebih percaya pada pihak yang berada di tengah-tengah sepertimu," kata Jungkook.

"Bisa jadi, kupikir menemui Junhyung lebih dulu dari ketua penyidik akan menemukan sedikit titik terang."

"Jim, bisa-bisanya kau masih mengejar saksi padahal besok kau akan menikah. Calon istrimu kuat juga, Kirana bahkan memintaku cuti kerja dua minggu sebelum pernikahan atau dia akan membatalkannya."

Jimin mendesah panjang. "Jangan membuatmu merasa semakin bersalah pada Sera, Jungkook. Aku tahu pekerjaanku ini bisa menjadi masalah di kemudian hari," tukasnya.

"Memangnya pekerjaanmu lebih penting dari calon istrimu?"

"Sama-sama penting, bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda."

"Cih! Playboy memang punya banyak alasan untuk pembelaan diri."

Obrolan santai itu terputus sepihak bahkan sebelum Jimin memaki temannya itu, dia berjalan menuju resepsionis untuk menjelaskan janji temu dengan Junhyung. Dua menit kemudian dia sudah naik ke lantai 27, berdiri di hadapan Junhyung yang sudah lama tidak ditemuinya.

"Apa kabar, Paman Kim. Lama sekali kita tidak bertemu." Jimin membungkuk hormat, sebelum duduk di sofa di seberang meja kaca persegi.

"Ya, benar. Dulu kau masih kecil, tapi sekarang sudah menjadi Pengacara hebat."

"Belum sepadan denganmu, Paman. Aku masih perlu belajar lebih banyak lagi."

"Kau terlalu merendah, Jimin." Junhyung tersenyum samar. "Oh, terima kasih sudah membantu Seokjin untuk kasusnya. Keadaan semakin kacau saja, terlalu banyak nama yang terlibat."

"Paman, apa ketua penyidik Kim Nam Joon pernah menemuimu sebelumnya?"

"Tidak. Memang penyidik sudah mendatangiku, tapi seingatku namanya bukan Namjoon. Ada apa rupanya?"

"Paman, sejujurnya aku memerlukan bukti pendukung untuk Seokjin. Kurasa ada nama-nama yang sengaja ditutupi dan lolos dari operasi Suchwita sebab orang dalam, ada saksi mata yang sengaja dibungkam oleh kepolisian demi tokoh-tokoh sentral.

"Seokjin menjadi salah satu kambing hitam, meski dia terbukti bersalah dalam pencucian uang dan terlibat pada proyek Daechwita. Paman, apa ayahku memintamu tutup mulut? Apa yang sebenarnya Paman ketahui dari proyek besar ini?" tanya Jimin terus terang, waktunya tidak banyak lagi, sebelum pihak Namjoon kembali mengambil alih.

Junhyung tidak langsung menjawab, memandangi Jimin bersama senyum yang kelewat samar sampai Jimin tidak menyadarinya.

"Kau terlalu berani mengulik kasus ini, Jimin. Bukankah besok kau akan menikah?"

The CovenantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang