7

551 146 50
                                    


Hari ini Cho Sera bangun lebih pagi dari biasanya, bahkan lebih pagi dari Jimin yang terbiasa bangun pukul lima, Jimin masih tidur tengkurap seperti orang mati. Sera mengusap bahu Jimin pelan tapi tidak ada respon, berusaha membangunkan suaminya dengan cara lembut sebelum akhirnya mengguncang bahu Jimin kuat-kuat.

"Oppa, bangun!"

"Hhmm...." Desahan bercampur erangan sangat rendah terdengar, mata Jimin masih terpejam, mengendus sedikit tanpa memutar badan.

"Ayo! Waktu kita tidak banyak, cuma sampai jam tujuh."

"Hhmm...."

"Oppa, aku serius ini perintah Ibumu." Sera mengusap rambut Jimin yang berantakan, terkikik geli selama jari-jarinya berada di antara surai hitam yang sekarang semakin berantakan.

"Hhmm...."

"Jangan cuma hm... hm... doang, ayo cepat bangun!"

"Ini jam berapa?" Jimin mengusap matanya yang masih kesat, lalu memutar badan pelan-pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini jam berapa?" Jimin mengusap matanya yang masih kesat, lalu memutar badan pelan-pelan. Matanya tertutup satu, satunya lagi terbuka sedikit, dia menguap lebar, mengerjap mmandangi Sera yang tampak kabur di atasnya.

"Jam setengah lima."

"Mau apa bangun sepagi ini di hari Sabtu, kau lembur kerja?" Mata Jimin sudah terbuka meski cuma segaris, mengumpulkan semua nyawa yang masih tertinggal di bawah bantal.

"Ibumu bilang kita harus melakukannya pagi-pagi supaya aku cepat hamil, kualitas pagi lebih bagus dari kualitas malam."

Jimin mengerjap, mencoba sepaham dengan Sera yang sudah siap-siap, nyaris mendudukinya. Di detik berikutnya sinyal di pangkal paha Jimin berdering, dia menghela napas sebentar lalu tertawa melihat Sera yang tahu-tahu sudah melepas piyama tidur.

"Aku mau di atas," kata Sera, selagi menggelung rambutnya asal.

Jimin menyeringai, menarik Sera sampai jatuh di atasnya. "Aku tidak suka di bawah." Suaranya serak dan sangat dalam, kemudian satu gerakan cepat dia telah mengubah posisi mereka.

Jimin melepas bra hitam yang Sera pakai, membuangnya sembarangan, menurunkan lengan sampai sangat rendah. Siap-siap serangan fajar, tetapi Sera tiba-tiba berseru tentang hal yang membuatnya mengernyit.

"Ibu bilang harus pelan-pelan, setelah selesai baru cepat-cepat bantu aku menaikkan kaki."

"Sera, cara itu tidak masuk akal."

"Memangnya kenapa?"

"Kalau kau minum obat berbentuk cair dan lupa dikocok, apa kau akan berguling-guling supaya obatnya tercampur di lambungmu?"

"Iya."

"Hah?!" Jimin menyalak tanpa sadar, tidak habis pikir dengan pernyataan Sera yang ajaib.

Sera tertawa, mengusap wajah Jimin yang mengernyit bingung.

The CovenantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang