return

3.6K 350 1
                                    

Malam menyapa tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Seingat Vernon setelah puas menangis dia langsung mengajak Rala pulang kembali ke Mansion nya menggunakan sihir untuk mempersingkat waktu.

Setelahnya dia menyerahkan Rala pada para pelayan juga orang kepercayaannya untuk di urus.

Sisanya dia habiskan untuk merenung di kamar sendirian dengan aturan tidak ingin di ganggu oleh siapapun.

Di malam yang dingin ini dirinya sedang berada di area balkon kamar dengan minuman mengandung alkohol di depannya. Tatapannya mengadah menatap langit malam yang menampakan sinar bulan. Pikirannya terus menerawang mengingat kenangan masa lalu yang lumayan menyakitkan.

Entah sudah beberapa kalinya seorang Vernon menghela nafas dengan mata yang kadang terpejam meresapi rasa sesak dan nyeri seolah terhimpit di dadanya.

"Semuanya sudah terlambat." Bisiknya pada angin malam yang kini mulai menerpa tubuhnya.

Kini pandangannya mengarah ke depan dimana hamparan hutan di balik tembok pembatas mansion nya terlihat. Sebuah ingatan melesat dengan cepat di dalam pikirannya.

Saat itu dirinya sedang mengajak Nawasena berjalan-jalan di hutan. Mereka berhenti di sebuah lahan kosong yang di depannya persis jurang. Tempatnya lumayan ektrim memang tapi di bawah jurang sana terdapat pemandangan yang indah membuat Nawasena sangat bersemangat untuk menatapnya meski harus dari kejauhan.

"Sangat indah, aku jadi bingung bagaimana yang maha kuasa mempersiapkan tempat untuk umat manusia tinggal se detail itu?" Pertanyaan random Nawasena lemparkan pada Vernon.

"Mungkin saat membuatnya perasaan yang maha kuasa sedang bagus? Jadi dia membuat dunia ini sebaik mungkin." Jawaban Vernon terkesan sekenanya tanpa berfikir terlebih dahulu.

"Kau tau apa yang aku takutkan?" Tanya Nawasena tiba-tiba.

"Kau takut laba-laba." Jawab Vernon seraya membenarkan pakaian Nawasena yang agak berantakan. Saat menuju kesini dia sempat membawa kuda dengan kecepatan tinggi mungkin itu sebabnya pakaian Nawasena agak berantakan.

"Bukan itu maksudku." Nawasena mencoba menjelaskan apa yang dia pikirkan.

"Lalu?"

"Kau tau apa yang aku takutkan selain meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya?"

Vernon menggeleng pelan.

"Meninggalkan luka untuk seseorang. Aku takut menyakiti orang lain."

Vernon menatap Nawasena bingung. "Kenapa kau berfikir akan menyakiti orang lain?"

"Aku mungkin pemeran utama dalam hidupku Tuan, tapi bisa jadi peran ku di hidup orang lain adalah pemeran antagonis. Aku takut aku menyakiti orang lain. Terutama orang-orang yang ku sayangi."

"Aku tidak mengerti maksudmu." Vernon mengutarakan apa yang dia rasakan saat ini, yaitu kebingungan.

"Aku pernah berfikir, sebenarnya otakku saja yang terlalu banyak berimajinasi. Tapi aku pernah membayangkan ketika aku pergi meninggalkan dunia ini selama-lamanya aku takut menyakiti orang-orang yang ku sayangi." Ada jeda sebentar.

"Aku takut mereka bersedih dan merasa kehilangan karena aku lenyap dimakan waktu. Bukankah ketika aku membuat mereka sedih tandanya aku pemeran antagonis di hidup mereka?" Lanjut Nawasena dengan ekpresi yang sukar di terka.

Vernon tertawa tidak menganggap serius kata-kata Nawasena. "Maka dari itu jangan pergi, jangan menghilang untuk selama-lamanya. Tetap disini bersamaku."

PetrichorWhere stories live. Discover now