pedang

869 110 18
                                    

Ragana sejenak menahan nafas, bukan, bukan karena dia terkejut akibat pedang yang tiba-tiba ter-arah padanya melainkan ter-arah pada Nava juga sebab posisi Nava kini tepat di sebelahnya.

"Bergerak sedikit saja, aku pastikan habislah kalian." Ancam seseorang dibalik tudung yang menutupi wajahnya.

"Aku tidak memiliki urusan denganmu." Ujar Ragana dengan tenang. Berbeda dengan hatinya yang bergemuruh juga jantung yang mendadak berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Ada. Tentu ada. Gadis ini." Tunjuk laki-laki bertudung putih pada Nava. "Dia memiliki urusanku denganku. Begitu juga kau."

Ragana mengeraskan rahang. Merasa geram bukan main saat ada orang asing--- yang belum tentu bangsawan berani menunjuknya dengan tidak sopan namun bagaimanapun pikirannya masih berfikir rasional untuk tidak mengamuk sekarang juga.

"Turunkan jarimu." Titah Ragana tegas.

"Bagaimana jika aku tidak mau?" Tantang laki-laki bertudung putih.

"Kau menyerang ku dengan niat, kau jelas tahu siapa aku. Berikan kesopanan mu maka akan ku ampuni dirimu."

Suara tawa menggema cukup kencang di area sepi ini. Suara tawa itu mengisyaratkan nada remeh yang sangat amat kental. Dan pelakunya tentu saja laki-laki bertudung putih. "Kau beruntung karena kau cukup penting baginya, jika tidak aku benar-benar berniat membunuhmu... Juga ayahmu."

Ragana hampir gila, hampir hilang kewarasan untuk menyerang laki-laki di depannya tapi entah keberanian dari mana Nava melihat itu langsung menahan gerakan Ragana dan laki-laki itu menurut, mengurungkan niat untuk menyerang.

"Kau mengenal ayahku?" Tanya Ragana datar.

"Kenapa kau menahan seranganmu? Padahal senantiasa menunggu ayunan pedang itu." Tantang laki-laki bertudung putih di susul suara kekehan ringan.

"Jawab saja pertanyaanku!" Ragana berujar cepat.

"Aku mengenal ayah mu, sangat." Laki-laki bertudung putih itu menjauhkan pedangnya dari Ragana dan Nava tapi gantinya, hampir sepuluh orang yang menyerang mereka kompak mengarahkan masing-masing ke arah Ragana dan Nava mengantikan laki-laki bertudung putih itu.

"Kami terlalu akrab untuk dibilang hanya saling kenal. Sebab kami pernah merebutkan beberapa hal." Jelas laki-laki bertudung putih dengan tubuh yang kini membelakangi Ragana juga Nava.

"Kalian dari suku Bat bukan? Aku dari suku Bat! Kita satu suku, tolong lepaskan kami!" Pinta Nava dengan nada memohon.

Ragana yang mendengar itu langsung mencengkram tangan Nava tidak lupa berbisik dengan nada tajam. "Jangan memohon pada musuh! Itu akan membuatmu kalah bahkan sebelum bertarung!"

"Tapi aku tidak mau Tuan terluka." Ujar Nava dengan mata yang berkaca-kaca.

Dia sudah melewati banyak hal buruk semasa hidup apalagi kenangan belakangan ini tentang penculikan, kekerasan, dan pelecehan. Dia merasa masih baik-baik saja dengan semua itu, dia masih mampu melewatinya. Tapi jika dia harus melihat Ragana terluka hari ini, di tempat ini bahkan terancam keselamatan jiwa dan raganya Nava tidak kuat, dia tidak mampu.

Dia lebih memilih kalah sebelum bertarung jika hal itu membuat Ragana terus aman, tanpa terluka sedikitpun.

"Hm kisah romansa yang menggelikan." Komentar sebuah suara yang sumbernya dari laki-laki bertudung putih.

"Diam!" Ujar Ragana kesal.

"Jadi aku harus menonton adegan klise ini terus-terusan?"  Laki-laki berjubah itu berbalik mendekati Ragana. "Begini saja, buat semua ini menjadi cepat. Serahkan perempuan di sampingmu dan beritahu dimana Gladiola?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 25 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PetrichorWhere stories live. Discover now