Rahasia pencipta

2.6K 265 1
                                    

Gladiola membuka mata, kini tidak ada teriakan Brian yang diisi oleh umpatan. Hanya ada keheningan dan gelap mengelilinginya.

Apa dia sedang bermimpi? Kenapa dia bisa seperti ini?

Apakah dia tadi mengkonsumsi racun dan berakhir tewas untuk yang kedua kalinya? Yang benar saja! Dia bahkan baru mulai menyusun hidup baru. Ya meskipun tidak di pungkiri ketakutan selalu melingkupi dirinya di setiap hari tapi tetap saja, lebih baik hidup daripada tewas dengan tidak etis seperti ini.

"Halo?..." Gladiola berusaha mengeluarkan suara, sebab keheningan dan gelap di sekelilingnya perlahan membuat Gladiola merasa tidak nyaman.

Tidak lama kemudian sekeliling yang menggelap berubah menjadi putih. Benar-benar sekelilingnya di lingkupi warna putih.

"Aish ini ada apa sih?" Tanyanya mulai takut.

Tiba-tiba sebuah layar besar menyala tepat di depannya. Layar itu menampilkan Gladiola muda, namun perlahan-lahan layar tersebut semakin membesar hingga kini Gladiola merasakan dirinya berada di tempat yang sama dengan Gladiola muda tempati.

"Apa ini ingatan Gladiola lagi?"

Gladiola muda terlihat berjalan dengan langkah berat, raut wajah nya tidak berseri. Terlihat hanya kesedihan yang melingkupi gadis itu.

Gladiola muda berhenti tepat di sebuah rumah yang lumayan mencolok dari rumah lainnya.

"Permisi." Panggil Gladiola.

Keluarlah laki-laki berbadan besar dengan pakaian yang lumayan mewah. "Ada apa?"

"Aku ingin menukar perhiasan, dengan uang."

"Bisa ku lihat dulu perhiasan mu?" Pinta sang laki-laki tambun itu.

Dengan tangan gemetar serta raut tidak ikhlas Gladiola muda memberikannya. "Ini."

Laki-laki itu terlihat mengangguk beberapa kali, kemudian meletakan perhiasan itu ke atas timbangan. "Harga ini paling hanya mampu ku bayar sebanyak dua belas keping emas."

Gladiola muda terlihat terkejut. "Aku memberikan satu set perhiasan kenapa semurah itu?"

Laki-laki tambun tersenyum maklum. "Emas yang kau berikan adalah emas lama, kadar emasnya juga menurun, aku seharusnya memberikan delapan koin emas. Tapi untukmu aku berikan dua belas, bagaimana Gladiola?"

Mata Gladiola muda terlihat berkaca-kaca. "Terima kasih telah berbaik hati Pak Fin, maaf merepotkan mu. Tidak apa-apa aku menerima harga aslinya saja."

Pak Fin tersenyum kemudian mengelus kepala Gladiola dengan lembut. "Sebentar lagi akan di tetapkan apakah wilayah kita akan jadi perbatasan atau tidak. Mungkin dua bulan lagi pengumuman itu akan di sebar. Jika wilayah ini benar-benar jadi wilayah perbatasan tolong pergilah dari tempat ini ya?"

"Akan ku usahakan."

Pak Fin tersenyum. "Ini koin emas mu."

Gladiola menerima dan menghitungnya. "tunggu, ini lima belas koin emas? Kau bilang awalnya akan memberikan dua belas karena harga aslinya delapan. Apa maksudnya Pak Fin?"

"Aku tahu ini perhiasan terakhir milikmu kan? Kau anak baik, selalu membantuku ketika berkebun dan lain-lain. Anggap saja itu bonusmu."

"Terima kasih." Gladiola muda memeluk Pak Fin dengan erat.

"Pergilah. Adikmu pasti sudah menunggu."

Gladiola mengangguk dan pergi. Jalanan yang Gladiola muda lewati adalah jalanan yang sering dia lewati saat masih tinggal di gubuk reyot bersama Brian. Dia tidak menyangka jika di masa lalu jalanan itu adalah jalanan yang ramai oleh kegiatan sehari-hari penduduk.

PetrichorWhere stories live. Discover now