horse

646 97 20
                                    

perjalanan terasa sangat lama bagi Ragana karena untuk ke wilayah Paramastri mereka menggunakan kereta kuda yang Kaisar Vijendra sediakan bukan naik kuda yang seperti Ragana lakukan.

Estimasi perjalan mereka satu hari dua malam seharusnya, tapi setelah terjadinya huru-hara di wilayah netral beberapa wilayah lain menutup akses jalan antara wilayahnya dan wilayah Netral demi menyelamatkan diri agar kerusuhan tidak merambat semakin jauh.

Mau tidak mau mereka harus memutar jalan, atau bahkan mencari jalan tikus demi sampai wilayah Paramastri.

"Dan aku sudah menghabiskan dua hari di perjalanan." Ragana menghembuskan nafas frustasi.

"Tuan baik-baik saja?" Tanya Nava yang duduk di depannya.

Ragana menatap Nava malas, entahlah agaknya dia menyesal membawa gadis tidak jelas itu ke Wilayah Paramastri dan berjumpa dengan Gladiola.

Sedari kemarin dia terus di hantui dengan pikiran bagaimana nanti reaksi sang kakak jika tahu dirinya kembali bersama seorang gadis ---oke dia tidak tahu Nava betulan masih gadis atau tidak tapi tetep saja dia membawa anak orang ke Mansion Vernon.

"Dia pasti mengira gadis ini kekasihku." Pikir Ragana dengan malas.

"Apa aku kembali ke wilayah Sibyl saja ya?" Gumamnya seraya menatap jendela kereta kuda yang menampakan pemandangan senja.

"Tuan berbicara apa? Saya tidak dengar bisa ulangi?" Nava memasang wajah serius berusaha memfokuskan kupingnya.

"Aku tidak berbicara denganmu, jangan terlalu percaya diri." Ketus Ragana.

Nava mengangguk saja, dia sudah mulai terbiasa dengan Ragana yang ketus dan sinis jadi kini dia tidak pernah mengambil hati segala tindakan kurang baik yang Ragana lakukan, berbeda dengan dulu saat mereka baru bertemu.

" Apa boleh aku ikut ke kediaman Marquess itu? Aku hanya orang asing." Tanya Nava setelah keberaniannya terkumpul untuk bertanya.

"Dari mana kau tau kita akan ke kediaman Marquess?" Selidik Ragana dengan tatapan tajam.

"Aku bertanya pada kusir saat kita istirahat tadi. Apakah aku tidak boleh tahu kemana tujuan kita?"

"Jangan terlalu melewati batas. Kau ku izinkan ikut saja sudah sesuatu yang bagus."

"Tapi kita akan pergi bersama." Tegas Nava. "Aku harus tahu kemana tujuan kita. Bagiamana jika mereka tidak menerima ku Tuan? Mereka bisa mengusirku." Ujarnya frustasi.

"Ya tinggal pergi." Ujar Ragana santai. "Mudah bukan?"

"Kau sudah berjanji membawaku, kau harus mempertanggung jawabkan janji yang kau buat." Tembak Nava dengan percaya diri.

Ragana terkekeh seraya mendekatkan kepalanya ke arah Nava. "Apa perlu ku ingatkan kembali percakapan kita beberapa hari lalu? Aku mengizinkan mu ikut. Bukan berjanji membawamu." Tekannya dengan suara rendah.

Nava memundurkan badan, cukup terkejut karena tidak memprediksi gerakan yang akan Ragana lakukan. "Apa tidak ada kesempatan sama sekali untuk ku Tuan?"

Alis Ragana terangkat sebelah.

"Apa tidak ada kesempatan ku untuk mendapatkan perlakuan lebih baik darimu?" Nava berujar lebih jelas.

"Kau bahkan berani meminta lebih sekarang?" Ragana menatap Nava serius. "Dengar---"

"Tuan membebaskan aku." Potong Nava mengikuti gaya bicara Ragana. "Aku bisa pergi kemanapun semau ku, aku bebas.  Aku tahu! tapi keinginanku adalah ingin tetap di samping Tuan! Dimanapun Tuan berada."

"Aku menolak." Ragana menyandarkan punggungnya seraya meletakan lipatan tangan diatas dada.

"Kenapa?" Tanya Nava dengan serius. "Aku betulan ingin selalu ada di samping Tuan, aku bahkan berani untuk bersumpah di atas nama yang maha kuasa jika anda tidak percaya."

PetrichorWhere stories live. Discover now