Jaman.

3.2K 277 2
                                    

Brian tidak ingat kapan terakhir kali dia sedekat ini dengan seorang perempuan. Sedari dulu dia selalu menjaga diri dengan baik seperti nasihat dari mendiang ibunya.

Di saat banyak bangsawan berpangkat tinggi seperti dirinya yang memanfaatkan 'pangkat' dengan memiliki istri, selir, simpanan dan lain-lain Brian salah satu dari kelompok orang yang tidak melakukan semua itu.

Bukan sesuatu yang aneh memang. Pada zaman ini emansipasi wanita bukan sesuatu yang lumrah. Wanita tidak ada bedanya dengan gandum dan beras dimana yang punya uang dapat membelinya. Perbudakan, penjualan wanita, pelacur semuanya adalah hal yang wajar di temui pada zaman ini.

Tidak jarang Brian ditawari banyak wanita di pesta perayaan kemenangan setiap kali Kekaisaran Arkal menang dalam perang tapi Brian selalu menolak. Dia tidak ingin tidur dengan sembarang wanita meskipun dia di tawari wanita masih perawan sekalipun. Karena menurut Brian dia memiliki harga diri yang tinggi hingga tidak bisa sembarang wanita yang berada di atas ranjangnya.

Ya sekali lagi bangsawan dengan segudang harga dirinya.

Tapi entah kenapa bersama Gladiola Brian tidak memiliki rasa siaga seperti biasanya. Dia tidak jijik, muak dan benci jika berada di dekat gadis itu.

Dulu di gubuk reyot milik Gladiola tidak jarang mereka berbagi ranjang untuk tidur--- ini betulan tidur bukan tidur yang lain, karena memang mereka hanya memiliki satu ranjang dan Brian terima-terima saja tidur dengan Gladiola tanpa adanya rasa penolakan di dalam dirinya. Bahkan dia suka bagian dimana Gladiola memeluknya di tengah ketidaksadaran saat tertidur. Pelukan hangat yang menyenangkan.

Seperti saat ini.

Dia sedang di atas ranjang dengan Gladiola yang tertidur di sampingnya. Ruangan yang gelap dengan pantulan sinar bulan tidak mampu membuat Brian mengalihkan padangan pada wajah damai di depannya ini.

"Kau ini, kenapa sangat imut sih? Kadang aku tidak percaya mulutmu sering mengumpat ketika melihat wajah polos mu saat tidur."

Brian mengelus pipi Gladiola pelan. Pipinya halus, putih dan entah kenapa Brian serasa tidak ingin berhenti mengelusnya.

"Kau tau ini jam berapa?" Suara serak Gladiola yang bangun dari tidur membuat Brian terkesiap.

"Entah mungkin pukul satu pagi? Jam tidak terlalu terlihat lantaran gelap." Brian berusaha fokus menatap jam dinding tapi pandangannya mengabur karena gelap merambati kamar ini.

"Berhenti!" Gladiola merengek kesal. "Aku ingin tidur kau terus mengacaukan tidurku!"

Brian terkekeh. "Memang apa yang ku lakukan?"

Gladiola menatap Brian dengan mata yang melotot, niatnya ingin menakuti laki-laki itu tapi kesan yang Brian lihat malah imut. "Kau tiba-tiba datang tadi dengan mengebrak pintu, itu yang pertama." Gladiola menarik nafas. "Setelah makan malam aku baru merebahkan diri kau malah merengek minta ditemani mengerjakan berkas-berkas milikmu, itu yang kedua. Dan sekarang aku sedang pulas-pulasnya tidur kau malah terus mengganggu ku dengan mencolek-colek pipi terus!"

"Aku tidak bisa tidur." Keluh Brian.

"Itu terserah mu bisa tidur atau tidak. Aku benar-benar mengantuk Brian."

Brian mengangguk. "Baiklah mari tidur, dengan syarat kau memelukku."

Gladiola menggeleng ribut. "Aku sudah mengizinkan kau tidur disini saja sudah luar biasa! Kau tau di budayaku dulu jika kita tidur berdua sekasur seperti ini dengan status yang belum jelas lalu ada orang lain yang melihat, kita akan dinikahkan secara paksa karena telah berbuat zina!"

"Benarkah?" Brian bertanya serius.

"Tentu."

"Bagus, ayo kita menikah." Jawab Brian dengan santai.

PetrichorWhere stories live. Discover now