midnight

2.5K 262 2
                                    

Brian merasa benar-benar penat. Pekerjaan di meja kerjanya seolah-olah tidak ada habisnya. Dia muak bertatapan dengan kertas-kertas berisi banyak angka dan huruf. Bahkan kini sudah nyaris tengah malam dan dia baru bisa keluar dari meja kerjanya.

Suasana kastil Gilbert sepi karena segala aktifitas yang biasa di lakukan di setiap harinya berhenti di pukul enam sore.

Terlihat di beberapa titik banyak kesatria yang berjaga, sesuai permintaan Brian. Iya semenjak kedatangan Gladiola, Brian mulai memperketat segala penjagaan kastil untuk mencegah hal-hal buruk akan terjadi.

Brian berjalan menuju kamarnya yang kini di tempati oleh Gladiola. Kamarnya berada di lantai tiga hingga mau tidak mau dia harus mengeluarkan tenaga lebih untuk sampai di lantai tiga.

Entah kenapa hari ini dia merasa tubuhnya lebih penat daripada biasanya. Tadi siang dia juga sempat migren mendadak namun berkat obat yang tabib berikan kondisi kepalanya menjadi lebih baik.

Kreak!

Suara pintu terbuka menggema saat Brian mendorong pintu kamarnya. Namun bukannya di sambut oleh senyum Gladiola, Brian malah menemukan keadaan kamar yang kosong.

Dengan langkah tegas Brian berjalan menuju area balkon. Namun di area balkon juga dia tidak menemui Gladiola. "Dimana gadis itu?"

Brian terdiam sebentar. Mulai berfikir kemana kira-kira Gladiola akan pergi, namun tidak ada satu tempat pun yang muncul di otaknya ini. Setelah berfikir cukup lama Brian memutuskan untuk ke arah dapur.

Namun sebelum tubuhnya benar-benar berbalik kembali masuk ke kamar Brian tidak sengaja melihat siluet orang yang dia kenal di area taman. Tidak jadi berbalik Brian memutuskan untuk menatap taman mawar yang letaknya di sisi kanan tidak jauh dari kamarnya ini.

Dia melihat Gladiola sedang berbicara dengan seorang laki-laki. "Siapa laki-laki itu?".

Dan saat laki-laki itu berbalik Brian dapat dengan jelas melihat wajah laki-laki itu. "Ragana?" Ujarnya agak terkejut.

Brian terdiam. Mulai mengamati dari balkon lantai tiga kamarnya.

"Di taman, malam hari, laki-laki dan perempuan. Kira-kira perbincangan seru apa yang mereka bahas?" Monolog Brian dengan suara rendah.

Brian mengamati dengan jelas bagaimana ekpresi Gladiola, dia tidak bisa mengamati ekpresi Ragana karena posisi Ragana saat ini kembali membelakanginya. Tangan Brian terkepal erat saat melihat Gladiola memegang tangan Ragana. "Brengsek!" Makinya.

Brian hendak bener-bener berlari menghampiri mereka namun dia berusaha menahan hasrat nya untuk menonjok Ragana. Ingin tahu sejauh mana mereka berbicara.

Di tiap detik Brian melihat Gladiola dan ragana berbicara di tiap detik juga hasrat ingin membunuh Ragana selalu bertambah. Apalagi saat melihat Gladiola terjatuh menghantam tanah penuh bunga mawar itu.

"Ingatkan aku untuk memberikan setidaknya seratus putaran lari pada Ragana mengelilingi kediaman ini." Bisik Brian.

Brian benar-benar menyaksikan sampai selesai pembicaraan antara Ragana dan Gladiola. Dia tidak berniat menghampiri Gladiola awalnya, namun saat melihat Ragana pergi meninggalkan Gladiola dengan kondisi menangis membuat Brian akhirnya menurunkan ego dan menghampiri Gladiola.

Brian meloncat dari balkon lantai tiga untuk mempersingkat waktu, tubuhnya yang letih mendadak tidak terasa. Yang dia pikirkan bagaimana secepatnya dia sampai di depan Gladiola.

"Brian!" Pekik Gladiola memanggil Brian yang kini sedang berjalan ke arahnya. Tanpa ba-bi-bu Gladiola langsung memeluk Brian erat.

Brian tidak menjawab, namun tubuhnya membawa tubuh Gladiola ke dalam pelukan. Membiarkan gadis itu menangis sepuasnya di dadanya ketimbang di dada laki-laki lain, apalagi Ragana. Jika itu benar-benar terjadi Brian akan mengubur Ragana hidup-hidup.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang