Matahari

1.2K 160 25
                                    

Hawa dingin menerpa pipi Gladiola membuat tidurnya terusik. Berusaha mencari posisi lebih nyaman Gladiola mencari sandaran untuk menyandarkan kepala disusul menarik selimut sampai selimut itu menutupi seluruh tubuhnya.

Ketimbang hari-hari lain, entah kenapa hari ini tidurnya serasa lebih nyaman. Gladiola sudah mulai kembali tenggelam dalam mimpi saat mendengar suara samar-samar memanggil namanya.

"Ola, sayang. Jangan menutupi wajahmu dengan selimut kau akan sulit bernafas."

Gladiola membuka mata, hal pertama yang dia lihat adalah Brian yang menatapnya dengan senyum tipis yang sialnya selalu berhasil membius seorang Gladiola. Tidak berlebihan, tidak pula terlihat mencolok, namun teduh dan mengantarkan rasa tenang serta kenyamanan, apakah Gladiola sudah pernah mengatakan bahwa Gladiola suka sekali dengan senyum tipis pria itu? Jika pelakunya tahu, pasti Brian akan merasa bangga.

Setelah sadar dari masa pengumpulan nyawa Gladiola langsung menutupi wajahnya karena penampilan bangun tidur adalah penampakan yang sangat amat berantakan bagi Gladiola dan dia merasa tidak percaya diri.

"Sayang-sayang kepalamu peyang." Sahut Gladiola seraya menjauhkan wajah Brian agar tidak terlalu dekat dengannya.

Brian tertawa, lantas tangannya menarik kedua tangan gadis itu untuk memaksanya bangun. "Ayo sarapan."

Gladiola menatap Brian protes. Dia sedang merasa sangat nyaman untuk tidur. Kenapa laki-laki di depannya ini terus mengusiknya agar bangun?

"Sarapan? Yang benar saja aku mau tidur!"

Brian menggeleng tidak setuju. "Ayo makan, biar aku suapi."

Gladiola menggeleng. "Kau duluan."

Brian ikut menggeleng. "Kau harus makan, cepat."

Tanpa memberikan waktu untuk Gladiola kembali protes Brian sudah meraih piring di nakas dan mulai menyuapi Gladiola dengan telaten. Gladiola yang masih belum mengumpulkan tenaga untuk memberontak akhirnya menurut. Meskipun kini terlihat gadis itu terlihat ogah-ogahan menerima suapan Brian.

"Semalam kau menungguku?" Tanya Brian di sela-sela suapannya.

"Hmm." Jawab Gladiola.

"Untuk apa?" Tanya Brian lagi.

Gladiola tersadar akan sesuatu. "Kau yang memindahkan ku kesini?"

Brian mengangguk.

"Kenapa terlalu lama pulang? Kau lembur sampai jam berapa semalam?" Tanya Gladiola menuntut.

"Lembur? Apa itu lembur?" Brian bertanya dengan nada bingung. Sebab kosa kata itu benar-benar pertama kali dia dengar dari mulut Gladiola.

"Maksudnya kau bekerja sampai selarut itu? Lembur artinya bekerja melebihi batas jam normal biasa kau bekerja." Gladiola berusaha menjelaskan dengan raut yang ikut kebingungan. "Kau mengerti tidak? Bagaimana ya menjelaskannya?"

Brian mengangguk paham, agaknya dia mengerti penjelasan Gladiola. "Semalam rapat besar-besaran dilaksanakan, kemarin pagi aku hendak memberitahumu hanya saja... Ya kau pasti mengerti bukan."

"Hmm." Jawab Gladiola.

Brian mengarahkan sendok yang berisi suapan terakhir pada Gladiola. "Kau makan dengan lahap." Puji Brian seraya mengusap kepala Gladiola.

Gladiola tertawa merasa lucu dengan tingkah Brian yang memperlakukannya seperti anak kecil. "Kau bertingkah layaknya aku balita."

"Kau lebih gemas dari balita." Gombal Brian seraya menaik-turunkan alisnya.

Gladiola kembali tertawa, kali ini tanpa sadar tangannya mengacak-acak gemas rambut Brian membuat Brian tertegun sejenak dan setelahnya kembali tertawa menyambut tawa gadisnya.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang