Are You Okay?

28 2 0
                                    

Setelah pertemuannya dengan tuan Dominic, Erick memulai kehidupannya dari bawah, Erick juga membawa serta bundanya untuk tinggal bersama di apartement yg di tempatinya, sedangkan Erwin adiknya menghilang entah kemana setelah kabar tertangkapnya ayahnya saat itu, Erick tidak tau dimana keberadaannya, menurut Erick, Erwin sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri termasuk bertanggung jawab untuk kebutuhan pribadinya.

Rumah mewah kediaman Pranata juga di sita oleh bank karena tidak mampu membayar angsurannya, Rumah itu sudah lama di gadaikan oleh Bondan untuk menafkahi selingkuhannya yg saat ini tengah hamil muda, Bunda Erick syok mendengar fakta tentang betapa bejatnya suami yg selama ini menjadi panutannya, Bunda Erick tidak menyangka atas masalah yg bertubi - tubi menimpa keluarganya, ternyata selama ini kecurigaannya benar jika suaminya telah bermain curang di belakangnya, kini hanya penyesalan yg menemani bunda Erick karena dulu sempat menentang orang tuanya yg melarangnya untuk tidak menikah dengan Bondan.

Erick juga masih bekerja di perusahaan MW Group sembari memantau perusahaan Pranata Group yg sudah di ambil alih kepemimpinannya oleh tuan Dominic karena memang beliau pemegang saham terbesar saat ini. Erick dan keluarganya hanya memiliki 25%, sisanya milik tuan John 15%, nyonya Michele 15%, tuan Dominic 33%, dan nyonya Widya 12%.

Untuk beberapa tahun kedepan Erick masih mempunyai tabungan untuk memenuhi kebutuhannya sehari - hari dan juga bundanya. Mungkin Erick juga akan membukakan usaha kecil - kecilan untuk bundanya agar tidak bersedih dan melamun memikirkan kebejatan ayahnya selama ini. Erick ingin membuat bundanya ceria kembali seperti sedia kala, karena sekarang yg menjadi prioritas utamanya hanyalah bundanya. Andai Kiara ada di sampingnya sekarang, pasti Erick tidak akan  serapuh ini, selama ini hanya Kiara yg menguatkan dan menjadi semangat dirinya untuk menghadapi dunia yg kejam ini.

***

"Arun, keruangan saya segera". Perintah Devian lewat sambungan interkom.

Dengan segera Arunika beranjak dari kursinya dan bergegas keruangan CEO'nya.

Tok Tok Tok

Arunika memasuki ruangan Devian setelah mendapat sahutan dari dalam.

"Ada yg bisa saya bantu pak?". Tanya Arunika berdiri di hadapan Devian yg bersekat meja kerja Devian.

Devian meresponnya dengan anggukan, "Coba kamu cek ulang dan sekalian revisi". Ucap Devian sambil menyodorkan tiga map ke arah Arunika.

"Baik pak, ada lagi?". Tanya Arunika lagi yg di jawab gelengan oleh Devian.

"Kamu bisa mengeceknya di sofa sana, karena saya butuh berkas itu hari ini untuk saya pelajari". Ujar Devian sambil menunjuk sofa di sebelah kanannya dengan dagunya yg langsung di angguki oleh Arunika. Ketiga berkas itu merupakan berkas yg akan di bawa untuk meeting besok ke luar kota.

"Baik pak". Setelahnya tidak ada percakapan diantara keduanya.

Devian yg masih duduk di kursi kebesarannya tampak lebih berkarisma jika sedang serius mengerjakan pekerjaannya yg berkutat dengan laptop di depannya, di tambah kacamata baca yg bertengger di hidung mancungnya membuat aura ketampanan Devian lebih bersinar. Apalagi jika di pandang dari tempat duduk Arunika saat ini, membuat Arunika yg tadinya sedang mengerjakan tugasnya menjadi gagal fokus saat menatap kearah Devian.

Arunika geleng - geleng kepala berusaha mengusir pikirannya yg terus menyuruhnya agar menatap sosok tampan di hadapannya saat ini.

"Kamu kenapa Arun?, sakit kepala?". Tanya Devian yg tak sengaja menoleh kearah Arunika.

Arunika yg di tanya seperti itu entah bagaimana raut wajahnya, yg jelas wajahnya sudah memerah seperti tomat busuk karena menahan malu akibat ketahuan sedang memandangi CEO'nya.

"Ti- tidak apa - apa pak". Jawab Arunika gugup.

Devian yg mendengar jika Arunika tidak apa - apa menjadi lega dan kembali berkutat dengan laptop dan berkas - berkas di depannya.

Dua jam berlalu akhirnya tiga map yg harus Arunika cek sudah selesai, saat akan beranjak dari duduknya Arunika di kagetkan oleh suara yg mengintrupsinya dari arah samping, lebih tepatnya yg duduk di sampingnya.

"Apa sudah selesai?". Tanya Devian yg entah sejak kapan duduk di samping kiri Arunika.

Arunika yg kaget mendengar suara Devian dengan spontan memegangi dadanya.

"Maaf aku mengagetkanmu Run, coba sini biar aku lihat". Ucap Devian lagi sambil meminta berkas yg berada di tangan Arunika. Dengan teliti Devian membaca ketiga berkas itu, Devian tersenyum simpul saat berkas di hadapannya sudah di revisi ulang oleh Arunika. Devian benar - benar bangga mempunyai sekretaris seperti Arunika yg cantik, cerdas dan cekatan. Apalagi Arunika bisa merevisi ketiga berkas itu dalam kurun waktu dua jam, padahal tadi saat Devian membacanya dia masih belum tau dimana letak kekurangannya.

"Arun besok kamu ikut aku ke luar kota untuk meeting dengan klien di Jogja". Mendengar penututan Devian dengan cepat Arunika mengalihkan tatapannya kearah Devian.

"Maksudnya gimana pak?".

"Besok temani saya ke luar kota selama tiga hari, dan kamu bisa membereskan keperluanmu untuk tiga hari ke depan sehabis pulang kerja nanti".

"Kenapa mendadak pak?, saya belum mempersiapkan apapun, bukannya biasanya bapak perginya dengan pak Erick?". Protes Arunika.

"Saat ini saya tidak ingin membebankan Erick dengan pekerjaan berat apalagi mengajaknya keluar kota karena saat ini ada bundanya yg membutuhkan sosok Erick di sampingnya, dan dia baru saja mendapat masalah besar di keluarganya pasti pikirannya saat ini masih kacau".

"Iya pak, saya mengerti".

"Jangan terlalu formal Arun kita hanya berdua, oh ya besok aku yg akan menjemputmu di apartement jam 06 : 00 wib karena pesawatnya akan lepas landas jam 07 : 30 wib". Arunika hanya bisa mengangguk saja. Untuk urusan seperti ini Arunika sangat mempercayai Devian karena sudah pasti Devian memperhitungkan semuanya.

***

Pagi ini apartement Arunika sudah di gaduhkan dengan bel yg tidak henti - hentinya berbunyi, dengan langkah tergesa - gesa Arunika membuka pintunya, di dapati CEO'nya sekaligus mantan kekasihnya yg sudah stand by di hadapannya padahal jam masih menunjukkan 05 : 00 wib, Devian datang satu jam lebih awal dari waktu yg di janjikan. Devian beralasan jika dirinya ingin membangunkan Arunika agar jangan sampai terlambat berangkat ke bandara.

Tanpa menunggu di persilahkan masuk oleh sang pemilik rumah, Devian sudah nyelonong masuk lebih dulu dan mendudukkan pantatnya di sofa. Devian memainkan ponselnya sembari menunggu Arunika yg pergi ke kamarnya untuk bersiap - siap.

Setengah jam kemudian, Arunika keluar dari kamarnya menuju dapur, tadi Arunika sempat memasak nasi goreng untuk mengganjal perutnya, setelah di panaskan dan di tata rapi di meja makan, Arunika memanggil Devian untuk sarapan bersama, Arunika masih sangat hafal dengan kebiasaan Devian yg akan melewatkan acara sarapannya di pagi hari, padahal waktu juga masih cukup panjang jika menggunakan beberapa menit untuk menyempatkan sarapan.

Devian yg memang tidak bisa menolak permintaan Arunika hanya bisa menurut saja, Devian menjadi mesam - mesem sendiri saat Arunika dengan cekatan mengambilkan nasi goreng untuknya, sudah seperti pasangan suami istri yg romantis, pikirnya.

Pikirannya melayang jauh membayangkan betapa bahagianya hidupnya kelak jika dia bisa bersanding dengan Arunika selamanya, sudah pasti hari - harinya akan di penuhi dengan tawa dan kebahagiaan, apalagi jika mereka mendapatkan anak yg lucu - lucu dan tentunya raut wajahnya akan cantik dan tampan seperti dirinya dan Arunika.

Arunika mengernyitkan dahinya saat mendapati Devian yg hanya mesam - mesem sendiri tanpa menyambut uluran piring yg sudah terisi satu porsi nasi goreng beserta telur mata sapi diatasnya.

"Dev.. Devian, are you okay?". Tanya Arunika membuyarkan khayalan Devian.

My CEO is My Ex (On Going)Where stories live. Discover now