Fakta Baru

30 2 0
                                    

"Bagimana oma, apa yg di katakan oleh Dokter Andre?". Tanya Arunika membuyarkan lamunan oma Renata.

"Apa kamu sering mengalami pusing kepala hingga pingsan seperti itu?". Bukannya menjawab, Oma Renata malah balik bertanya pada Arunika.

"Tidak Oma, hanya saat potongan - potongan memory itu muncul dan saat aku memaksa untuk mengingat semuanya, karena aku rasa itu adalah sebuah petunjuk yg berkaitan dengan tante Raline dan juga Bunda". Ucap Arunika sambil memegangi kepalanya.

"Jangan di paksa jika itu membuatmu pusing apalagi stres, pelan - pelan saja kamu pasti akan mengingat kembali yg penting tetap mengikuti terapi dan pengobatan". Ujar Oma Renata sambil mengusap lembut rambut panjang Arunika.

"Apa Oma ingat waktu aku menanyakan tentang kalung yg di pakai tante Marissa satu bulan yg lalu?". Oma Renata mengangguk, Beliau tentu ingat dengan pembicaraan mereka sebelum Arunika pingsan, hal itu juga yg membuat oma Renata nekat menghubungi Bagas agar bisa berbicara empat mata. Namun sayangnya Bagas masih berada di luar negeri sibuk mengurus bisnisnya yg saat ini berkembang pesat dan belum bisa terbang ke tanah air, mungkin saat acara perayaan ulang tahun MW Group dua minggu lagi Bagas akan pulang ke Indonesia.

"Kalung itu mirip seperti yg ada di dalam potongan memory ku Oma". Lirih Arunika. "Oma apa Arun boleh melihat foto mendiang tante Raline?, Arun hanya ingin memastikan sesuatu". Arunika menatap wajah Oma Renata dengan tatapan memohon.

"Baiklah, kamu tunggu disini sebentar". Oma Renata masuk ke dalam kamarnya dan kembali lagi dengan figura di tangannya. "Ini, kamu bisa melihatnya". Oma Renata menyodorkan figura yg berisi foto wanita cantik kearah Arunika.

"Apa ini mendiang tante Raline?". Tanya Arunika mendongak menatap oma Renata, "Kenapa wajahnya mirip sekali dengan wanita yg ada di potongan memory itu". Gumamnya tapi masih bisa di dengar oleh oma Renata.

"Apa kamu tahu sesuatu Arun?". Oma Renata penasaran ketika mendengar gumaman Arunika.

"Iya oma, dalam potongan memory itu Wanita ini ah-maksudku wanita yg mirip tante Raline ini sedang di todong menggunakan pisau oleh wanita cantik yg berpakaian kantor agar mau menyerahkan kalung yg melingkar di lehernya, wanita cantik itu juga memaksanya agar mau memberikan pengakuan palsu dengan merekam suaranya tapi saat Bundaku masuk dan memergokinya, wanita cantik itu malah melukai bunda dan menyeretnya pergi dari kamar itu setelah sebelumnya ... Ahh". Ucapan Arunika terpotong karena rasa pusing di kepalanya.

Deg

Mendengar perkataan Arunika tubuh oma Renata menegang di tempat, wajahnya syok dan tidak bisa berkata - kata. Oma Renata terkejut dengan sepenggal fakta yg baru saja di dengarnya, ketika ingin menanyakan lebih detail kepada Arunika, oma Renata memilih untuk mengurungkannya saat melihat wajah Arunika yg pucat pasi di tambah ringisan yg keluar dari bibir mungilnya sambil memegangi kepalanya, serta keringat dingin yg mengucur membasahi dahinya, oma Renata dengan segera memapah tubuh Arunika untuk berbaring di ranjangnya, meski sedikit kesulitan oma Renata berhasil mendudukkan Arunika di pinggir ranjangnya, namun sedetik kemudian dia kehilangan kesadarannya, Arunika pingsan.

Oma Renata yg melihat Arunika pingsan menjadi panik, dengan cepat oma Renata menyambar ponselnya untuk menghubungi dokter Andre sekaligus Devian agar datang ke kamarnya.

Braakk

Dengan tidak sabar Devian membuka pintu kamar oma Renata yg tidak di kunci, nafas Devian terdengar ngos - ngosan di tambah peluh yg menetes di dahinya, oma Renata yakin jika Devian baru saja berlari dari lantai satu menuju lantai dua kamarnya.

"Apa yg terjadi dengan Arun oma?". Tanya Devian sambil menyeka peluh di dahinya.

Devian duduk di tepian ranjang sambil menatap wajah pucat Arunika, Devian membelai surai hitam Arunika dengan lembut, di genggamnya jemari lentik itu sambil sesekali di kecupnya.

"Arunika memaksa untuk mengingat kejadian yg membuatnya amnesia, dan... ", oma Renata ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Dan apa Oma?". Tanya Devian dengan tidak sabar. Melihat perubahan mimik wajah Oma'nya Devian yakin jika ada sebuah rahasia yg tidak di ketahuinya.

"Arunika mengatakan jika...". Kalimat oma Renata terpotong oleh ketukan pintu dan di susul oleh suara pelayan yg menginterupsi jika dokter Andre sudah datang dan menunggunya di bawah.

Devian bergegas menemui dokter Andre dan mengajaknya naik ke kamar oma Renata.

Lima belas menit kemudian, dokter Andre menatap oma Renata dan Devian bergantian setelah selesai memeriksa Arunika.

"Apa nona Arunika sebelum pingsan mengatakan sesuatu?". Tanya dokter Andre.

Oma Renata mengangguk cepat, "Iya dok".

Dokter Andre menggangguk - anggukkan kepalanya, "Nona Arunika terlalu memaksa untuk menggali semua ingatannya itu menyebabkan sakit di kepalanya muncul dan tubuhnya menjadi drop, tapi kalian tidak perlu khawatir selama nona Arunika tetap rutin menjalani terapi dan pengobatan nona Arunika akan baik - baik saja dan dalam waktu lima belas menit akan segera sadar".  Jelas Dokter Andre.

Devian dan oma Renata menghela nafasnya lega mendengar penjelasan dokter Andre.

Setelahnya Devian mengantar dokter Andre ke bawah.

"Jika memang perkataan Arunika tadi benar berarti Arunika adalah satu - satunya saksi mata tentang kematian Raline, dan aku yakin wanita yg di maksud Arunika itu adalah Marissa". Batin Oma Renata.

***

Lima belas menit kemudian, ringisan keluar dari mulut Arunika, dengan perlahan kedua kelopak matanya terbuka, Arunika bangun dari pingsannya.

"Sshhh.. ". Lirih Arunika sambil memegangi kepalanya.

"Arun kamu sudah sadar sayang?". Tanya oma Renata yg sedari tadi duduk menunggu di sampingnya.

Arunika mengerjap - ngerjapkan matanya, di perhatikannya sekelilingnya,  bukan kamarnya tapi ini kamar oma Renata, ternyata tadi dia pingsan di kamar oma Renata saat membahas potongan memory itu.

"Oma.. ", lirih Arunika sambil menoleh kearah oma Renata.

"Iya sayang kamu mau apa?, minum dulu ya". Ujar oma Renata sambil menyodorkan gelas yg berisi air putih dan membantu Arunika untuk minum.

Setelah meneguknya hingga setengah, Arunika bertanya pada Oma Renata, "Devian dimana oma?".

"Devian sedang mengantar dokter Andre ke bawah, mungkin setelah itu dia pergi ke ruang kerjanya untuk mengecek email dari klien", ucap oma Renata sambil mengusap puncak kepala Arunika pelan, "Apa perlu oma panggilkan Devian?". Tanya oma Renata.

"Tidak perlu oma". Jawab Arunika, Arunika menatap oma Renata serius, "Oma ada yg ingin aku bicarakan?".

"Iya silahkan Arun, kamu gak usah canggung gitu, anggap saja saya pengganti oma kamu yg sudah tiada". Arunika menanggapinya dengan mengangguk.

"Arun minta agar oma merahasiakan tentang apa yg Arun ceritakan tadi, terlebih dari Devian". tutur Arunika.

"Kenapa Arun?, bukankah sudah seharusnya Devian berhak mengetahui semua itu?". Dahi oma Renata mengernyit heran dengan pemikiran Arunika.

"Memang Devian berhak mengetahui semuanya, tapi tidak untuk sekarang oma, Arun tidak mau jika Devian mendengar cerita tadi dia jadi gegabah dan merusak rencana yg sudah kita susun". Jelas Arunika.

"Kamu benar Arun, Devian pasti marah dan tidak akan tinggal diam jika mendengar fakta yg mengejutkannya". Oma Renata menyetujui penjelasan Arunika.

Tring

Ponsel Arunika berbunyi, tanda ada chat masuk. Di raihnya ponsel yg terletak di atas nakas itu, saat membaca pesan yg di kirim melalui email itu Arunika menyeringai sinis.

"Siapa yg menghubungimu Arun?". Tanya oma Renata setelah melihat seringai sinis dari wajah Arunika.

"Oma pasti tidak akan percaya dengan fakta yg baru saja anak buahku temukan". Kata Arunika.

"Memangnya fakta tentang apa Arun?".

"Oma bisa lihat sendiri". Ujar Arunika menyodorkan ponselnya kearah oma Renata.

Deg

Oma Renata terkejut setelah membaca email dari anak buah Arunika, tangannya terkepal erat dengan wajah yg merah padam menahan amarah.

"Kurang ajar, berani - beraninya dia menipuku".

My CEO is My Ex (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang