04 Dapat Tantangan

8 3 2
                                    

Di lapangan basket universitas, sekelompok mahasiswa bertubuh tinggi sedang bermain basket. Cukup banyak mahasiswi duduk di bangku-bangku untuk menonton mereka. Salah satu di antara pemain basket itu adalah pemuda yang dikagumi oleh Kezia.

"Jordan itu yang rambutnya disemir biru sebagian," tunjuk Alan dari luar pembatas lapangan. "Aku kenal dia dari SMA. Sebenernya tipe dia itu cewe yang sporty. Tapi ngga tahu kenapa dia justru sekarang deketin Kezia yang bertolak belakang dari kriterianya. Makanya aku ngerasa dia punya agenda tersembunyi."

Natasha mendengarkan sambil menganalisa pemuda itu dari jauh. "Oke," katanya.

"Kamu kan preman. Biasanya preman bisa main basket kan? Coba tunjukin keahlianmu sama dia. Bikin dia jatuh hati." Alan mengusulkan sebuah ide yang dianggapnya brilian.

"Ngga semua cewe tomboy bisa main basket kali. Kebanyakan nonton film ya lu?" sergah Natasha.

"Hah? Jadi kamu ngga bisa main basket?"

"Bisa."

"Lah? Terus kenapa kamu bilang—ah, ya udah. Yang penting ternyata kamu bisa. Sekarang mendingan kamu kesana, gabung sama mereka. Tunjukin pesonamu." Alan membuka tangannya, mengarahkan Natasha untuk masuk ke dalam lapangan.

Natasha tidak merespons dengan kata-kata lagi. Ia langsung masuk ke dalam lapangan dan berjalan mendekati para pemain basket itu.

Ketika mendapati seorang gadis memasuki lapangan, para mahasiswi berhenti bersorak-sorai. Mereka mulai berbisik-bisik sehingga para pemain basket turut terdistraksi.

Bola yang dilemparkan ke ring pun meleset, tapi dengan sigap Natasha menangkapnya. "Hei. Gua lagi taruhan sama temen gua disana," ia menunjuk ke arah Alan hingga ia kelabakan, "untuk tembak three point. So, apa gua boleh ambil waktu kalian satu atau dua menit?"

Salah satu dari pemain itu berseru riang, "Kamu Natasha The Sun kan?" dengan menyebutkan julukan populernya. "Yang pernah ngalahin Jordan waktu itu?" Ia menyenggol lengan kawan di sebelahnya.

Pemuda berambut biru itu tersenyum. "Hi again, Nat." Ia mengulurkan tangannya dan berjabat tangan dengan gadis itu. "Temen lo ngga ngerti reputasi lo atau gimana sampai nantang lo taruhan?"

Natasha mengedikkan bahu. Sekilas ia menengok ke arah Alan yang merasa kebingungan akan apa yang sedang terjadi. Dalam hati ia tertawa penuh kemenangan karena mengenal pemuda yang menjadi targetnya. Persyaratan ini akan dijalaninya dengan mudah. "Ngga tahu tuh. Mungkin karena cupu," ujarnya menuai tawa para pemuda berotot itu.

Jordan merentangkan sebelah tangannya, mempersilakan Natasha untuk mengambil tempat. "Shoot your way to victory," ucapnya.

Segaris senyuman mengembang di wajah Natasha. Ia berjalan di belakang garis three point lalu men-drible bola beberapa kali, sebelum akhirnya dengan lihai menembakkan bola.

Sring. Bola masuk ke dalam ring. Para pemain basket bersorak untuk Natasha sementara mahasiswa yang menonton menyampaikan kekagumannya dengan 'wah' yang seirama.

"Hebat, hebat. Terus hadiah taruhannya apa nih?" Jordan menjadi penasaran, diikuti anggukan yang lainnya.

"Well, it's not a big deal. Cuman traktir makan di depan kampus," jawab Natasha, mengarang cerita.

Jordan ternganga tidak percaya, begitu pula dengan yang lainnya. "Gimana kalau gue traktir lo aja? Anggap gue bayar taruhan yang tertunda atas kemenangan lo waktu itu. Okay?"

Natasha tersenyum. "Doesn't sound bad to me," jawabnya setuju. Ia tidak perlu sampai menggoda Jordan seperti keinginan Alan hanya demi mendekatinya. Semesta nampaknya berpihak padanya.

Pacarku Op(p)a SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang