19 Terima Pujian

8 3 2
                                    

Hari Senin tiba, saatnya kembali ke kampus. Saatnya pula akan bertemu Alan, mau tidak mau. Meskipun lokasi gedung fakultas mereka cukup berjarak, itu tidak berarti mereka jarang bertemu. Bisa dipastikan setidaknya ada satu kali pertemuan.

Itu semua jelas karena Tiara. Ia adalah awal dari semuanya dan merupakan jembatan yang akan terus menerus ada di antara kedua insan ini. Padahal Alan punya kumpulannya sendiri dan ia notabene punya reputasi yang memudahkannya masuk ke lingkaran pertemanan manapun.

Tetapi pada faktanya, yang dianggap Natasha aneh, pemuda itu justru lebih memilih untuk nongkrong bersama kerabatnya dan sahabat dari kerabatnya. Apa yang ada di pikiran Alan? Ia tak mengerti.

"Lan, gimana skripsi? Udah gua bantuin cari partisipan isi kuesioner lu loh. Mestinya lu traktir gua makan enak lah." Natasha mengisi waktu dengan obrolan sembari menunggu Tiara yang tumben datang terlambat.

Sambil asik memakan keripik kentang yang hampir setengahnya habis, Alan menjawab, "Gampang. Mau ditraktir apa deh, bilang aja. Tapi aku harus selesain bab lima dulu ya. Targetnya sih minggu depan. Soalnya dosen pembimbingnya minta cepet."

"Ada berapa bab sih skripsi tuh?" Natasha menjadi ingin tahu lebih. Pikirnya, barangkali ia bisa belajar sesuatu untuk bekal nanti.

Alan membersihkan kedua telapak tangannya dari remahan keripik, lalu meneguk sedikit air mineral dari botol. Barulah ia menjawab, "Ada lima. Pendahuluan, Kajian Pustaka, Metodologi Penelitian, Hasil Penelitian dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran." Singkat dan lancar, begitulah penjelasannya.

Melihat Alan yang selama ini selalu slengekan dan tampak seperti bad boy saja, Natasha sampai terbengong-bengong. "Ini Alan Kim yang gua kenal kan?"

"Maksudnya apa tuh? Kamu pikir karena penampilanku ganteng sejagad raya, aku bodo? Cuman ngandelin fisik?"

Natasha menggelak tawa. "Nah itu tahu. Astaga dragon. Udah bab lima aja, padahal masih baru lewat tengah semester. Cepet banget dong berarti. Hebat!" Ia bertepuk tangan memuji.

Namun karena itulah Alan menjadi heran. Kerutan di dahinya menumpuk sampai berlapis-lapis. "Ini Natasha Wong yang aku kenal kan?" Ia mengembalikan ekspresi yang sama yang diberikan padanya tadi.

Natasha mencebikkan bibirnya. "Yah, dianya ngebales. Iya, lu sih ngga kenal gua. Meskipun gua nyablak, kalau emang mau muji ya gua muji. Dan itu tulus," belanya pada diri sendiri. "Lagian ngapain juga sih kasih pujian palsu? Biar nyenengin orang lain? Ah, you can't please everyone, man."

Alan mengacungkan jempol yang ia tempelkan di pipi Natasha, tapi langsung disingkirkannya.

"Eh, kotor tangan lu, dodol! Wajah gua yang cantik jelita ini ngga boleh ternodai," protes Natasha, membersihkan pipinya.

"Alah, gitu aja manja. Preman tuh ngga perlu cantik. Nih, nih." Alan semakin menjadi-jadi. Ia menempelkan kedua telapak tangannya di pipi Natasha, sengaja membuatnya lebih kotor.

Natasha tidak terima lalu memasukkan tangannya ke dalam kantong keripik itu, membuat telapak tangannya kotor dan menempelkannya pada kedua sisi pipi Alan sebagai balasan. "Alan Kim!" Ia berseru saat pemuda itu berlari pergi dan mengejarnya.

Mereka berputar-putar di sekitaran meja, yang satu mengejar yang lain. Benar-benar terlihat seperti anjing dan kucing.

"Hmm, udah pacaran aja nih." Suara Tiara menengahi perseteruan mereka yang tengah memanas itu.

"ENGGA!" keduanya berseru kompak, tapi kemudian duduk kembali karena lelah. Saat menyadari mereka duduk bersebelahan, Natasha berpindah ke sisi lain, malas berdekatan.

Tiara pun duduk di samping Natasha. "Duh, kalian ini ngga usah sembunyi-sembunyi kalau pacaran. Udah lah, ngaku aja," godanya lebih lanjut. Ia memang berharap kedua insan itu menjadi satu saja ketimbang bertengkar terus-menerus.

Pacarku Op(p)a SahabatkuWhere stories live. Discover now