26 Saingan dari Masa Lalu

6 2 2
                                    

"Lei kiu meng-menga?"

"Namamu siapa?"

"Alan, Bo."

"Lei hai pinto yan a?"

"Kamu dari mana?"

"Dari Bali."

"Lei keto soi a?"

"Usiamu berapa?"

"Dua puluh dua."

Begitulah percakapan selama lima belas menit di awal bertemu antara sang nenek dan Alan, dengan Natasha yang menerjemahkan. Rasanya sudah seperti acara bincang-bincang dwi bahasa yang ada di TV. Satu-satunya penonton di sana, Nathan, terkikik-kikik sendiri menikmati.

Hanya karena sudah waktunya pergi ke gereja untuk merayakan Natal saja, percakapan berhenti. Alan mungkin tidak keberatan dengan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh sang nenek. Namun tidak begitu halnya dengan Natasha yang harus menerjemahkan kedua belah pihak.

"Bobo kamu ngga papa ditinggal ditinggal sendirian di rumah?" tanya Alan memastikan.

"Tenang, Ko. Bobo itu banyak temennya disini," Nathan yang menjawab. "Makanya, jujur gua ngga begitu kesusahan ngurus Bobo. Kalau ngga karena sakit, sekarang pasti lagi di rumah tetangga. Entah ngobrol sambil nonton TV atau main mahjong."

"Oh gitu ya..." Alan mengangguk-angguk.

Suara dering HP Natasha terdengar. Ia mengangkat panggilan yang masuk itu segera. "Ya, Ko? Oh, udah deket? Mobil lu apa? Lah kan itu mobil gede. Bisa masuk? Gua aja yang jalan kesana kalau gitu. Oke." Saat panggilan berakhir, ia memberitahu kedua pemuda di sampingnya, "Yuk jalan ke depan gang. Mobilnya ngga bisa masuk."

Ketiganya pun meninggalkan area rumah. Mereka menemukan sebuah mobil Fortuner hitam terparkir disana.

Ketika jendela mobil terbuka, tampak seorang pemuda tampan sedang tersenyum. "Nat!" sapanya.

"Hei, Ko!" sapa Natasha balik dengan tangannya terangkat setengah tiang.

Pemuda itu keluar dari mobilnya dan memberi pelukan singkat pada Natasha, hingga membuat Alan terkejut dan siaga.

"Weh... Makin ganteng aja lu, Ko," Natasha memujinya.

Berlagak membetulkan blazer yang dipakainya, pemuda itu berkata, "Yah, lu tahu lah ini bawaan lahir."

Tawa Natasha lepas. "Termasuk songongnya ya," balasnya.

Sementara mereka saling bercanda, Nathan diam-diam berbisik pada Alan. "Ko, ati-ati ditikung. Cowo ini dulu pernah suka sama Ce Nat. Mereka sempat deket pas SMA," beritahunya.

Demi diketahuinya informasi itu, Alan langsung merangkul Natasha.

"Ah, ini siapa?" Pemuda itu sedikit tertegun melihat adegan itu.

"Halo. Saya Alan, pacarnya Natasha," ujarnya memperkenalkan diri. Ia mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh pemuda itu.

Natasha melipat bibirnya, merasa geli dalam hati. 'Pasti ini kerjaannya, Nathan, bikin Alan cemburu.' Ia melirik pada adiknya yang kemudian mengedipkan mata padanya sekali.

"Oh, pacarnya. Saya Matthew, temen deketnya Natasha waktu SMA." Ia menggunakan bahasa sopan, menyamakan level dengan Alan. "Yuk, masuk ke mobil. Kita ngobrol sambil jalan aja."

Mereka pun masuk ke dalam mobil. Nathan duduk di samping Matthew, sementara Alan dan Natasha ada di jok tengah. Setelah itu mereka meninggalkan area Pademangan, menuju gereja yang ada di Jakarta Barat.

"Dari mana asalnya, Alan?" tanya Matthew membuka percakapan, menunjukkan kepribadiannya yang ramah dan mudah bergaul.

"Dari Bali," jawab Alan.

Pacarku Op(p)a SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang