34 LDR Sebentar

4 3 2
                                    

"Selamat siang, Pak Alan. Ini laporan keuangan yang paling updated." Manajer keuangan yang jauh lebih senior dari pimpinan perusahaan ini mempersembahkan dokumen yang sudah diminta dua hari lalu itu. Ia masih canggung menyematkan sebutan 'Pak' pada seorang pemuda yang dianggapnya belum berpengalaman itu.

Alan menerima berkas tersebut dan berkata, "Makasih, Bu Hana. Silakan duduk." Ia mengamati tabel berisi angka dengan perhitungannya yang kompleks. Beruntung selama di bangku kuliah ia sudah membekali dirinya dengan banyak ilmu yang akan dibutuhkan dalam menjadi penerus perusahaan. Teori yang susah payah dipelajarinya itu pada akhirnya sangat berguna. "Ini kelihatan timpang sekali ya. Lebih besar pasak daripada tiang. Sangat disayangkan."

Wanita itu mengangguk. "Iya, Pak. Maaf. Kami hanya mengikuti kemauan jajaran pimpinan waktu itu," katanya. "Saya sudah sangat berusaha untuk memberi masukan tapi mereka tidak menerima."

Suara decakan kesal diperdengarkan oleh Alan. "Makanya saya tendang mereka," sahutnya ketus. "Laporan ini sudah termasuk pemotongan biaya di sana sini yang kita diskusikan beberapa hari lalu ya? Ngga ada yang ketinggalan?" Ia meneliti dengan seksama.

"Ya, Pak. Saya dan beberapa staf sudah sama-sama kroscek, supaya tidak ada yang salah," sahut Hana. Ia mendesah. "Pak, sebetulnya saya perlu bicara sesuatu yang cukup pribadi. Apakah saya bisa ambil waktu Bapak sedikit?"

Alan mengalihkan pandangannya dari dokumen itu kepada Hana. Ia sedikit was-was ketika kata 'pribadi' disebutkan. Kemungkinan ada hal yang tak baik akan disampaikan. "Iya, Bu Hana. Ngga papa," ujarnya mempersilakan.

Di bawah meja, tangan Hana saling meremas. Ia ragu bagaimana harus mengatakannya. Tapi ia memberanikan diri untuk berkata, "Saya sepertinya sudah tidak bisa bekerja lagi disini, Pak."

Sontak jantung Alan seperti dihantam batu keras ketika mendengarnya. "Kenapa, Bu? Bukan karena gaji kan? Karena tidak ada pemotongan sama sekali untuk Bu Hana," ucapnya menyelidik.

Hana menggeleng. "Ini lebih karena suami saya merasa bahwa—maaf, saya tidak bermaksud buruk saat mengatakan ini—suami saya takut perusahaan ini tidak akan bertahan. Jadi sebelum itu, saya diminta pindah pekerjaan," beritahunya dengan perasaan bersalah.

Jika berada di posisi wanita itu, Alan mungkin akan berpikir sama. Memang tidak ada jaminan bahwa perusahaan ini akan bertahan. Mustahil baginya untuk menahan Hana. Jawab apa yang harus ia berikan sekarang?

"Pak? Maaf ya, saya menambahi beban Pak Alan," sambung Hana ketika bosnya itu tidak mengucapkan sepatah katapun setelah mendengar perkataannya. Karena tidak enak hati, ia berpikir untuk membantu sedikit lebih lama. "Hmm, Pak. Mungkin saya masih bisa bantu satu bulan lagi. Atau paling lama dua bulan. Kalau belum ada perubahan setelah itu, ijinkan saya untuk melepas tanggung jawab ini."

Tawaran itu adalah sebuah kesempatan yang sangat baik. Alan harus menerimanya karena tidak ada pilihan lain, "Ngga masalah, Bu. Begitu saja saya sudah bersyukur. Terima kasih. Terima kasih banyak. Saya berharap semuanya bisa bekerja sama yang terbaik demi kemajuan perusahaan ini."

Melihat pemuda yang masih tampak rentan itu, hati Hana terenyuh. "Iya, Pak. Saya akan bicara dengan staf yang lain juga untuk bekerja dengan maksimal," katanya.

"Saya pun berjanji tidak akan mengurangi gaji semua staf yang tersisa sepeserpun," tambah Alan. "Kalau perlu, tolong alokasikan gaji saya untuk staf saja."

Mata Hana tiba-tiba berair. Ia tambah merasa bersalah. "Mari berharap dan berdoa bahwa itu tidak perlu dilakukan, Pak. Untuk saat ini kita masih bisa menggaji pegawai tanpa pengurangan untuk tiga bulan ke depan," beritahunya.

"Oke, Bu. Mohon bantuannya ya." Alan beranjak dari kursinya dan memberi hormat pada wanita yang lebih tua darinya itu. "Sekali lagi terima kasih."

Hana pun cepat-cepat beranjak dan balas memberi hormat. "Pak Alan, jangan begitu. Saya yang berterima kasih karena Pak Alan sudah bekerja keras sekali sejak pertama bergabung."

Pacarku Op(p)a SahabatkuWhere stories live. Discover now