56 Bulan Madu (1)

3 1 2
                                    

Pernikahan yang seharusnya dijaga privasinya itu tidak berjalan sesuai permintaan pihak keluarga inti. Para kerabat yang lebih mementingkan ego mereka mengundang jurnalis yang pada akhirnya meliput pernikahan ini dengan judul besar 'Pernikahan Dini Pemilik Travel With Love.'

Mau tak mau berita ini tersebar kemana-mana. Kini tidak ada yang tidak tahu bahwa keduanya sudah berstatus suami istri. Meskipun di beberapa minggu pertama ada banyak cibiran dan rumor palsu terhadap pernikahan mereka, pada akhirnya semua mereda dengan cepat ketika klarifikasi sudah dinyatakan secara terbuka.

Tentu saja mereka tidak mengungkap alasan mereka menikah karena harapan Astika. Mereka lebih memilih untuk berkata bahwa keduanya sudah siap masuk ke dalam rumah tangga secara finansial dan mental. Alhasil, tidak ada yang membantah, terlebih melihat status sosial Alan yang kini naik karena reputasi perusahaannya.

Ekspektasi setelah menikah adalah merasakan perubahan besar di sana sini. Tetapi pada kenyataannya tidak banyak yang berubah di rumah kecuali foto pernikahan berukuran besar yang dipajang di ruang keluarga serta dimana Natasha tidur sekarang. Lagi pula, fokus mereka saat ini adalah Astika.

Baik Natasha maupun Alan sepakat untuk menunda bulan madu. Sampai kapan, tidak ada yang tahu. Keduanya hanya tidak ingin melewatkan satu haripun bersama dengan sang mama. Mereka takut jika apa yang terjadi pada Wenny juga akan berlaku pada wanita itu.

"Sudah lah. Kalian berdua ambil satu minggu, kemana gitu. Kalau ngga mau jauh-jauh, ya udah masih di Bali pun ngga papa. Tenang aja, Mama yakin waktu kalian kembali, Mama masih disini." Astika cenderung memaksa pasangan pengantin baru tersebut. Ia tak ingin merenggut momen kebahagiaan yang seharusnya bisa mereka rayakan berdua.

Yang diajak bicara bergeming. Mereka masih merasa tidak yakin dan bersikeras bahwa bulan madu bukanlah hal yang begitu penting.

"Dengerin Mama ya kalian berdua." Astika terdengar lebih tegas. "Kalau kalian ngga mau bulan madu dan tinggal di rumah aja hanya karena takut Mama udah meninggal, sama aja kalian itu lagi menunggu Mama meninggal. Coba, jahat ngga tuh?"

"Ish, Mama kok gitu sih?" sergah Alan, tidak suka cara Astika bicara.

"Makanya, bertindaklah seolah Mama ngga akan pergi. Siapa tahu memang waktu Mama lebih lama?" paksa Astika. "Sana packing. Nanti Mama minta staf kantor untuk urus booking dan lainnya. Besok berangkat ya."

"Eh? Kok besok sih, Ma? Cepet banget," protes Natasha. "At least, kasih waktu untuk Natasha ajuin ijin absen kuliah." Suaranya menjadi lirih di akhir.

Astika terdiam sejenak, tapi kemudian menyetujui permintaan gadis itu. "Oke. Minggu sore kalian berangkat ya. Tapi Mama yang pilihin tempat kalau gitu," ujarnya. Seperti tak mau tahu lagi, ia meninggalkan ruang keluarga dan masuk ke dalam kamarnya.

Pasangan suami istri muda ini saling memandang dengan bingung. Mereka benar-benar tidak diberi kesempatan untuk membantah lagi.

"Mama keras kepalanya kaya kamu, Nat. Padahal yang anaknya itu aku." Alan menggeleng-geleng heran. "Apa boleh buat sekarang? Kita cuma bisa ngikutin apa yang Mama minta." Ia mengangkat bahu.

Natasha menyisir rambutnya dengan jemari. "Pusing, Lan. Kita pikirin besok aja ya. Aku mau tidur," ujarnya.

Alan tersenyum. "Aku juga mau tidur." Ia menyusul bangkit dari sofa dan menggandeng istrinya.

"Jangan berharap lebih ya." Natasha berjalan lebih dulu hingga otomatis menarik tangan pemuda itu.

Selama masa kuliah belum selesai, Natasha belum mau untuk berhubungan intim. Karena menurut yang ia ketahui, meskipun sudah memakai proteksi, tidak ada yang akan tahu sesuatu mungkin terjadi. Ia masih harus fokus menyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswa dan tidak mau terganggu oleh efek samping hamil dan melahirkan nantinya. Alan bisa memahami hal tersebut dan menyepakatinya.

Pacarku Op(p)a SahabatkuWhere stories live. Discover now