06 Kekecewaan

8 3 2
                                    

"Lu udah hilang akal? Maksud lu apa tadi? Kenapa lu malah mengkambinghitamkan gua, di saat posisi gua tuh ngebantuin lu? Ngga punya perasaan ya lu jadi orang." Natasha memojokkan Alan di luar restoran, seakan secara fisik ia lebih kuat. Ia melampiaskan emosinya.

Alan pun hanya bergeming, tidak berusaha membela diri. Ia tahu bahwa ia sudah melakukan kesalahan.

"Sekarang coba jelasin ke gua, Lan. Apa alasan lu ngelakuin itu ke gua? Emangnya gua udah bikin salah ke lu duluan sampai lu tega giniin gua? Dan sebesar apa?" Natasha mencecarnya dengan pertanyaan demi pertanyaan. Di lubuk hatinya yang terdalam ia berharap agar Alan melakukannya atas dasar alasan yang jelas dan demi kebaikannya.

Alan menaik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. "Nat, maaf ya. Aku udah salah," sahutnya mengakui perbuatannya.

"Hah? Jadi gitu doang? Ngga ada alasan baik?"

Alan menggeleng. "Aku marah dan ngga terima Jordan ngerusak momen yang udah sulit aku dapetin," beritahunya.

Natasha mendengus marah.

"Aku berusaha untuk ngikutin apa yang kamu bilang sebelumnya. Daripada fokus untuk ngejatuhin Jordan, lebih baik aku fokus untuk tunjukin perasaanku ke Kezia. Tapi aku belum sempat minta kamu untuk berhenti ngelakuin syarat dari aku. Dan apesnya kamu lagi sama Jordan di resto ini." Alan mencoba untuk memberi penjelasan tanpa menutup-nutupi sesuatupun.

"Tapi ngga dengan cara cemen kaya tadi lah!" seru Natasha. Matanya masih memancarkan amarah yang menyala. "Asal lu tahu ya, Lan. Gua pikir gua bisa kasih lu kesempatan untuk buktiin kalau lu punya sisi yang baik karena lu kerabatnya Tiara. Tapi yang lu lakuin di dalam tadi udah bikin gua kecewa berat. Gua ngga bisa percaya lagi sama lu, Lan."

Sedari awal hubungannya dengan Natasha memang tidak baik. Namun entah kenapa ucapan gadis itu barusan menorehkan goresan tajam di hati Alan, yang memang pantas diterimanya. Ia hendak mengatakan sesuatu, tetapi ia tidak ada di posisi yang bisa menyanggah saat ini.

"Dengan atau tanpa partisipasi lu di iklan kampus, gua ngga peduli. Malahan lebih baik kalau lu ngga usah terlibat sekalian. Inget baik-baik ucapan gua. Mulai sekarang gua ngga akan anggap lu ada." Natasha yang sudah terlanjur dibuat sakit hati itupun segera pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata pamit.

[ P O S ]

Meskipun suasana hati Natasha sedang tidak baik, ia tetap harus kuliah. Pasalnya ia didukung secara finansial dengan beasiswa prestasi untuk belajar di universitas ini. Ia dituntut untuk memenuhi target akademis jika ingin terus kuliah gratis.

Namun ia memakai segala macam dalih untuk menghindari Tiara. Bertemu dengan sahabatnya sama saja dengan mendengar nama Alan, yang mana adalah hal terakhir yang ia ingin lakukan.

Hanya ada tiga mata kuliah hari ini yang semuanya selesai sebelum pukul dua belas siang. Sisanya ia pergunakan untuk pergi ke fakultas komunikasi dimana briefing untuk iklan kampus akan diadakan.

"Halo, Natasha. Aku Rita, yang bakalan assist kamu nanti." Seorang mahasiswi senior menyambutnya. "Nanti kita bakalan ada beberapa konten yang bakal diperlukan untuk promosi kampus. Kasarnya, kami butuh kamu dan Alan kira-kira satu bulan. Kamu sanggup ngga ya?"

Natasha menyengir. "Selama fee-nya oke, ngga masalah sih," jawabnya terus terang.

Rita menggelak tawa. "Tenang aja. Kampus kita ini terkenal dalam menghargai mahasiswa kok," beritahunya.

"Oke baguslah. Harap makIum, anak kos banyak kebutuhan nih, Kak," aku Natasha. "Oh ya, tapi untuk masalah Alan, kayanya sih dia ngga jadi bisa terlibat."

Pacarku Op(p)a SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang