17 Pernyataan Spontan

7 3 2
                                    

Selesai sudah rangkaian acara Edu Fair. Seminggu terakhir memang cukup berat meskipun tugas Natasha dan Alan hanyalah diwawancarai atau hanya diam menjadi model. Memang yang memberatkan adalah ketika mereka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari calon mahasiswa, yang mana sering bukan tentang kampus melainkan pribadi mereka sendiri. Edu Fair sudah menjadi seperti press conference bagi mereka.

Pada akhirnya, rutinitas kembali seperti biasanya. Tiara yang sudah rindu pada sahabat dan kerabatnya itu menemui mereka di kantin. Ia bertanya mengenai banyak hal tentang apa yang terjadi di Edu Fair seolah belum mendengarnya setiap hari.

Awalnya semua baik-baik saja. Ketiga orang ini asik mengobrol, begitu juga yang lain fokus pada kelompoknya masing-masing. Sampai di satu momen, situasi kantin berubah menjadi ricuh ketika sekelompok mahasiswa yang bukan dari universitas ini datang.

"Mana yang namanya Alan?" Suara lantang seorang pemuda mengisi seluruh area kantin yang besar. Ia bahkan tidak perlu memakai pengeras suara.

Alan bertukar pandang dengan Natasha dan Tiara keheranan. Ia memutuskan untuk tidak menjawab.

Namun pemuda itu gigih mencari tahu dimana Alan kepada orang-orang di sekelilingnya. Tentu saja mereka langsung memberitahu keberadaan senior populer se-universitas ini karena takut dikeroyok oleh pemuda-pemuda bertubuh besar itu.

Lagi-lagi seisi kantin dibuat senyap dan berfokus pada tontonan drama dadakan gratis itu. Beberapa orang sudah siap merekam dari berbagai sisi, mengabadikan momen yang melibatkan duo fenomenal itu.

"Kamu yang namanya Alan?" Pemuda itu sampai di samping targetnya dengan garang seperti hendak membunuh.

Tiara merasa takut hingga ia menarik lengan Natasha dan bersembunyi di balik punggungnya.

"Iya, ada apa ya? Apa kita kenal?" Alan menjawab dengan tenang.

Pemuda itu pun duduk di samping Alan. Ia menatap dengan intens. "Kamu ngga kenal aku, tapi kamu pasti kenal Merry."

Seketika itu juga Alan dan Natasha saling bertukar pandang.

Mengikuti ke arah mana mata Alan pergi, pemuda itu berkata, "Oh? Jadi ini pacar gadungan kamu?" Ia mengangguk- angguk.

"Maaf ya. Maksudnya apa? Tolong jangan bikin keributan disini." Alan berusaha untuk meredam segala emosi dan bumbu-bumbu perkelahian.

Telunjuk pemuda itu mengarah pada Alan dan Natasha. "Kalian ini udah bikin Merry nangis. Kata dia, kamu nolak dia mentah-mentah dan bohongin dia kalau kamu pacaran sama cewe ini. Betul gitu kan?"

"Sebentar, Bli. Bukan gitu ceritanya," Natasha berusaha menengahi.

Namun pemuda itu mengangkat telapak tangannya pada Natasha. "Aku lagi ngomong sama Alan. Bukan kamu," ujarnya. Ia kembali berpaling pada Alan. "Kenapa kamu tolak Merry tanpa kasih dia kesempatan? Padahal kamu belum tahu kalau Merry itu cewe berkualitas. Dia cantik, pinter masak, perhatian. Pokoknya calon Ibu rumah tangga yang baik."

Alan menghela napas panjang. "Karena aku lagi fokus sama satu cewe yang aku kejar dan aku ngga mau mempermainkan dia," ucapan itu dinyatakan dengan ketegasan.

Jantung Natasha berdetak lebih kencang seketika. Ia tahu ke arah mana pembicaraan ini. Ia juga tahu bahwa setelah ini akan terjadi suatu fenomena yang besar.

"Kami memang belum pacaran, tapi aku punya hak untuk tolak Merry. Satu, karena aku suka sama orang lain. Dua, karena aku bisa aja cuma jadi PHP untuk Merry. Apa kamu lebih milih Merry sakit hati karena aku kasih harapan palsu ke dia? Coba pikir baik-baik." Penjelasan yang diberikan oleh Alan sangat gamblang dan masuk akal. Bahkan orang-orang di sekelilingnya setuju dengan mengangguk-angguk.

Pacarku Op(p)a SahabatkuWhere stories live. Discover now