46 Kejutan Susulan

5 3 2
                                    

"Wah, sadis juga ya kamu, Nat. Kalau aku jadi Alex, pasti aku udah malu, sedih, marah, kecewa. Pokoknya campur aduk lah." Alan ternganga mendengar laporan dari kekasihnya. "Aku ngga bisa bayangin gimana perasaan dia."

"Ngga usah dibayangin. Dan jangan sampai jadi kaya dia." Natasha menggeleng dengan mencebikkan bibirnya. "Yang jelas, aku harap Alex ngerti dan ngga sampai bikin masalah lagi. Biar kita berdua bisa fokus juga menata masa depan."

Alan menarik garis bibirnya lebih lebar dari kanan ke kiri. "Wah, udah ngga malu ya kamu ngomong begini," godanya.

"Malu gimana? Kenapa?" Natasha mengernyit tak mengerti.

"Menata masa depan kita berdua kan?" Alan memainkan alisnya.

Sontak Natasha mendorong kekasihnya itu menjauh. Ia tidak siap dan wajahnya langsung memerah. "Astaga dragon. Jadi orang pinter banget nyari celah," komentarnya gemas sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Alan tertawa terbahak-bahak. Ia tidak pernah puas menggoda gadis itu. "Eh, aku tuh jadi keinget masa kita pertama kali ketemu. Kamu sok-sokan berani memperkenalkan diri sebagai pacar aku. Kirain kamu bakalan jadi cewe yang ngejar-ngejar aku loh," kenangnya. "Kok bisa sekarang justru berubah pemalu gini sih?" Ia mencubit sebelah pipi Natasha.

Natasha menyingkirkan tangan Alan. "Aku tuh kalau ngga ada perasaan sama orang, aku ngga bakalan tuh malu-malu," ungkapnya, menjelaskan tentang sisi dirinya yang tersembunyi.

"Oh, jadi kamu sekarang malu-malu karena punya perasaan sama aku?" Alan bertambah giat menggodanya.

Natasha mengerutkan hidung dan bibirnya ke atas sambil menatap pada Alan. "Ya iya lah," tukasnya cepat.

Alan menarik gadis itu ke dalam pelukannya dan memberikan sedikit remasan. "Ya ampun, kenapa cewe aku bikin gemes gini?" ujarnya geli.

Deheman yang datang dari arah kamar Astika terdengar. Wanita itu berpura-pura tidak melihat dan berjalan ke dapur.

Tentu saja karena itu Alan langsung melepaskan pelukannya dari Natasha. "Mama ya.. ganggu aja," candanya.

"Makanya, disahin aja total, biar bisa masuk kamar dan ngga dilihat orang," sindir Astika yang diam-diam merasa geli. Tapi di sisi lain ia sengaja agar mereka bisa segera menikah.

"Natasha biar kelar kuliahnya dulu dong, Ma." Alan kemudian bangkit berdiri dan mengajak kekasihnya itu mendekat pada Astika.

Natasha terkekeh-kekeh. Ia tahu betapa sang camer sudah tidak sabar lagi. Tetapi ia tetap tidak bisa dan tidak mau dipaksa menikah lantaran tidak akan bisa fokus kuliah nantinya. Belum lagi jika berita pernikahannya terkuak, daftar permasalahan mereka akan bertambah panjang.

Astika mengambil botol jus jeruk berukuran satu liter itu dari dalam lemari es. Ia menuangkannya pada gelas yang ada di atas meja. "Iya, iya. Ngomong-ngomong, Natasha, kabar adik kamu gimana? Udah lama Mama ngga denger tentang dia," ucapnya mengganti topik.

Alan bertukar pandang dengan Natasha, merasa sang mama seperti agak kecewa. Tetapi apa boleh buat? Ini bukan hal yang bisa dipaksakan.

"Semua baik, Ma. Nathan bener-bener lagi fokus sama kerjaan di kafe." Natasha duduk menyebelahi wanita itu.

Astika menyodorkan botol jus itu kepada Natasha dan Alan yang memberikan gelengan sebagai respons. "Dia yakin ngga mau kuliah dulu ya?" Ia menanyakan kembali hal yang sudah pernah didiskusikan sebelumnya. Pasalnya ia pernah menawarkan untuk membiayai kuliah Nathan tapi ditolak.

"Ngga pernah Natasha lihat dia seyakin ini, Ma. Tipikalnya anak itu tuh ngga bisa dipengaruhi kalau udah bertekad," beritahu Natasha.

"Kaya kamu ya," celetuk Alan.

Pacarku Op(p)a SahabatkuWhere stories live. Discover now