52 Godaan Demi Godaan

3 1 2
                                    

{Percakapan dalam Bahasa Inggris -- gaya bahasa formal}

Meskipun mendadak, demi menjaga keprofesionalan, rencana perjalanan sudah disesuaikan dengan keinginan Dale dan Paul. Mereka berangkat dari Bali jam delapan pagi dan terbang sekitar empat puluh menit sampai ke Lombok. Perjalanan sampai ke Gili Trawangan diteruskan dengan mobil dan perahu dengan total hampir dua jam.

Namun jarak tempuh sepanjang itu terbayarkan ketika sampai di pulau kecil tapi eksotis itu. Bahkan binar-binar wajah kedua turis asing itu serta Natasha yang baru pertama kali kesana sangat kentara.

Karena waktu hampir menunjukkan jam dua belas siang, mereka langsung makan siang di salah satu restoran rekomendasi Travel With Love. Keempatnya sepakat untuk berbagi makanan agar lebih banyak mencoba makanan baru.

"Rasanya enak sekali. Ini seperti di surga." Dale sampai menutup matanya sangking menikmati makanannya. Momen ini ditangkap oleh Paul yang lebih sering membawa kamera.

Bepergian bersama dengan kedua travel vlogger itu membuat pikiran Natasha dan Alan terbuka tentang proses awal pengambilan video yang nantinya akan diproses. Rupanya tidak semua bisa berjalan mulus, bahkan bagi seorang profesional seperti mereka. Bahkan ada kalanya mereka harus mengulang beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

"Ini adalah makanan rekomendasi pasangan yang manis. Terima kasih, kawan." Dale menginstruksikan agar kamera berpindah kepada Natasha dan Alan yang kemudian melambai ke arah kamera. "Ikuti terus keseruan kami ya." Dale memberi ajakan seakan sudah ada yang menonton.

Setelah merasa cukup mengambil video untuk sesi ini, Paul meletakkan kameranya dan makan.

"Kalian bekerja sangat keras ya. Tidak salah aku mengidolakan kalian," puji Alan, terkesan pada mereka. "Satu pertanyaanku. Kalau kalian sering bepergian bersama, bagaimana dengan kekasihmu Dale? Dan kau juga, Paul, saat masih punya kekasih."

"Aku juga ingin menambahkan pertanyaan untuk kalian jawab sekaligus." Natasha mengangkat tangannya setengah tiang. "Apa respons pacar kalian? Apakah mereka merasa sedih atau tidak karena kalian tidak pernah mengajak mereka dalam perjalanan kalian."

Paul menyikut rekannya. "Kau saja yang menjawab," pintanya.

Dale mengangguk. "Baiklah. Aku tahu kau akan begitu karena kau tidak punya pasangan," ledeknya tapi hanya ditanggapi dengan tawa oleh Paul. "Kurasa aku harus bilang bahwa aku beruntung. Pacarku tidak merasa sedih. Karena aku juga mengajaknya bepergian berdua. Khusus untuk pekerjaan, aku memang hanya bersama dengan Paul demi menjaga profesionalisme. Sementara untuk semua mantan Paul, seperti yang sudah dikatakannya sebelumnya, mereka semua materialistis dan tidak sungguh-sungguh menyukainya."

Paul mendesah. "Kasihan sekali diriku ini. Selalu saja bertemu dengan wanita yang salah," ungkapnya kemudian diikuti tawa yang lain. "Bagaimana dengan kalian berdua? Apakah kalian pernah punya rencana untuk melakukan ini berdua?"

Natasha dan Alan saling bertukar pandang. "Aku memang selalu suka ide untuk bepergian kesana dan kemari. Tetapi aku belum pernah berpikir sampai menjadi seperti kalian. Pasalnya aku harus mengurus keluargaku. Rasanya tidak mungkin aku menghamburkan uang untuk diriku sendiri," ujarnya sedikit membuka hal pribadinya.

"Aku mengerti. Sebelum bertemu dengan Dale, aku pun merasa hal ini mustahil," cerita Paul. Matanya kemudian terarah pada Alan. "Mungkin kau adalah Dale bagi Natasha. Mengapa kau tidak membawanya pada hal yang dia suka?"

Natasha mengangkat telapak tangannya, menghalangi siapapun untuk bicara lebih dulu. "Maaf aku harus memotong," selanya. "Alan terus membawaku pada hal-hal yang aku suka. Bahkan termasuk hal-hal yang kupikir aku tidak sukai. Jadi, mungkin kau harus mengganti pertanyaanmu."

Pacarku Op(p)a SahabatkuDove le storie prendono vita. Scoprilo ora