20 Permintaan Gila

7 2 1
                                    

Di dalam rekening Natasha ada nominal yang cukup besar, bahkan terlalu besar dari perkiraannya. Alan mengirimkan jumlah yang berlebih dengan alasan bahwa mau bahan-bahan berkualitas tinggi. Namun pada faktanya, meskipun sudah dibelikan bahan-bahan terbaik sekalipun, masih ada uang sisa.

Sesuai dengan catatan alergi Alan, Natasha membuatkannya bekal lima hari dalam seminggu berbagai macam menu makanan. Sudah pasti ia turut menikmatinya juga. Betapa bersyukurnya ia karena bisa menyimpan lebih uang ke dalam tabungan dan mengirimnya kepada keluarganya.

Natasha tidak habis pikir bagaimana hal ini bisa terjadi. Terkadang ia merasa bahwa pemuda itu sudah berubah, berbeda sekali dari awal ia bertemu. Tapi tentu saja mulutnya yang ceplas-ceplos itu masih saja sama, seimbang dengan dirinya yang juga begitu.

Biasanya mereka akan bertemu pada jam makan siang di tempat mereka yang biasanya. Namun kali ini Alan meminta tolong agar bekalnya dibawakan ke gedung fakultasnya, karena ia masih belum selesai berdiskusi dengan kelompok kerjanya. Sementara Natasha hanya punya waktu satu jam untuk kembali ke fakultasnya untuk kelas berikutnya.

Tiara pun kebetulan harus menghadiri kelas pengganti pada jam makan siang. Alhasil Natasha akhirnya berjalan sendirian menuju ke tempat dimana Alan berada.

"Udah minta dibikinin bekal tiap hari, sekarang suruh nganterin ke kelasnya. Lama-lama gua jadi babu beneran ini." Natasha mengomel di tengah perjalanannya.

Ini pertama kalinya Natasha pergi ke gedung dimana fakultas pariwisata berada. Ia harus bertanya ke beberapa orang dimana kelas yang Alan maksudkan di Whatsapp. Mereka cukup terkejut tapi tidak merasa aneh karena ia menyambangi gedung ini. Bahkan seorang dari mereka menebak bahwa ia mau menemui Alan. Tanpa banyak beralasan, ia mengiyakan pertanyaan itu.

Kelas dimana Alan berada cukup sepi. Hanya ada dia dan tiga orang mahasiswa dan satu mahasiswi lainnya. Saat Natasha datang, mereka benar-benar sedang serius membahas sesuatu. Tidak heran pemuda itu tertahan di kelas ini dan tidak bisa ke tempat makan mereka biasanya.

Salah seorang dari mereka menyadari keberadaan Natasha. Ia memberi kode mata pada Alan, seolah sudah tahu bahwa ialah yang dicari.

Alan menoleh pada Natasha dan tersenyum. "Thanks ya, Nat. Sori banget beneran ngga bisa kesana," katanya.

Natasha menggeleng. "Ngga papa. Nih bekal lu," katanya menyodorkan sebuah tas bekal.

Keempat orang di hadapan mereka pun menyenandungkan 'ciyeh' berjamaah melihat adegan itu. Mereka saling bersahutan memuji, 'yang udah pacaran' atau 'so sweet banget, jadi ngiri'.

"Bukan pacar. Babu." Natasha memecah suasana manis itu menjadi menggelikan. Tawa pun pecah.

Alan mendesah sambil menggeleng-geleng. "Yee, jangan ngerasa gitu lah. Itung-itung ini buat latihan kamu nanti kalau jadi istri orang," katanya berkilah.

"Istri kamu maksudnya, Lan?" Seorang kawannya menggoda sambil mengerling dengan alisnya.

Alan menggaruk belakang kepalanya. "Orang kan bisa siapa aja," sahutnya dengan jawaban diplomatis.

"Dih, malah jadi bahan bulan-bulanan gua disini yak? Udah ah, balik gua." Natasha tidak mau terlalu lama disana jadinya.

"Eh, Nat, Nat, tunggu." Satu-satunya mahasiswi dalam kelompok itu mencegah. "Guys, gimana kalau kita tanya Natasha sebagai pihak luar? Orang awam lah. Daripada kita debat sendiri?"

Natasha yang tidak tahu menahu tentang apa yang menjadi bahan diskusi mereka tadi menjadi kebingungan. "Duh, apa ya? Jangan bikin gua mikir siang-siang dong. Kelaperan gua udahan ini. Jam setengah dua nanti ada kelas," keluhnya.

Pacarku Op(p)a SahabatkuWhere stories live. Discover now