13 Kesialan Yang Muncul

8 3 2
                                    

Di sebuah mall yang terkenal paling lengkap dan bagus di Bali, Alan meminta Natasha berkeliling mencari hadiah untuk Kezia. Ia berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain selama satu jam terakhir. Tapi sayang tak satupun kunjung dianggap cukup baik oleh Alan.

Natasha sudah mulai uring-uringan dan menolak untuk melanjutkan karena lelah. "Lu tuh nyari yang kaya gimana sih? Dari tadi barang bagus pun ditolak," keluhnya.

"Ini bakalan jadi hadiah terakhirku untuk dia. Jadi aku mau kasih yang terbaik. Bisa sabar ngga sih? Masih ada dua jam juga." Alan bersedekap menatap Natasha dengan kesal.

"Woi! Dua jam tuh singkat. Gua belum istirahat, mandi, ganti baju. Lu kira ini dunia fantasi, terus kita bisa tiba-tiba jadi siap dalam sedetik?" protes Natasha. Suaranya tak kalah keras. "Lagian, lu tuh kayanya bukannya mau kasih hadiah terakhir yang terbaik deh. Lu cuman mau kasih hal yang bikin Kezia nyesel karena udah ngga nerima lu. Ya kan?"

Perkataannya masuk akal dan dalam hati Alan mengiyakan. Tetapi tentu saja ia tidak mengatakan setuju. "Kamu ngga bisa istirahat sore ini. Tapi nanti aku ganti waktu istirahatmu jadi pijat, spa, menicure pedicure sepuasnya. Selama seminggu sekalian kalau kamu mau. Sekaligus hadiah taruhan main basket yang kamu menangin dan belum kamu minta dari aku," ujarnya. "Untuk masalah baju, aku beliin yang baru disini satu set. Mandi bisa di rumah aku deket sini. Sekarang, ayo lanjut."

"Ngga mau. Gua capek banget bolak-balik, dodol. Lu enak duduk doang. Pokoknya dari toko yang habis ini harus ada barang yang lu beli untuk Kezia." Natasha benar-benar menolak mengikuti kemauan pemuda itu karena kakinya tak mampu lagi berjalan. "Pilih, mau toko mana?"

Alan mengambil waktu untuk berpikir. Ia mengamat-amati nama-nama toko yang terhampar di hadapannya. "Ya udah sana ke Chase and Kate aja. Paling deket juga. Aku bisa jalan kesana nyusul. Beliin beberapa set dress bagus warna pastel ukurannya ... hmmm, se-kamu aja. Badanmu seukuran Kezia kira-kira," perintahnya.

Natasha berdecak kesal tapi kemudian melakukannya. Ia berjalan ke toko yang disebutkan dan meminta bantuan pramuniaga untuk memilihkan untuknya. Dirinya terlalu tomboy untuk memilih dress mana yang mungkin menjadi selera seorang feminim seperti Kezia. Beberapa potong dress warna pastel pun dibawakan padanya.

Karena harus tahu apakah semua potong berukuran M itu akan pas nantinya, Natasha terpaksa harus mencoba satu per satu. Seorang pramuniaga membantunya membuka dan menutup resleting.

"Nat, coba aku lihat." Tiba-tiba suara Alan terdengar dari luar kamar pas.

"Ih, ngga mau!" Natasha menolak. Ia tidak pernah memakai pakaian semacam itu di hadapan siapapun. Terlebih saat ini pada Alan yang menjadi musuhnya.

Alan mengetuk pintu kamar pas itu. "Keluar atau aku dobrak?" paksanya.

Lagi-lagi Natasha terpaksa menurut. Ia membuka pintu dan muncul dalam balutan dress berwarna biru muda yang membuat wajahnya cerah. Rambutnya yang tergerai agak tidak rapi disingkirkannya ke belakang saat menutupi wajahnya.

Pemandangan itu membuat Alan terbelalak. Entah mengapa matanya seolah terpatri melihat sosok Natasha yang tampak berbeda dengan dress itu.

"Pacarnya cantik banget." Pramuniaga tadi memuji di samping Alan.

Tanpa sadar Alan mengangguk, tidak menyangkal tentang kesalahpahaman status mereka.

"Heh, malah diem aja. Gimana? Udah pas kan? Bungkus bisa?" Natasha menyadarkan Alan kembali dengan nada suaranya yang sarkastik.

Alan berdehem. "Iya. Oke, bagus. Bungkus semua ya, Mba," pintanya pada pramuniaga itu.

Natasha kembali ke dalam kamar pas dan berganti ke baju aslinya. Setelah diberikannya semua dress yang telah dicoba, pramuniaga itu memberikan nota padanya. Ia mengopernya pada Alan agar ia segera membayarnya.

Pacarku Op(p)a SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang