41 Wejangan Berarti

5 3 2
                                    

"Kenapa kamu pikir ini kurang bagus, Nat? Aku percaya ini kesempatan yang bagus loh untuk bantu Alan. Popularitas kalian pada akhirnya bisa dongkrak reputasi perusahaannya juga." Tiara memberikan pendapatnya. Sebagai mahasiswa hukum ia yakin bahwa strategi menggunakan suara masyarakat ini akan berhasil.

Nathan memperhatikan kakaknya dengan seksama. Sepertinya ia tahu alasan di balik ketidaksetujuannya itu. "Ce Tiara, Merry, gua mau bicara sama kakak gua pribadi dong," pintanya tanpa berbasa-basi. Ia tahu bahwa intervensinya diperlukan saat ini.

"Eh, napa lu ngusir-ngusir mereka?" sergah Natasha.

"Soalnya mereka ngga perlu denger apa yang mau gua sampein ke lu." Nathan dengan tegas menjawab. Ia kemudian memberi kode pada Tiara dan Merry agar mereka memberikan privasi.

Kedua gadis itu tidak merasa keberatan. Mereka dengan kompak pergi meninggalkan meja itu dan berpindah ke meja lainnya.

Natasha tidak bisa membantah. Adiknya tampak benar-benar sedang serius sekarang. "Kok lu kelihatan nakutin sih?" Ia berusaha melempar canda agar situasi tidak terlalu tegang.

Nathan tidak terpengaruh. Ia akan mengatakannya. "Ce, selama ini lu ngira gua ngga tahu apa yang lu alamin sama cowo sialan, mantan lu itu ya?"

Demi mendengar itu, Natasha langsung terbelalak. Jantungnya berdetak sangat kencang sampai kulit di lehernya menjadi agak berkeringat. Kejadian itu memang tidak pernah diceritakannya pada siapapun karena ia tak ingin merasa terluka lagi. Pasalnya membahasnya lagi sama halnya dengan membuka luka lama.

Natasha pernah berpacaran dengan seseorang selama lebih dari satu setengah tahun di masa SMA. Dia adalah seorang pemuda yang berasal dari salah satu keluarga konglomerat di Indonesia. Kisah mereka sempat disebut-sebut sebagai Cinderella Modern karena perbedaan status sosial yang sangat jauh. Lebih tua satu tahun, pemuda itu lulus kemudian pindah ke Amerika untuk berkuliah. Sejak saat itu tidak ada kabarnya lagi sampai saat ini. Ia hilang begitu saja tanpa kata, tak berbekas.

"Jangan berkutat di rasa sakit lu terus-terusan. Move on. Jangan generalisasi semua cowo. Stop being skeptical. Ko Alan tuh beneran jatuh cinta sama lu, tahu," lanjut Nathan.

"Waktu itu, dia juga jatuh cinta sama gua, Than. Semua orang berpikir kami bakalan berakhir sampai kakek nenek. Tapi apa? Dia pergi kan?" Emosi Natasha tiba-tiba merayap naik. "Lu juga mesti ngerti, Than, resiko yang bakalan muncul kalau pakai cara popularitas ini."

Nathan ingin membantah tapi ia menahan diri. Kakaknya sedang tidak berkepala dingin.

"Kalau Dreamy Couple sampai kedengeran di Jakarta, yang ada semua orang yang pernah tahu kisah Cinderella Modern gua sama dia jadi ngerti. Tambahan lagi, mereka bakalan kasih gua label 'gold digger' karena gua ngincer anak orang kaya. Alan itu sebenernya tajir banget, Than, meskipun sekarang perusahaannya lagi bermasalah. Paham ngga sih lu?" Natasha mendesah kesal. Emosinya kini sudah sampai di ubun-ubun. "Kenapa lu harus ingetin tentang ini sih? Kepala gua rasanya hampir pecah."

Keheningan tercipta di antara keduanya untuk beberapa waktu lamanya. Natasha berusaha mengendalikan perasaannya, dan Nathan mencari cara untuk menyampaikan maksudnya dengan lebih baik.

"Ce, kalau lu berusaha ngehindarin topik ini karena lu masih ngerasa terluka, sampai seterusnya lu ngga bakalan sembuh. Yang lu mesti lakuin sekarang tuh kasih kesempatan buat diri lu sendiri mencintai dan dicintai. To be honest ya, Ce, lu salah waktu itu karena terlalu jatuh cinta sama dia. Apa-apa lu korbanin untuk dia. Beruntung lu ngga sampai khilaf dan ngelakuin hal yang di luar batas. Akibatnya, waktu dia kecewain lu, lu tuh kaya orang yang dijatuhin dari pesawat tanpa parasut. Ngga ada persiapan." Nathan berkata panjang lebar, berharap kakaknya menangkap niat baiknya ini.

Pacarku Op(p)a SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang