15 Jebakan

5 3 2
                                    

Sinar matahari menembus masuk ke dalam kamar melalui jendela. Rupanya tirai masih terbuka lebar sejak semalam. Alan tidak ingat bagaimana ia bisa lalai sampai tidak menutupnya. Ketika ia bangun jam dinding sudah menunjukkan pukul enam lewat.

Yang lebih membuatnya heran, dalam genggaman tangannya ada tangan seseorang. Ia hampir saja melompat mendapati sesosok berambut panjang sedang tidur dengan kepalanya di pinggir ranjang.

"Ngapain nih anak disini? Ketiduran?" ucapnya berbisik pada diri sendiri.

Kemudian, Alan melepaskan tangannya perlahan dari tangan Natasha. Pada saat itulah gadis itu bergerak.

"Oh, udah bangun?" Mata Natasha menyipit, menghindari masuknya cahaya. Ia menguap dan melakukan peregangan singkat.

"Kenapa ngga balik aja semalam?" tanya Alan ingin tahu.

Natasha bersedekap sambil masih mengantuk. "Gimana bisa? Orang lu ngigau manggil-manggil nama gua dan minta jangan pergi. Takut ini takut itu. Ish. Ternyata cowo lemah ya lu," jawabnya asal, sengaja mengada-ada.

"Eh, pagi-pagi udah ngajak perang. Mana ada aku ngomong gitu? Meskipun aku ngga sadar, aku ngerti aku ngga bakalan bilang gitu. Aku pasti cuman ngigau sebut mamaku kan?" Alan membela dirinya.

Natasha terkejut karena pemuda itu benar. "Wah, hebat. Padahal di film-film, yah kenyataannya juga sih, kalau orang ngigau itu ngga inget apa yang diomongin loh. Kan alam bawah sadar," katanya. Ia cukup mengerti tentang pengetahuan dasar yang umum seperti itu.

"Tahu lah. Alan gitu." Ia menyombongkan diri seolah memiliki kemampuan khusus.

"Serah lu. Gua balik ah. Udah kelar tanggung jawab gua. Mestinya lu bersyukur. Mana terima kasih lu?" tuntut Natasha sambil bangkit berdiri. Setelah cukup lama menanti tapi tak didengarnya ucapan terima kasih itu dari mulut Alan, iapun menjadi malas dan berjalan pergi.

Pada langkah kesekian, di saat Natasha hampir melewati pintu, Alan berkata dengan lirih, "Makasih."

Meskipun pelan, Natasha tetap mendengarnya. Ia pun menggoda, "Apaan? Ngga denger kali. Kurang keras!" serunya.

Alan terdiam beberapa saat.

"Eh, ditanyain juga. Ngomong apa lu?"

Alan berdecak kesal tapi kemudian berseru, "Makasih!"

Betapa senangnya hati Natasha menerima ucapan terima kasih itu. Ia kemudian lanjut berjalan meninggalkan Alan sambil bersenandung.

Masih di ranjangnya, Alan menggeleng-geleng keheranan tapi senang pada waktu yang sama. Ia kemudian memutuskan untuk turun dan keluar dari kamarnya. Awalnya ia ingin menawarkan tumpang pada Natasha. Tetapi gadis itu rupanya sudah pergi.

Alhasil, ia tinggal sendirian disana. Perutnya terasa lapar karena hanya makan bubur semalam. Ia ke dapur, hendak memasak mie instan.

Namun betapa terkejutnya ia melihat di atas meja makan terdapat beberapa jenis masakan. Di sampingnya ada catatan kecil bertuliskan, 'Kalau perut udah kuat makan berat, nih buat lu. Habisin!'

Mata Alan menelusuri tiga masakan rumahan itu. Ia mencibir, "Ah... Palingan masakan dia kalah sama masakan mama. Sini coba kucicip."

Dalam waktu lima belas menit, semua masakan yang ada di atas meja ludes. Piring-piringnya pun tampak bersih seperti sudah dicuci karena Alan sampai menjilatinya. Ia pun terkejut akan apa yang sudah ia perbuat.

"Jangan bangga kamu. Ini karena aku laper banget dan cuman ada ini semua di meja makan." Alan tidak mau mengakui kelezatan masakan buatan Natasha yang ternyata tidak kalah saing dari masakan mamanya, seolah sang koki ada disana. Ia mengelus-elus perutnya, puas dan kekenyangan.

Pacarku Op(p)a SahabatkuWhere stories live. Discover now