55 Terikat Selamanya

4 1 2
                                    

"Aw, cantik banget kamu, Nat." Tiara mengomentari penampilan sahabatnya.

Berbalut gaun putih, rambut disanggul ke atas dengan helaian rambut tipis berombak berjuntai dari area pelipis, serta waring yang tersemat di puncak kepalanya menjadikan Natasha bagaikan seorang ratu. Ia tersenyum dengan rona merah alami di pipinya. "Aku deg-degan, Ra," ujarnya.

"Karena bakalan jadi istri?" Tiara menggodanya dengan menowel lengan gadis itu.

Natasha menggeleng. "Selama tinggal di rumah Alan, aku udah kaya istri kan?" celetuknya dengan tawa kecil disusul Tiara.

"Tapi kan belum lengkap kalau belum bisa yang 'itu' tuh." Tiara menaikturunkan alisnya. "Habis ini baru... sah."

"Anak ini." Natasha berdecak, lalu menepuk-nepuk telinganya.

Tiara menyengir tanpa dosa. "Iya, iya. Terus apa?" tanyanya.

Natasha menghela napas panjang. "Lebih ke dua hal ini. Satu, karena mama Alan bilang waktunya udah dekat. Dua, saat orang tahu kami berdua udah nikah sementara aku masih kuliah dan apalagi dengan rumor yang pernah ada, secara logis mereka bakalan mikir yang engga-engga, kan?" jelasnya dengan beban pikiran yang seharusnya tidak ada di hari pernikahan.

Sebuah garis tipis datar tampak di wajah Tiara. "Aku ngga tahu yang bakalan terjadi ke depan, Nat. Tapi satu hal aku tahu. Kamu ada di tangan yang tepat," katanya menenangkan.

Kehangatan memenuhi hati Natasha. Ia setuju dengan ucapan sahabatnya. Baginya tidak ada yang bisa mengerti dirinya seperti Alan. Bahkan hanya dia yang bisa menaklukkan kegarangannya yang selama ini membuat para pemuda mundur daripadanya.

Ketukan di pintu ruang persiapan mempelai perempuan terdengar. Nathan muncul dengan tampilan yang sangat rapi dalam balutan setelan hitam elegan. "Ce, ayo. Udah waktunya," ajaknya.

Natasha mengangguk lalu bangkit berdiri dibantu oleh Tiara. Ia berjalan mendekati sang adik yang langsung memberikan lengannya untuk digandeng.

Tidak ada figur laki-laki dalam keluarga yang bisa mewakili untuk menjadi penghantar calon pengantin wanita. Nathan adalah satu-satunya yang bisa melakukannya. Dalam keharuan tapi sekaligus kebanggaan, ia membawa kakaknya berjalan memasuki altar.

Suara alunan musik mengiringi langkah kaki kedua kakak beradik itu. Pandangan segelintir orang yang hadir dalam pernikahan pribadi itu mengikuti gerakan mereka.

Alan yang sudah menunggu di altar menyambut dengan mata yang sudah basah. Diambilnya tangan calon istrinya dari tangan sang penghantar yang kemudian duduk di tempat yang sudah disediakan.

Kedua pasangan yang siap disahkan menjadi suami istri itu menghadap ke podium, mengikuti prosesi pernikahan. Di sepanjang tiga puluh menit di awal sudah diisi dengan tetesan air mata yang beberapa kali menyelinap keluar.

Ketika saatnya tiba untuk kedua mempelai untuk mengucap janji, Natasha dan Alan berdiri berhadapan. Mata keduanya sudah basah hingga harus mereka tertawa kecil saat menyadarinya, lalu menyekanya dengan tisu.

"Hei, Natasha Wong, cewe yang diam-diam udah curi hatiku." Prolog yang Alan ucapkan langsung menghasilkan tawa para hadirin.

Di tengah harunya, Natasha juga ikut terkekeh geli.

"Sebetulnya aku masih nervous banget, takut salah sebut," lanjut Alan. Ia mengingat beberapa kali salah bicara saat berlatih dengan kekasihnya untuk sesi ini. "Tapi rasanya semangatku untuk jadi suamimu mengalahkan semuanya."

Seperti biasa, Natasha langsung tersipu. Belum lagi ditambah sorakan pelan dari keluarga dan teman-teman dekat mereka.

"Hari ini, aku, Alan Kim, mengambilmu Natasha Wong, yang bentar lagi jadi Kim juga," celetuk Alan, sekali lagi membuat geli semuanya, "menjadi istriku yang sah dan satu-satunya." Ia menyatakan janji nikahnya dengan lengkap tanpa terhalang grogi yang dikhawatirkannya tadi.

Pacarku Op(p)a SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang