Empat Puluh Empat

760 90 10
                                    

"Dek, kamu istirahat dulu aja. Biar Pap yang jagain kakak." Ujar Rama pada Alexa yang sejak tadi duduk di kursi samping ranjang Axel setelah dia dipindahkan ke rawat inap.

"Ngak Pap, Alexa mau jagain kakak. Pap dan Mam pulang aja yang istirahat, Pap sama Mam pasti capek kan? Apalagi besok harus berangkat ke Paris" Tolak Alexa.

"Pap dan Mam rencana mau batalin ke Paris, Nak. Keadaan kakak kamu belum sadar, gimana mungkin kami pergi." Ucap Sinta.

"Pap, Mam. Percaya sama Alexa, Alexa bakalan jagain kakak. Pap dan Mam tetap bisa berangkat kok, tadi juga dokter bilang kan, kakak belum sadar karena efek anestesi pas operasi aja. Setelah itu kakak udah ngak apa-apa."

"Tapi Mam sama Pap ngak mau ninggalin kalian dalam keadaan ini Nak."

"Pap, Mam. Bisnis Pap dan Mam juga penting. Kalian juga ngak bakalan lama kan disana, disini ada Alexa dan Febi yang jagain kakak."

"Tapi dek..." Ucapan Sinta terpotong saat Alexa segera memeluknya.

"Mam, percaya sama Alexa. It's gonna be okay, Mam."

"Kalau begitu Pap dan Mam akan memantau perkembangan kakak dalam dua hari. Jika memang memungkinkan, Mam dan Pap akan berangkat." Ujar Rama mencari jalan keluar.

"Okay Pap, kalau gitu kalian bisa pulang dulu. Bentar lagi Febi bakalan nemenin Alexa jagain kakak kok. Dia udah ada di parkiran."

"Kalau gitu Mam dan Pap pulang dulu. Besok pagi kami datang bawain pakaian kamu dan kakak, kalau ada apa-apa langsung hubungin Mam sama Pap yah."

"Iya, Mam. Pap sama Mam hati-hati yah." Ujar Alexa lalu mencium kedua orang tuanya.

"Kami pergi dulu."

______________________

Alexa berusaha menenangkan kedua orang tuanya, padahal dia sendiri tidak bisa tenang sekarang.

Kepalanya sejak tadi sudah terasa berat, tapi dia tidak boleh memperlihatkan hal itu kepada Rama dan Sinta.

Dia bukan lagi anak kecil yang selalu dijaga, dia harus bisa lebih menjaga kedua orang tuanya. Apalagi disaat seperti seekarang ini, Axel sedang sakit.

"Kak, gue emang ngak suka loe gangguin. Tapi dibanding loe sakit kayak gini, gue ngak apa-apa digangguin sama loe terus." Ujar Alexa menatap Axel yang masih belum sadarkan diri.

Alexa berjalan menuju sebuah sofa di ruangan itu, membuka handphone yang tidak menampilkan notifikasi apapun.

Meskipun dia sangat marah kepada Teddy, Alexa masih ingin mendengarkan penjelasan Teddy secara langsung mengenai hal ini.

Tidak adanya notif membuat dia segera mematikan handphonenya dan menutup matanya perlahan.

Krrkkk
Suara pintu terbuka membuat Alexa membuka matanya kembali.

"Gue bangunin loe yah? Maaf." Ucap Febi yang baru saja membuka pintu.

"Hmm, ngak kok. Loe ketemu Mam dan Pap tadi?"

"Iya, ketemu di lobby barusan. Eh iya nih, gue bawain junk food kesukaan loe. Makan dulu yah." Febi membuka paper bag berisi beberapa makan junk food kesukaan Alexa.

"Gue ngak laper Feb."

"Ngak boleh nolak, ahh buruan." Febi segera menyuapkan sebuah hamburger ke dalam mulut Alexa.

Alexa perlahan mengunyah makanan itu lalu segera menelannya.

"Makasih yah. Maaf ngerepotin loe. Papa loe ngak apa-apa loe tinggalin sendiri?"

TraumaOnde as histórias ganham vida. Descobre agora