Chapter Eight

55 6 7
                                    

His Kindness?

Sudah lima belas menit ia menunggu kehadiran Rizal. Dan cowok itu belum menampakkan batang hidungnya. Sempat terlintas untuk kabur saja, namun hati nuraninya berkata tidak baik untuk meninggalkan seorang lelaki seorang diri.

Bisa-bisanya hati nuraninya berkata seperti itu, harusnya hati nurani seperti itu yang muncul dalam hati masing-masing para lelaki untuk berpikir dua kali meninggalkan wanitanya. He, berdiri lama-lama di lobby membuat pikiran seorang Chaesya menjadi kacau.

Ia pun memutuskan untuk memutari sekolah, mencari sosok Rizal yang tidak muncul juga. Awas aja kalau ketemu, ia berjanji akan mengganti rugi waktunya. Chaesya tidak akan main-main dengan ucapannya. 

"Aku mohon Rizal. Kejadian kemarin itu semua di luar kendaliku, aku gak bermaksud mengatakan itu. Aku mohon Rizal,"

Telinga Chaesya langsung bergerak mencari tau keberadaan suara tersebut. Hingga ia menemukan punggung lebar milik Rizal tidak jauh dari tempat ia berdiri. 

"Samperin atau tunggu sini?"gumam Chaesya saat ia menyadari kalau Rizal tidak sendiri di sana. Ia bersama seorang perempuan yang wajahnya nampak tidak asing di mata Chaesya.

Chaesya melihat Rizal memalingkan wajahnya sembari berdecih kesal.

"Rizal,"

"Jangan panggil gue dengan panggilan itu lagi!"

Perempuan itu menatap Rizal dengan nanar. Oh! Chaesya ingat! Beberapa hari yang lalu, di tempat karaoke, ia melihatnya bersama Rizal. Lalu, apa tujuannya untuk kembali pada Rizal? Bukankah mereka sudah putus? 

"Kenapa?"

Chaesya dapat mendengar, helaan napas mengejek dari Rizal. 

"Lo sama saja dengan perempuan lain. Mencoba untuk mengemis cinta dengan gue. Padahal jelas lo udah mutusin gue kemarin. Dan sekarang dengan sikap dramatis minta balikkan dengan gue? Huh, gue gak akan melakukan suatu hal yang sama dengan perempuan seperti lo,"

Perempuan itu menjatuhkan dirinya, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dapat Chaesya lihat tubuh perempuan itu berguncang. Benar-benar, di mana harga diri perempuan itu hingga ia rela menjatuhkan dirinya di hadapan Rizal? 

"Aku mohon Rizal,"

Rizal pun berjongkok untuk menyamai tingginya dengan perempuan itu. 

"Siapapun nama lo itu, gue harap spesies kayak lo musnah dari dunia ini. Dan gue minta lo pergi dari hadapan gue," 

Chaesya terkesiap dengan nada bicara Rizal yang berbeda dari biasanya. Rizal yang ia tau adalah peringai yang ceria dan menyebalkan. Bukanlah orang dingin dan menakutkan seperti itu.

Perempuan itu mendongakkan kepalanya, menatap Rizal takut. Namun, ia segera berdiri, memandangi Rizal dalam waktu dua detik seolah melalui tatapannya ia sedang berkata pada Rizal. Lantas pergi dengan langkah cepat yang terkesan lemah.

Chaesya menyesali dirinya yang berada di posisi seperti ini. Kedua kalinya ia baru menyadari kalau dia kembali menguping pembicaraan Rizal. Ia pun memutuskan untuk kembali ke lobby dan bertindak seolah tidak terjadi apa-apa.

"Huh, emang hobby lo ya menguping pembicaraan orang,"

Chaesya menghentikan langkahnya saat mendengar suara tidak jauh dari belakang. Dengan gerakan patah-patah, ia menoleh mencoba untuk menunjukkan senyuman yang justru terkesan aneh. Rizal tertawa lebar saat menyadari senyuman aneh Chaesya. 

Chaesya menatap Rizal bingung. Tentu saja bingung. Beberapa detik yang lalu, emosi laki-laki itu memuncak namun saat ini ia berperilaku seolah tidak pernah mengalami emosi tadi.

Main RoleWhere stories live. Discover now