Chapter Fifteen

58 6 1
                                    

Hurt

"Oke, break dulu!"

Suara Nugraha bergema di ruangan theater. Membuat orang-orang yang berada di sana menghentikan aktivitas secara otomatis dan berpencar untuk duduk di setiap sudut bersama para kubunya. 

Begitu juga dengan Chaesya yang berjalan dengan langkah gontai menuju tempat di mana Kahla duduk. Entah mengapa sejak pagi ia merasa tubuhnya lemas dan nafsu makan dia berkurang. Berhubung mereka duduk di sudut ruangan, Chaesya pun menyandarkan punggungnya di dinding kedap suara itu dan memejamkan matanya sejenak.

"Nih," 

Chaesya membuka matanya setengah, melihat sebuah botol bening yang terarah padanya. Ia menerima lalu meneguknya perlahan lantaran tenggorokannya merasa sakit.

"Muka lo pucat banget,"komentar Kahla lalu duduk di samping Chaesya.

Chaesya menghela napas pelan. "Biasa aja,"

Sesuatu yang dingin tiba-tiba menyentuh dahinya membuatnya membuka matanya terkejut. Kahla memasang wajah berpikir lalu bergumam pelan.

"Fix ini lo demam,"sahut Kahla bersamaan dengan tangannya yang terlepas dari dahinya.

Chaesya membuang wajahnya ke arah lain. Sejak pagi ia sudah merasa tidak enak badan namun ia terus menyangkalnya bahkan ia berniat untuk izin tidak masuk namun mengingat hari ini dia ada latihan, Chaesya pun berusaha untuk melawan rasa sakitnya. 

"Gue cariin lo makanan deh abis itu minum obat ya,"seloroh Kahla dan langsung beranjak pergi menuju pintu keluar sebelum mendengar responnya. 

Chaesya pun mencoba untuk mengistirahatkan pikiran juga tubuhnya. Ia mengatur ritme napasnya yang tiba-tiba terasa sesak dan sesekali mengelap peluh yang mengalir di pelipisnya padahal suhu di ruangan ini mencapai 18 derajat namun tubuh Chaesya tetap mengeluarkan keringat.

"Chaesya!"

Kontan, Chaesya berdiri tegak. Melihat dari kejauhan salah satu seniornya yang melambaikan tangannya ke arahnya. Chaesya pun berderap mendekatinya memasang wajah sewajar mungkin.

"Bantu gue dong angkatin speaker-speaker ini ke samping panggung,"ucap seniornya seraya menunjuk beberapa buah speaker yang tidak jauh darinya.

Tak punya pilihan, Chaesya pun menyanggupi permintaannya lantas bersusah payah mengangkat speaker yang cukup besar itu. Ia berjalan perlahan untuk menuju tempat yang dimaksud seniornya. Napasnya kembali sesak, seolah sulit untuk menghirup oksigen dengan baik padahal orang disekitarnya tampak mudah mengirup oksigen. 

"Chaesya,"

Suara itu membuat Chaesya menghentikan langkahnya lalu menoleh ke empu suara. Tampak Nugraha yang mengernyitkan dahinya. Ia membunuh jarak dengan Chaesya, menyisakan jarak satu meter.

Tanpa mengucapkan apa-apa, Nugraha langsung menempelkan punggung tangannya di dahi Chaesya. Gerakan kecil itu membuat wajah Chaesya langsung memerah. Ia menundukkan wajahnya untuk menyamarkan semu merah itu.

"Wajah lo sampe merah gitu, lo demam Sya,"kata Nugraha tersirat nada cemas.

Ia memandangi Chaesya lamat-lamat. 

Chaesya terbatuk sesaat saat hendak membalas ucapan Nugraha. Ia memberanikan diri untuk menatap Nugraha, namun tiba-tiba pandangannya memburam. Ia mengerjapkan matanya dan berharap pandangannya kembali normal. Hal itu disusul dengan tubuhnya yang tiba-tiba bertambah lemas. 

Sebelum ia menjatuhkan speaker berharga jutaan rupiah itu, ia pun meletakkannya di lantai dengan perlahan. 

"Sya?"panggil Nugraha lantas meletakkan tangannya di atas bahu Chaesya.

Main RoleKde žijí příběhy. Začni objevovat