Chapter Eighteen

40 4 1
                                    

Childish?

Chaesya berjalan menuju kelasnya dengan langkah gontai. Di pagi yang cerah ini, suasana hatinya terasa buruk. Orang yang melihatnya dapat merasakan aura suram yang terpancar darinya. Chaesya menarik kenop pintu kelas dengan pelan sehingga tidak membuahkan hasil apapun.

Ia mengerang pelan dan mencoba sekali lagi untuk menarik pintu kelas yang entah kenapa hari ini terasa berat sekali. Hingga akhirnya pintu berhasil tertarik berkat sebuah tangan besar yang membantunya.

Chaesya menengadahkan kepalanya untuk melihat sosok besar itu. Rizal tengah memandangnya penuh arti.

"Ngakunya sabuk hitam, tapi buat narik pintu yang seenteng semut gak bisa,"cibir Rizal membuat Chaesya mendengus kesal.

Rizal pun melangkahkan kakinya duluan sementara  Chaesya mengekorinya dari belakang. 

"Lo kemarin darimana?"

Chaesya mengernyit heran. Rizal lagi bicara dengan siapa?

"Woy, gue nanya sama lo. Ngapain celingak-celinguk gitu!"seru Rizal seraya berbalik badan membuat Chaesya tak sengaja menabrak tubuh Rizal yang terbilang cukup keras.

Dalam jarak sedekat ini, ada sesuatu dalam diri Rizal yang membuatnya merasa geli. Tanpa diperintah, Chaesya langsung bergerak mundur memberi ruang untuk berbicara.

"Oh, bukan urusan lo," 

Setelah mengatakan hal tersebut dengan dingin, ia langsung duduk di kursinya. Tak lama duduk, terdengar teriakan yang memanggil namanya. 

Refleks, ia berdiri untuk melihat sang empu suara. 

"Kenapa Fir?"tanya Chaesya dengan suara yang sengaja ditinggikan agar terdengar di tengah bisingnya kelas. 

"Ada yang nyariin!"

Dahi Chaesya mengernyit lagi. "Hah? Siapa?"

"Liat aja sendiri,"

Dengan rasa penasaran dan heran, ia berjalan menuju pintu kelas. Begitu melihat sosok yang mencarinya, hatinya mencelos. Entah kenapa, langkahnya sekarang berkali-kali lipat menjadi lebih berat dari sebelumnya. 

"Chaesya, gue--"

"Cukup Kak,"potong Chaesya. 

Ia tidak sanggup untuk mendengar ucapan Nugraha selanjutnya. Bahkan untuk melihat Nugraha butuh pertahanan yang kuat agar tidak runtuh. Ia mati-matian untuk menahan sesuatu yang mendesak di matanya. 

"Tapi--"

"Kak, saya gak mau liat Kakak lagi. Dan tolong hargai itu,"

Chaesya pergi dengan rasa sakit yang menghimpit paru-parunya. Dadanya terasa nyeri seakan ada sesuatu yang menghantamnya dengan keras. Saat ini ia butuh tempat sendiri. Tempat ia dapat menangis tanpa ada seorangpun yang melihat.

[-]

Bel pulang sekolah berbunyi. Chaesya membereskan barang-barangnya dengan gerakan yang terbilang cukup lambat. Dari arah samping, seseorang memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sya!"

Chaesya menoleh, memaksa seulas senyum di wajahnya. "Apa?"

"Gak apa-apa sih. Mau manggil aja," Kahla terkekeh.

Chaesya mengangkat satu alisnya, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Lo mau kemana abis ini? Makan yuk,"ajak Chaesya tanpa memandang Kahla.

Main RoleWhere stories live. Discover now