Chapter Twenty Six

28 3 3
                                    

Dont forget to play the music later! Enjoy!

Sorry Not Sorry

Rizal memilih untuk makan di Cafe yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Chaesya bahkan tidak mengetahui eksistensi Cafe tersebut karena letaknya yang agak terpencil. Walaupun begitu, interior Cafe itu terkesan mewah dengan warna burgundy pada dindingnya. 

Mereka pun mendorong pintu masuk yang menimbulkan suara gemerincing halus menandakan pengunjung datang. Rizal memilih spot di tengah ruangan. Chaesya tampak takjub dengan suasana yang disuguhkan dalam Cafe tersebut. Di setiap dindingnya tedapat bunga anggrek palsu yang menempel di dinding dan di sudut ruangan ada sekelompok orang yang memainkan instrumen lagu klasik.

"Lo sering ke sini?"tanya Chaesya begitu mereka duduk di kursi.

"Baru kali ini,"jawab Rizal sembari melihat menu yang baru diberikan pada waitress. 

Chaesya mengernyit. "Lo tau dari mana Cafe ini?"

"Temen,"jawab Rizal singkat, setelah itu ia memanggil waitress untuk memesan.

Dengan gerakan terburu-buru, Chaesya membuka buku menu. Matanya bergerak cepat melihat-lihat daftar menu yang tertulis. Ternyata, harga makanan dan minumannya terjangkau untuk kantung anak sekolahan. 

Setelah pesanan mereka dicatat, Chaesya pun kembali sibuk menganggumi Cafe tersebut. 

"Lo gak pernah ke Cafe seumur hidup lo ya?"

Chaesya menggerutu. "Bukan urusan lo,"

Rizal tersenyum iseng. "Beruntung kan lo gue ajak ke Cafe. Jadi, lo bisa tau bentuk Cafe tuh kayak gimana. Atau mau gue ajak tour keliling?"

Chaesya menendang kaki Rizal yang ada di bawah meja. Dia tersenyum puas saat cowok itu meringis kesakitan. 

"Kaki badak,"umpat Rizal dan berhasil membuat Chaesya menggeram kesal.

Ada sesuatu dalam diri Chaesya yang merasa senang dengan sikap menyebalkan Rizal. Karena sikap itu yang mencerminkan seorang Rizal Adrian. 

"Btw, kok gue baru tau kalau lo saudaraan sama Kak Vannia,"ucap Chaesya membuka topik yang lewat begitu saja di kepalanya.

Rizal mendengus. "Gue gak pernah nganggep dia kakak gue,"

Alis Chaesya menyatu heran saat mendengar nada yang tersirat dingin dari ucapan Rizal. Tampaknya dia salah memulai suatu topik pembicaraan. 

Menyadari Chaesya yang terdiam, Rizal pun membuka suaranya kembali. "Gak usah diambil pusing. Nyokap sama bokap gue udah lama bercerai jadi gara-gara itu gue gak nganggep dia kakak,"

Chaesya semakin merasa bersalah sudah membahas topik yang tidak mengenakkan. Rizal mengusap tengkuknya bingung. Tiba-tiba suara instrumen yang dimainkan berhenti, Rizal menoleh ke sudut ruangan dan mendapati piano yang menganggur. 

Chaesya tersentak saat melihat Rizal berdiri lalu berjalan menuju sudut ruangan. Pertanyaan demi pertanyaan pun memasuki kepalanya. Matanya mengikuti setiap gerakan Rizal yang sedang berbicara pada seorang pekerja. Dia dapat melihat orang itu mengangguk sembari tersenyum. 

Tiba-tiba saja suara dentingan halus memasuki rongga telinganya, matanya melebar saat mendapati Rizal memainkan piano. Dia dengan lihai memindahkan tangannya menghasilkan alunan yang lembut. Chaesya sendiri tidak tau lagu apa yang dimainkan oleh Rizal. Namun, satu hal yang dia tau, permainan Rizal berhasil membuatnya takjub.

Main RoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang