Chapter Eleven

61 7 14
                                    

Dinner Unexpected

Hal yang paling tidak disukai Chaesya; menunggu. Kini, ia dan mamanya tengah menunggu di sebuah restoran antah berantah. Dikatakan antah berantah karena restoran tersebut tidak menyediakan wifi juga sinyal ponsel yang tak juga menunjukkan 4G. Intinya, restoran ini berada di bagian Jakarta mana?

"Ma, tau gak?"

"Enggak,"tandas mamanya datar.

"Ih, aku belum selesai ngomong,"gerutu Chaesya.

"Kan kamu nanya makanya Mama jawab,"bela mamanya tanpa rasa bersalah.

"Oke. Mama tau gak? Teman mama itu udah buat kesan pertamanya jelek di mataku,"tutur Chaesya.

Mama Chaesya—Hani—mencubit lengan putrinya dengan gemas. Chaesya lantas meringis sebelum mengusap-ngusap lengannya yang memerah.

"Kamu masih bocah suka banget protes, deh. Udah besar mau jadi apa sih?"balas Hani dengan nada sambil lalu, kembali memfokuskan dirinya dengan buku menu yang berada di tangannya.

"Kritikus,"jawab Chaesya ,tidak peduli jika mamanya tidak menanggapi.

"Kamu mau pesan apa?"tanya Hani tanpa melepaskan pandangannya dari buku menu.

Chaesya meniup poninya dengan keras. "Apa aja, udah laper,"

Keheningan pun melanda mereka. Chaesya pun memutuskan untuk bermain game di ponselnya. Walaupun sudah mengisi waktu dengan bermain game, rasa bosan tetap menyerangnya. Ia pun membuka aplikasi LINE dan melihat pesannya yang dituju pada Kahla belum juga terkirim. 

Chaesya pun berdiri, lalu meloyor pergi ke toilet tanpa menjawab pertanyaan mamanya. Pasti mamanya juga tau ia akan kemana, pikirnya. Ia membasuh wajahnya melalui keran yang mengalir, merasakan kesegaran yang menyentuh wajahnya.

Merasa mood-nya membaik, ia pun memutuskan untuk kembali. Begitu pintu ia buka, terdengar suara benturan yang cukup keras membuat Chaesya terlonjak panik. Ia bergegas mencari asal suara tersebut yang berada di balik pintu.

Matanya melebar terkejut, bahkan sampai-sampai ia berpikir matanya akan lepas dari tempatnya. Tangannya teracung, menunjuk sesuatu yang membuatnya terkejut. Rupanya pintu tadi mengenai Rizal.

"Elo?!"

Rizal membalas tatapan Chaesya dengan pandangan bingung, bahkan ia melupakan benturan yang mengenai kepalanya tadi. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya namun dapat mengontrol wajah agar tetap datar. Setelah berpandangan sekitar dua menit, Rizal pun mulai angkat suara.

"Gak nyangka bisa ketemu lo di sini,"komentar Rizal, dengan intonasi menyebalkan.

Chaesya memicingkan matanya lalu menurunkan tangannya yang sedari tadi terangkat. "Harusnya itu kalimat gue,"

"Jangan bilang lo ngikutin gue?!"cecar Chaesya dengan dahi berlipat-lipat.

"Bego,"

Chaesya mencebikkan bibirnya saat mendengar umpatan yang berasal dari Rizal.

"Untuk apa gue menghabiskan waktu berharga gue untuk menguntit lo,"balas Rizal cepat, terlalu cepat bahkan.

Wajah Chaesya memerah menahan malu. Benar juga yang dikatakannya. Sejak kapan ia menjadi perempuan yang kepedean begini? Sejak ia bertemu dengan cowok macam Rizal.

Rizal tergelak tanpa bisa menahannya lagi. Chaesya diam bergeming, namun pandangannya tertuju pada Rizal. Tidak disangka cowok di hadapannya memiliki tawa yang tidak terdengar menyebalkan.

Main RoleWhere stories live. Discover now