Chapter Twenty Two

24 3 1
                                    

Awkward

Kahla terdiam, matanya fokus pada satu objek di hadapannya. Ia segera mengenyahkan gagasan buruk yang muncul dalam pikirannya. Ia pun berdiri, berjalan tenang sampai suara bariton menyentaknya. 

"Kok lo ngejomblo?"

Kahla mencebikkan bibirnya kesal lalu memutar tubuhnya menghadap pemilik suara bariton tersebut. "Bisa ngaca gak?"

Rizal berjalan menghampiri Kahla. "Chaesya ninggalin lo?"

Kahla mendengus memilih untuk tidak menjawab pertanyaannya. 

"Emang hobby lo ya, gak ngejawab pertanyaan orang,"komentar Rizal sekaligus menyindir. 

Ia pun melenggang pergi tanpa mendengar balasan Kahla. Kahla mencibir dan berjalan di belakang Rizal. Memilih membuang jarak darinya dari pada bersebelahan dengan laki-laki itu. Kahla akui hari ini Rizal terlihat muram tidak seperti biasanya. Seolah ada batu besar yang membebani punggungnya. 

"Dan sekarang hobby lo ngestalk orang?" Rizal memutar tubuhnya secara mendadak membuat Kahla yang sedang berpikir menabraknya.

"Aduh, apa-apaan sih. Kalau mau berhenti bilang kek. Biar gak ada acara tabrak-tabrakan kayak sinetron gini,"seloroh Kahla setengah berdecak. 

Rizal tertawa hambar lalu ia tersenyum sekilas. "Temenin gue makan yuk,"

Kahla mengernyit mendengar ajakan Rizal. Ia serius mengajaknya? Namun, tak urung Kahla mengangguk daripada membayangkan dirinya pergi sendirian ke kantin. Terlihat jomblo banget. 

Sesampainya di kantin, mereka berpisah secara otomatis. Kahla pergi menuju tempat soto. Sejak kemarin ia mengidamkan soto kantin buatan Bu Siti. Setelah mendapatkan pesanannya, ia pergi ke tempat minuman. Lalu memesan es teh manis. Matanya menyapu kantin mencari sosok yang tadi bersamanya. 

Rizal tengah berdiri di pintu kantin sembari melambaikan tangan ke arahnya. Kahla pun beranjak menghampirinya. Ya, tidak ada salahnya sesekali makan bersama Rizal. Toh, sudah beberapa hari ini ia makan sendirian. 

"Mau makan di mana?"tanya Kahla begitu mereka berhadapan. 

Rizal membawa nampan berisi bakso dan es jeruk. "Rooftop?"

Kahla tersenyum menyiratkan bahwa ia setuju dengan usulnya. Mereka pun berjalan beriringan tanpa suara. Sebenernya Kahla tak masalah dengan kesunyian yang menyergap mereka. Namun, Rizal yang selama ini ia perhatikan adalah orang yang ceria. Karena alasan itu, entah mengapa keheningan menjadi hal yang janggal baginya.

Setelah melewati waktu selama tiga menit tanpa bicara, mereka pun sampai di rooftop. Kahla langsung duduk lesehan dan tanpa banyak cincong ia segera menyantap sotonya. Rizal pun mengikuti jejak Kahla dengan duduk di sampingnya sembari melahap bakso miliknya.

Rooftop itu masih sama seperti terakhir kali Rizal lihat. Pagarnya yang bobrok, lantainya yang kusam, dan dindingnya yang mulai keropos. Tapi, jika mengesampingkan hal tersebut, pemandangan di rooftop dapat dikategorikan indah. Gedung-gedung yang menjulang dengan langit bewarna biru cerah menjadikan Rizal lupa dengan segala kekurangan fasilitas rooftop. 

"Lo harus berterimakasih pada gue karena udah ngebuat lo gak harus pergi ke kantin sendiri," Rizal tersenyum miring. 

Kahla memutar bola matanya jengah. "Ya ya ya, makasih,"

Rizal tersenyum puas lalu kembali melanjutkan memakan baksonya yang masih tersisa banyak. Diam-diam Kahla memandangi gerak-gerik Rizal. Cowok itu masih menyebalkan namun ia merasa sorot mata cowok itu hampa. Kahla mendengus menyadari dirinya yang begitu ikut campur urusan orang. 

Main RoleDove le storie prendono vita. Scoprilo ora