Chapter Fourty

18 1 0
                                    

Hari pertama semester dua dimulai. Lapangan tiap detiknya mulai didatangi oleh para siswa yang dengan segera membentuk barisan. Keramaian itu terdengar oleh Chaesya yang kelasnya berada di lantai atas. Kelasnya mulai gaduh oleh anak-anak cowok yang membuka semua loker demi mencari dasi dan topi. Mereka tidak mau ditarik oleh guru kesiswaan untuk baris di dekat barisan guru. Apalagi spot barisan untuk anak-anak berproperti tidak lengkap berada di bawah teriknya matahari pagi. Walaupun menyehatkan tetap saja seragam mereka akan basah oleh keringat! 

"Cha,"panggil Kahla yang baru datang. Ranselnya masih menempel pada punggungnya sementara perhatiannya tertuju ke belakang. Chaesya mengikuti arah pandang Kahla dan mengerti. 

"Mampus Cha,"

"Kenapa?"tanya Chaesya.

"Ngeliat anak cowok yang lagi pada buka loker gue baru inget," Chaesya menunggu Kahla melanjutkan ucapannya, "gue gak bawa dasi, begoo!"

Chaesya tergelak tidak percaya melihat reaksi Kahla yang lambat. Ia seolah sedang memproses para anak cowok yang sibuk membuka loker. Tanpa berbicara lagi, Kahla langsung berlari ke belakang. Ikut nimbrung membuka loker mencari dasi tanpa pemilik.

Chaesya hanya dapat berharap Kahla menemukannya. 

[-]

Harapan hanyalah sebuah harapan. Kahla tidak mendapatkan dasi. Alhasil, ia ditarik ke barisan khusus siswa yang tidak memakai properti lengkap. Dari kejauhan Chaesya sadar, kalau sejak upacara dimulai Kahla menyipitkan matanya karena sinar matahari yang langsung menyorot ke arahnya. Ia tidak bisa membayangkan jika berada di posisi Kahla. 

"Hai,"

Sapaan itu masuk ke pendengaran Chaesya bersamaan dengan sosok laki-laki yang berdiri di sampingnya. Ia terkejut karena tidak menyadari kehadiran laki-laki itu. Rizal tersenyum lebar walaupun wajahnya dipenuhi peluh yang menetes. Entah pikiran dari mana, Rizal berkeringat tidak menurunkan kadar ketampanannya, malah sebaliknya. Kadar ketampanannya justru meningkat lima persen!

Chaesya mengenyahkan pemikirannya aneh tersebut, ia pun menatap Rizal bingung. "Kok lo tiba-tiba di sini? Perasaan samping gue tadi si Bimo,"

"Pake perasaan sih kan jadi gak pasti,"balas Rizal sekenanya. 

Chaesya mengedarkan pandangannya pada barisan laki-laki yang ada di samping kanannya. Bimo berada di posisi paling belakang entah bagaimana caranya. 

"Lo telat pasti,"

Rizal terkekeh. "Abis gue mimpi indah,"

Alis Chaesya terangkat satu. "Mimpi apaan?"

Rizal menatap Chaesya lekat-lekat, senyuman masih menempel di wajahnya. Namun, kali ini senyumannya terlihat mencurigakan. "Jangan geer, gue gak mimpiin lo,"

Mulut Chaesya terbuka tidak percaya. Ia sempat berharap Rizal akan menjawab kalau ia memimpikannya. "Gak usah nanya lagi deh gue,"

Rizal tidak bisa mengeluarkan tawanya karena suasana yang hening. Perhatian seluruh orang terfokus pada tiga orang berseragam paskibra yang membawa bendera dengan gerakan dan formasi yang kompak.

"Chae, gue kasih tau nih mimpi apaan,"bisik Rizal namun masih terdengar oleh Chaesya. 

Chaesya melirik sekilas lalu kembali melihat ke depan. 

Kalimatnya sudah berada di ujung lidahnya, tapi Rizal mengulur waktu karena ia sendiri juga merasa lucu untuk mengatakannya.

"Mimpi anak-anak kita nanti,"

Mata Chaesya melebar terkejut sampai-sampai Rizal berpikir akan keluar. Rizal sudah memprediksi reaksi Chaesya, tapi beda rasanya saat melihat langsung. Rizal cekikikan berusaha menahan tawanya agar tidak lepas.

Main RoleWhere stories live. Discover now