BAB 4 - Siksaan

13K 2.1K 129
                                    

Carina tak memiliki tenaga lagi, wajahnya pucat, tubuhnya tersandar lemah di kursi besi itu dengan keadaan setengah tersadar.

Ini sudah lebih dari dua puluh empat jam sejak ia terus menerus di siksa dengan sengatan listrik. Kulit di pergelangan tangan memerah, melepuh dan mengelupas karena terus tergesek dan tertahan oleh besi yang mengikat tangannya seperti borgol. Kulitnya juga melepuh terbakar di beberapa bagian akibat kursi besi yang memanas di sebabkan oleh sengatan listrik yang mengalir di seluruh bagian kursi tersebut.

Terus menerus berteriak hingga suaranya habis, pingsan berkali-kali, menangis kesakitan, dan sekarang ia bahkan tak sanggup untuk sekedar menggerakkan jari-jari tangannya.

Mereka baru berhenti menyiksanya ketika bel berbunyi yang menandakan bahwa waktunya semua tahanan makan siang. Mungkin para penjaga dan seluruh pekerja juga ikut makan siang, mungkin karena itu mereka berhenti menyiksanya.

"Ukh ... sakit. Sekujur tubuhku kaku dan terasa sakit. Mereka benar-benar menyiksaku hingga sekarat. Rasanya aku tak sanggup lagi, bagaimana ini ..."

Tes ...

Air mata menetes dan jatuh ke pipinya yang pucat, ia terlihat sangat kesakitan dan menderita. Keadannya benar-benar kacau dan tak baik. Jika saja ia tak memikirkan dirinya yang telah berjanji pada Milo dan yang lainnya, mungkin saja ia telah menyerah dan memilih mati daripada harus tersiksa seperti ini.

Kesadarannya hampir hilang saat seseorang berbicara di speaker, "Jangan mati."

Suara ini, ia sangat mengenalinya. Suara yang sama persis seperti milik Alvis, seseorang yang selalu ada di pikirannya, tak perduli sekuat apa ia berusaha melupakannya. "Ar ... vis." Gumamnya pelan dan tak jelas, dan setelah itu kesadarannya benar-benar hilang.

***

Pyash!

Carina terbangun saat merasakan air dingin menyiram wajahnya, ia langsung terbatuk-batuk karena sebagian air masuk ke hidungnya. "Uhuk!"

"Bangun!" perintah seseorang yang ia kenal.

Carina mengerjapkan matanya beberapa kali hingga penglihatannya yang buram kembali jelas. Ia kembali terkesiap saat melihat seseorang di hadapannya.

"Kau!" tiba-tiba saja ia berteriak, berusaha menggapai ke arah orang tersebut. Tentu saja hal itu sia-sia karena kedua tangan dan kakinya tertahan oleh borgol besi.

"Kenapa? Kau mau bilang akan membunuhku lagi? Hentikan omong kosong seperti itu. Kau tak akan bisa melakukannya dalam keadaan menyedihkan seperti ini." Katanya santai seraya berdiri tepat di hadapan Carina yang menatapnya nyalang.

Ia menggelutukkan giginya menahan emosi, "Aku menyesal pernah percaya pada bajingan seperti dirimu, Rio."

"Itu salahmu. Kenapa kau percaya padaku? Dasar bodoh!" Rio terkekeh pelan, "Sudah sangat terlambat jika kau baru menyesalinya sekarang."

"Tapi ... kau hebat juga bisa sampai membunuh Lessy seperti itu. Kekuatan Lessy bisa dibilang setara denganku, yang artinya jika aku lengah di hadapanmu maka aku juga bisa mati di tanganmu seperti dirinya." lanjutnya tanpa melepaskan pandangannya dari Carina, "Aku tak tahu kau sehebat itu. Alvis pasti melatihmu dengn baik."

Carina menarik napas dalam-dalam berusaha mengusir emosi yang menggumpal di hatinya yang saat ini sudah siap meledak sewaktu-waktu. "Katakan ... kenapa kau kemari?"

HOLDER : Elsewhere (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora