Awalnya

6.5K 244 4
                                    

Gak boleh nolak dengan alasan benci, nanti nyesal karena nolak. Benci lama-lama jadi cinta, lho.
***

Kali ini Meta benar-benar malas untuk sekolah. Kalau saja tadi Tio tidak meneleponnya dan mengatakan kalau dia akan mengajak Meta jalan-jalan hari ini, mungkin Meta sekarang masih berbalut selimut di rumahnya.

Meta sampai sekarang masih enggan mengangkat kepalanya yang ia benamkan di meja. Dia hanya mendesah terus.

Tahu sebabnya?

Nih orang di sampingnya sibuk pacaran!

Abi datang ke kelas Diandra setiap jam istirahat pertama. Sekarang, dia sudah datang pagi-pagi begini. Dan itu membuat perhatian Diandra teralih sepenuhnya pada Abi.

Meta tidak pernah dikacangin separah ini sama Diandra sebelumnya.

Chiara yang duduk di depannya, sepertinya adalah yang paling peka terhadap sikap Meta akhir-akhir ini. "Met, lo lagi PMS ya? Bete bener mukanya,"

Meta menggeleng. "Gue lagi mager banget. Maunya bolos mulu,"

"Yah, lo nggak boleh gitu, dong! Nanti rangking lo dibalap sama Yoga tau rasa!" ancam Chiara. Meta mendengus.

"Rangking sih gapapa, asalkan Tio jangan dibalap aja,"

Chiara mendecak. "Ah elo mah,"

Ninda datang dan menepuk pundak Chiara. "Temen lo kenapa tuh?"

Chiara mengangkat bahu. "Sakit gigi kali, biasanya kalau gini, giginya sakit gara-gara makan mi lidi,"

Sontak Meta mendongak dan memukul lengan Chiara. "Lo bikin gue tambah nggak mood!"

Ninda dan Chiara malah tertawa melihat reaksi Meta. "Yaampun, Metalic Slime! Gak usah sensi gitu juga kali!"

Meta mendengus. "Udah deh, pergi kalian. Kelas aja belum beres,"

"Oh iya." ucap Ninda. "Chi, udah sembahyang belum tadi?"

Chiara menggeleng.

Ninda mendesah lalu mengangguk. "Yoga nggak pernah bener jadi ketua kelas. Sekarang hari Selasa, Bu Gipta pasti udah mulai seliweran ngecek kelas-kelas!"

"Oh, iya! Aduh, gawat!" Kata Chiara panik.

"Gawat apanya?" tanya Diandra. Dia sepertinya baru nyadar.

Chiara menoyor kepala Diandra. "Makanya Di, jangan kebanyakan gaul sama Abi! Lo sih, sibuk pacaran mulu! Bi, mending lo balin ke kelas deh. Yakin gue, ketua kelas lo pasti udah geram sama lo. Pagi-pagi udah ngapel aja ke kelas gue,"

Abi merenggut, lalu tak urung juga dia balik ke kelasnya.

"Nah gawat apanya?" tanya Diandra.

"Lo tau nggak, Dikta jam segini masih di luar, atau nggak masih di kelas 9C, kelas pacarnya, siapa sih namanya?"

"Sintya," Meta menjawab dengan malas.

"Oh iya itu. Gue lupa." aku Chiara.

Ninda berdecak. "Itu anak nggak ada kapoknya ya. Kemarin dia udah kepergok, masih aja gak jera."

"Hah kera?" tanya Diandra.

"JERA DIANDRAAA!" ujar Meta, Chiara, dan Ninda barengan. Diandra hanya nyengir.

"Woi! Shutt, berisik banget anjir! Bu Gipta noh lewat!" tegur Yoga. Chiara melotot.

"Lah trus si Dikta kemana? Ntar lagi-lagi kecyduck sama Bu Gipta! Kelas kita lagi kena masalah Yog!" seru Ninda gusar.

"Alah, biarin aja mah itu anak. Paling dia aja yang kena hukuman. Eh, cepetan sembahyang! Bu Gipta hampir lewat!"

Buru-buru Chiara menarik Ninda ke depan, menyuruhnya untuk memimpin.

Ninda mendengus kesal, lalu mulai memimpin teman-temannya sembahyang.

Bu Gipta melewati 9A, lalu mengangguk-angguk puas sambil tersenyum.
Tapiii, senyumnya meleleh ketika Bu Gipta melihat seorang murid yang tanpa sopan menerobos masuk ke kelas saat sembahyang.

LAKNAT BANGET DIKTA AH!

****

Satu jam pelajaran mereka lewat sudah dengan mendengarkan ceramah panjang dari Bu Gipta.

"Kalian ini kelas teladan! Kenapa malah jadi begini kelasnya? Ini lagi satu, kamu nggak bosen-bosennya berurusan sama Ibu ya! Kemarin Ibu pergokin kamu lagi pacaran di kelas lain, sekarang kamu keluyuran pas sembahyang trus masuk nyelonong begitu saja! Kamu anak 9A! Bukan anak berandalan!" omel Bu Gipta. Dikta? Reaksinya sans aja.

"Mana ketua kelasnya?!" tanya Bu Gipta. Yoga mengangkat tangan.

"Kamu kalau tidak bisa jadi ketua, ganti saja! Kemarin sudah ibu kasih tau! Kenapa anak kelasmu bisa keluyuran begini?"

Yoga meneguk ludah. "Em... bu.. anu.. itu..."

"Apa anu-anu?! Jawab!"

"Errrm, Bu.. Tadi saya udah nyari dia, tapi nggak tahu kemana."

Bu Gipta geleng-geleng kepala melihat tingkah anak muridnya yang super berandal itu. "Sikap kamu perlu diubah Dikta,"

Dikta menggeleng santai. "Kalau sikap saya diubah, saya nggak jadi diri saya sendiri dong Bu? Karena beginilah cara saya bersikap,"

Bu Gipta menarik nafas, mencoba bersabar. "Oke, wakil ketua kelas mana?"

Chiara mengangkat tangan. "Ya Bu?"

"Mulai sekarang kamu duduk sebangku dengan Dikta."

Chiara membelalak. "Buuu, saya nggak mau Buuu!!! Plis deh Bu, saya udah nggak bisa duduk sama dia. Yang ada nanti saya adu mulut mulu sama dia. Nggak deh Bu, maaf saya nggak mau."

Yoga mencibir, lalu berbisik pelan. "Katanya pengen pindah dari Tara."

Chiara mendelik ke arah Yoga. "Bacot."

Ninda mengangguk-angguk. "Iya juga, Bu. Jangan deh, kalau Dikta sama Chiara yang ada kelasnya tambah hancur. Soalnya Chiara kalau sama Dikta, darah tingginya kambuh."

Bu Gipta menghela nafas. "Kalau Dikta sama Yoga?"

"BUU JANGAN BUU!!" teriak cewek-cewek. Tau sendiri yang ada mereka malah main games.

"Haduhh, kalau perangkat kelas nggak ada yang mau duduk sama dia, trus dia duduk sama siapaaa?!" tanya Bu Gipta bingung.

Chiara mendapat ide. Syukur ada satu perangkat kelas yang duduk sendirian.

"SAMA NINDA BUU! SEKRETARISNYA!"

Ninda melotot ke Chiara. Dia? Duduk dengan Dikta?

Dikta mengangguk-angguk setuju. "Boleh juga, sih. Lagian sekretaris mah.. eh? Kenapa Bu?" tanyanya ketika melihat Bu Gipta menatapnya curiga.

"Sekretaris mah kenapa?" tanya Bu Gipta.

"Nggak kenapa kok Bu. Saya setuju duduk sama sekretaris."

Ninda segera memberontak. "Saya nggak setuju, Bu!"

"Loh kenapa?" tanya Bu Gipta.

"Karena saya benci sama dia!"

Dikta mencolek lengan Ninda. "Awas lho, lo bisa jadi suka sama gue nanti."

"NAJIS!!!"

***

Sekretaris VS Berandal [Completed]Where stories live. Discover now