Bagian 21

1.8K 101 2
                                    

Tifa membelalakkan matanya. "Dikta? Elo?!"

Dikta menggangguk. "Saya mau kok, Bu. Saya bisa dansa,"

Ninda menggeleng cepat. "Bukannya lo waktu itu nggak mau jadi tokoh utama?!"

"Ya karena yang ceweknya Sintya. Sintya mah, gak bisa nari yang ada kaki gue kecengklok."

"Erm.." kata Riko. "Jadi, Dikta?"

Dikta mendelik pada Riko. "Lo mau gue dansa sekarang sama Ninda?"

Ninda memberi kode geleng-geleng.

"Eng...enggak." ucap Riko terbata. Chiara menginjak kaki pacarnya yang ragu-ragu.

Bu Gipta menghela nafas. "Ya udah. Sekalian buat Dikta nyari nilai lebih."

Pak Arian turut mengangguk. "Nah, Riko, Adit. Panggil anak kelas 9D kesini, semuanya. Kita pilih pemeran lainnya."

Riko dan Adit mengangguk. Mereka berjalan keluar kelas 9A dan menuju kelas mereka.

Tifa menggigit bibirnya cemas. Kalau Sintya tahu hal ini, mungkin saja akan terjadi perang dunia ketiga.

"Pak! Ini... emmm.. ini udah..."

"Oh iya, betul. Ini sudah habis jam pelajaran saya. Pak, terima kasih atas waktunya." ucap Bu Gipta.

Pak Arian mengangguk, lalu mengarahkan perangkat kelasnya keluar dari kelas 9A.

Usai mengucapkan salam, Bu Gipta meninggalkan kelas. Meninggalkan suasana mencekam antara Ninda dan Tifa juga Dikta.

Yoga merinding dibuatnya.

"Eh, ini pada ngapain saling tatap ngerian gitu?" celetuk Chiara. "Hm, gue ngerasa temen tak kasat mata gue--"

"CHIARA DIEM AH INI GUE TAKUT!" teriak Diandra.

9A tertawa kecil melihat tingkah Diandra yang paling ketakutan. Mereka juga takut, soalnya Chiara kalau sudah bicara seperti itu.... yah.

"Yeu, makanya ini kenapa pada kayak di kuburan gini?"

"JENG JENG JENG KITA SAKSIKAN ADU TATAP MATA ANTARA NINDA DAN TIFA YANG AURANYA HAMPIR SEPERTI KUBURAN!" kata Yoga menggelegar. 9A tidak berkutik. Chiara menjitak kepala ketua kelasnya itu.

"Anjir apaan kek kuburan? Nin, Fa. Kenapa kalian kayak berantem perang dingin gini?"

Ninda menghembuskan nafas. Tadi dia menyadari Tifa menatapnya tajam. Dia balik saja menatap Tifa seperti itu. Dan mereka tidak sadar kalau aura mereka hampir seperti aura kedatangan 'teman' Chiara.

"Nggak. Nggak usah dipikirin. Mending lo bikin naskahnya sekarang, pake laptopnya Yoga." saran Ninda. Ninda pergi ke bangkunya, ketika kaki Tifa menjegalnya hingga dia hampir terjatuh.

"Aduh!" ringis Ninda ketika lututnya menyentuh lantai. Sakit.

Tifa mencibir. "Moga-moga aja lo, nggak songong lagi dengan sok-sok bisa nari salsa."

Ninda melengos. Dia malas berhadapan dengan Sintya cs. Lagipula, bukan salahnya menjadi peran utama, terlebih bersama Dikta. Toh, Dikta sendiri yang ingin jadi peran utama. Ninda dipilih karena bisa menari salsa. Kalau disuruh memilih antara Rama atau Dikta, tentu Ninda sudah memilih Rama.

Untuk saat ini.

Ninda mendesah dan kembali duduk ke bangkunya. Membuka-buka absen kelas yang sempat tertunda karena kedatangan Bu Gipta beserta Pasukan Pak Arian.

Riko mengetuk pintu kelas 9A diikuti pasukan besar 9D.

Chiara tersenyum pada pacarnya. Bukan senyum manis, melainkan senyum jahil.

"Lo ngapain senyum kayak gitu, Chi?" tanya Riko. Chiara menggeleng, menghilangkan senyuman, dan mengabaikan sorakan dari teman-temannya.

"Apa lo 9A? Iya gue pacarnya Chiara trus kenapa?" seru Riko meredamkan sorakan sejenak. Yang kemudian tiba-tiba bersorak lebih riuh lagi, menggoda wakil ketua kelas yang sudah menganga cengo tak menyangka.

Riko mengedipkan sebelah matanya dan menjulurkan lidahnya pada Chiara. Chiara melotot dan mendengus kesal. Kemudian, tiba-tiba Abi menyeletuk. "EH DIANDRA GUE KEMANA?!"

Krik. Krik. Krik.

"Hahaha! Abi dikacangin. Hahaha!!" tawa anak kelas 9D. Abi melengos, lalu tidak menemukan sosok Diandra di kelas 9A.

"Lah Diandra kemana, sih." gumam Abi.

"Ke toilet tadi," jawab Shalin.

"Oh gitu. Bilang kek dari awal kan gue nggak malu gini." ucap Abi.

Anak-anak 9D kemudian meninggalkan kelas 9A karena merasa Pak Arian sudah minggat dari 9A.

Ninda memperhatikan interaksi itu. Punya pacar seperti Abi yang pecicilan ketika menyangkut pacar tapi cool dihadapan cewek lain. Juga punya gaya pacaran seperti Chiara dan Riko, saling meledek dan tanpa jaim Riko mengungkapkan perasaannya secara gamblang begitu saja.

Ah, kalau saja dia seperti itu, Ninda tidak akan mengakhiri hubungannya dengan dia.

Iya. Dia. Dia yang pernah mengisi hati Ninda dan kini terasa seperti orang asing.

Tanpa sadar ia menggumam. "Seru banget kalo doi kayak gitu,"

Dikta menoleh mendapati sekretarisnya menggumam sendiri.

"Lo ngomong apa?"

"Asyik kalo punya pacar kayak Abi sama Riko." jawab Ninda.

Dikta tersenyum. "Gue bisa jadi pacar kayak gitu buat elo,"

***

Sekretaris VS Berandal [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang