Bagian 6

2.3K 130 1
                                    

Chiara dan Yoga meneguk ludahnya takut. Mereka adalah perangkat kelas teladan, dan berada dalam situasi 'bermasalah' di ruang BK adalah suatu hal yang asing dan menakutkan.

Terlebih lagi Diandra, yang nyalinya sudah menciut, kini tambah menciut lagi melihat kilat amarah di mata Bu Gipta.

Bu Gipta mendesah berat, perilaku anak didiknya memang tidak terpuji. Pergi ke gedung depan lalu terlibat perkelahian? Wow, kelas 9A yang teladan melakukan itu.

Bu Gipta berdehem. "Yoga dan Chiara, kenapa kalian, ketua dan wakil ketua kelas 9A yang dicap sebagai pemimpin terteladan se-SMP kita, bisa ikut-ikutan dalam perkelahian terlebih dengan SMA sebelah?"

Yoga dan Chiara saling pandang, merasa rendah sebab mencoreng nama baik mereka sendiri.

"Anu.. Bu.. Tadi saya melihat Sintya dan Dikta keluar sekolah. Saya inginnya menegur, alhasil jadinya saya mengajak Chiara untuk mengejar mereka yang tahu-tahunya pergi ke gedung depan," jawab Yoga.

"Kalian sudah izin ke Pak Satpam, atau guru-guru lain?"

Yoga melirik Chiara gelisah, yang dilirik sama cemasnya. "Umm.. Pak Satpamnya tadi nggak ada,"

Bu Gipta memandang pemimpin 9A itu dengan tatapan tidak percaya. "Ibu tidak menyangka kalian, dua murid paling teladan, bisa tawuran bersama anak SMA sebelah, terlebih lagi bolos."

"Kami tidak bolos, Bu!" bantah Ninda. "Kalau ibu mau menyalahkan disini dalam hal bolos, ibu tanyakan pada Sintya dan Dikta! Gara-gara mereka lah, saya, Meta, Diandra, Chiara, dan Yoga dalam masalah ini!"

"Ninda, apa kamu sudah saya ijinkan bicara?" tanya Bu Gipta sarkastis. Ninda mengatupkan bibirnya, seketika bungkam.

"Bu Gipta, maaf saya menyela. Tapi, benar apa yang dikatakan Ninda. Sebagai perangkat kelas, Chiara dan Yoga harua menjaga setiap anggota kelasnya. Mereka tahu kalau Dikta keluar sekolah, lalu mereka mengikuti Dikta dan Sintya keluar. Itu memang tugas mereka, Bu. Jadi, mereka tidak bersalah kalau masalah bolos. Lagipula, tadi Pak Satpam memang tidak bertugas. Mereka tahu ini darurat. Kalau sampai Sintya dan Dikta dikeroyok tadi, tanpa bantuan mereka, bagaimana?" ucap Bu Sulis, salah satu guru BK.

Bu Gipta mengangguk-angguk. "Benar juga. Yoga dan Chiara, kalian ibu maafkan atas pertimbangan dari Bu Sulis. Kalian bisa keluar, tapi ingat, jangan ulangi lagi!" ucap Bu Gipta. "Lalu, mengapa Meta, Diandra, dan Ninda ikut serta?"

"Mmm, begini Bu. Saya yang menjadi saksi kalau Sintya dan Dikta keluar sekolah,"

"Hm.." Bu Gipta kini menatap Meta dan Diandra. "Lalu kalian ngapain?"

"Eh." Meta gelagapan. "Kita... kita ngikut aja, Bu. Lagipula, Sintya dan Dikta teman kita juga."

"Biarpun begitu, artinya kalian tidak ada sangkut-pautnya. Kalian ibu berikan surat peringatan dan hukuman membersihkan toilet dalam dua hari ke depan! Silahkan keluar,"

Ninda, Meta, dan Diandra mengangguk, lalu keluar dan bersiap menerima hukuman.

Sementara Sintya dan Dikta, terkurung dalam ruangan mencekam BK, diiringi tatapan seram Bu Gipta dan tatapan tiada ampun dari Bu Sulis.

"Jadi, ceritakan kenapa kalian bermasalah sama kakak kelas SMA?"

***

Sekretaris VS Berandal [Completed]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora