Bagian 9

2K 118 3
                                    

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi gadis berambut sebahu itu. Gadis itu meringis sejenak, lalu melotot menantang empat gadis di depannya.

"Apa ha?! Lo berani melotot?! Sekalian aja gue congkel mata lo!" ucap gadis berambut hitam tergerai.

"Lo tuh ya, beraninya main keroyokan aja!" cibir Ninda. Dia memandang tiga teman gadis cabe di depannya. "Mundur lo bertiga! Ini urusan gue sama dia!"

Tifa maju ke depan, lalu menendang tangan Ninda yang ada di samping pahanya ke belakang, hingga tangan Ninda terantuk dinding gedung belakang sekolah dengan keras. "Urusan Sintya, urusan gue, Syifa, sama Tari. Dan elo udah bikin masalah sama kita!"

"Gue nggak peduli." jawab Ninda enteng. "Elo semua tuh, fans-fans gue. Jadi, permisi ya para fans. Ninda mau lewat dulu." Ninda mendorong bahu Tifa dengan gaya centil khas Ninda.

Tari dan Syifa mencekal lengan Ninda saat gadis itu berjalan melewati mereka. Mereka menghentakkan gadis itu ke dinding, menahan kedua tangan gadis itu.

Sintya maju ke depan dan menampar Ninda, dua kali dan lebih keras. "Mulut lo! Gue jijik jadi fans pelakor kayak elo!"

"Pelakor?" Ninda mengernyitkan dahinya bingung. Sintya mengangguk.

"Iya, pelakor. Lo masih nggak sadar diri? Tipe-tipe cewek kayak elo, nggak bakalan bisa ngerebut hati berandal-berandal most-wanted kayak Dikta." Sintya menjambak rambut Ninda. "Dan elo, udah ngerebut Dikta dan ngejelek-jelekin gue!"

Ninda meringis terkena jambakan itu. Tak ia sadari, jambakan Sintya cukup kuat. Tapi, dia mengabaikan rasa sakit itu. "Gue nggak ngejelek-jelekin elo! Dan elo bilang apa? Gue? Pelakor? Karena rebut Dikta?" Ninda berdecih. "Dia masih pacar lo, Murahan."

Sintya mendorong kepala Ninda ke belakang sehingga gadis itu sedikit pusing. "Lo sengaja, kan, duduk sama Dikta? Lo sengaja kan, nyuruh Dikta manggil guru, biar kita semua dihakimi, dan ujung-ujungnya nyalahin gue? Lo tau, gue dihukum apa? Gue dihukum bersihin toilet, diem di depan tiang bendera sambil ngalungin tulisan memalukan! Dan elo tahu? Lebih parahnya lagi, satu sekolah ngeliatin gue daritadi!" Sintya menjambak rambut Ninda sampai beberapa helai rambut gadis itu rontok.

"Sorry nih ya, Ninda. Tapi, lo itu nggak usah sok perfect! Ketua kelas lo aja, dia nggak pernah tuh, ngelarang Dikta kemana! Dan elo?" Tifa tertawa sinis. "Lo itu cuma sekretaris kelas. Tugas lo, ngabsen dan administrasi, juga jurnal. Bukannya ngurusin orang lain!"

Ninda tertawa. "Gini nih, orang-orang yang nggak tahu tanggung jawab sama sekali."

Ninda melepaskan tangan Sintya dari rambutnya, dan maju memegang kerah baju Tifa. "Fa, dengerin sekretaris lo ngomong."

"Gue emang bukan ketua kelas. Gue cuma sekretaris yang ikut campur di hidup percintaan orang lain." ucap Ninda mengulangi kata-kata Tifa tadi. "Tapi, seenggaknya gue tau etika seorang perempuan. Gue bukan cewek cabe-cabean yang bolos sekolah cuma buat nonton bioskop!"

"JAGA UCAPAN LO, NINDA!"

"APA? HAH, APA?! GUE BENER, KAN, HA?!"

Sintya tersulut emosi, begitu pula dengan teman-temannya. Namun, bel berbunyi nyaring, dan jika Ninda tidak kembali ke kelas, Chiara akan turun tangan mencari Ninda. Chiara punya jiwa detektif :v.

"Awas lo, ya." Sintya mengibaskan rambutnya mengenai wajah Ninda.

Tifa menghentakkan kepala Ninda sekali lagi ke dinding. "Inget, Ninda. Lo, nggak pantes buat Dikta."

"Gue? Nggak pantes?" Ninda terkekeh. "Kalo gue bisa bikin Dikta suka sama gue, gimana?" []

***

Sekretaris VS Berandal [Completed]Where stories live. Discover now