Bagian 25

1.8K 96 0
                                    

Jam pulang adalah jam yang paling dinanti semua umat pelajar sekolahan.

Kecuali Ninda, untuk hari ini.

Pulang sekolah, dia langsung lesu dab tak bersemangat. Chiara sudah memberikannya coklat agar dia lebih tenang dan bisa tersenyum bahagia. Tapi, tetap saja tidak mempan, mengingat hari ini mereka akan kumpul bersama anggota inti yoga Nawanatya.

Ninda akhirnya bangkit, menggendong tasnya dan menyusul Chiara yang sudah daritadi berjalan menuju ruang latihan yoga.

"Anjir lah, Chiara. Gue ditinggal. Mana males lagi," gerutunya.

"Udah ada gue, bareng yuk?" ucap seseorang. Ninda membelalakkan matanya dan ekspresinya berubah tegang ketika berbalik dan mendapati Wikan menatapnya dengan senyum.

"Apaan sih." Ketus Ninda, berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah.

Ya ampun Nindaa. Dia cuma nawarin bareng tapi kenapa lo jadi ambyar gini, batinnya kesal.

"Uuuu, kesel dia. Ayo ah, berangkat bareng ke ruang latihan. Nanti elo digondol hantu, loh!" ucapnya iseng.

"Wikan! Ih, lo nyebelin banget!"

Wikan tergelak. "Ternyata lo masih aja ya, takut sama hantu."

"Lagian siapa sih yang nggak takut liat muka seremnya kuntilanak, genderuwo." gerutu Ninda. "Gue nggak takut sih, cuman gue orangnya latahan, jadi ntar tiba-tiba hantunya nongol depan gue, trus gue latah 'Eh, ayam-ayam kepala bebek!' Kan nggak lucu,"

Wikan mengacak puncak kepala Ninda. "Lo gemesin ternyata. Nyesel gue ngediemin elo kemarin-kemarin."

Dan seketika suasana cair itu berubah menjadi kaku lagi.

***

Chiara membelalakkan matanya melihat Wikan dan Ninda yang memasuki ruangan latihan bersama. Berbeda dengan teman-teman lainnya yang langsunh bersorak begitu saja.

"Aaaaaa... cie, ciee~ masih aja mesrahh,"

"Ya tuhan, masuk ruang latihan aja bareng apalagi nanti ya masuk kamar," kata Yana. Chiara melotot dan memukul punggung Yana.

"Ambigu vulgar anjing!"

Yana meringis sedetik, kemudian menyadari sesuatu. "Eh? Chiara barusan bilang 'anjing'?"

Chiara merutuk dalam hati. Memang sih, kalau ngomong sama orang olok-olok pong kayak Yana nggak bakalan nyambung.

"Au ah, bodo."

Pak Vedo, pelatih yoga mereka memperhatikan ekspresi Ninda. "Nah, nah, jangan godain Ninda lagi. Tuh, raut senengnya ilang gegara kalian,"

"Eh, iya, kita PEO banget," celetuk Mirah.

"Apaan PEO?" tanya Indira.

"Perusak Ekspresi Orang,"

"Anjir, bisa aja." kata Yura. "Pak, daripada ngeladenin mereka, mending langsung kasi tau deh, Pak, kok disuruh kumpul? Saya nggak bawa baju ganti,"

"Halah, kerjaan lo ngomong doang nggak usah sok-sokan harus pake baju ganti." celetuk Chiara.

"Diem kagak?"

"Kagak." Chiara menjulurkan lidahnya.

"Nah begini. Kalian kan, sudah kelas sembilan. Sebentar lagi, ada Pagelaran Kelas 9 untuk mencari nilai, kan? Nah, karena kalian punya bakat yoga, maka kalian akan tampil nanti. Kalau kalian ikut tampil yoga, pertunjukkan kelompok mandiri, kalian cuma ikut satu. Bukan dua. Gimana?"

"Enak lah. Kita latian di sini kan, nggak serius amat," kata Yana. Yana menyenggol siku Budi di sampingnya. "Ya nggak, Bud?"

Budi hanya bergumam tak jelas.

Ninda sedari diam tak memperhatikan ocehan teman-teman dan gurunya. Matanya sibuk menelaah seisi ruangan ini. Ruangan yang menjadi kenangan pahitnya akan cowok yang sedari tadi duduk di sampingnya.

"... Ninda dan Wikan jadi Dewa Siwa dan saktinya. Berpasangan, ya."

Ninda mendongak tak percaya.

Gimana mau move-on kalo gini caranya? []

***

Sekretaris VS Berandal [Completed]Where stories live. Discover now