Bagian 22

1.8K 98 1
                                    

Ninda mengerjap beberapa kali sebelum menoleh pada Dikta. "Eh, maaf. Lo ngomong apa barusan?"

Dikta mendesah. Ia pikir ini bercanda pada Ninda, memperbaiki hubungan pertemanan mereka yang diwarnai konflik segala macam seperti Tom and Jerry. Eh, anak ini malah budek mendadak.

"Nggak. Nggak apa-apa."

Ninda mengangguk polos. Dikta mendengus kesal. Ninda itu tidak peka atau bagaimana?

Padahal Dikta sudah rela menjadi peran utama drama ini demi bersama dengan Ninda, meskipun dia tidak jago akting. Dan Ninda tidak peka pada perhatian seperti itu.

Sepertinya Dikta harus lebih ngegas. Eits, sebentar. Dikta ingat sesuatu.

Kalau dia masih berhubungan dengan Sintya, dia tidak bisa berhubungan dengan Ninda. Bisa-bisa, Sintya menyakiti Ninda lebih parah dari sebelumnya. Bisa-bisa Sintya salah paham.

Jangan bilang kalau Dikta sudah lupa apa yang Ninda ceritakan padanya tentang Sintya yang menyakiti Ninda. Mulai saat itu, Dikta agak menjaga jarak dengan Sintya.

Menjaga jarak agar Sintya mengerti kalau Dikta sudah tak ingin bersamanya. Berusaha membuat Sintya mengerti Dikta ingin berpisah dengan cara yang halus.

Tanpa dia ketahui, bahkan Sintya sudah melabrak Ninda gara-gara Sintya menduga bahwa Ninda lah penyebab dari renggangnya hubungan Dikta dan Sintya. Dikta tidak tahu saja kalau pacarnya itu sudah menyakiti Ninda hingga Ninda mengambil keputusan seperti sekarang ini.

"Gue bakal pindah duduk. Gue nggak mau duduk sama elo."

Dikta membulatkan matanya mendengar ucapan yang keluar dari bibir Ninda. Baru saja ingin berbaikan dan memulai pertemanan, Ninda sepertinya sudah membangun dinding untuk Dikta.

"Lah kok? Baru aja gue mau temenan baik sama elo,"

"Nanti ada yang salah paham dan gue nggak mau itu terjadi."

Ninda menghela nafas dan mencari Chiara yang duduk di bangkunya. Chiara sedang membaca novel fantasi kesukaannya, dan nampak kesal ketika Ninda datang ke bangkunya.

"Ck. Apaan sih ah, Annabeth tuh aneh banget. Udah tau Percy emang nggak bakal peka kalo dia cem-- Woi apaan sih Nin, Ah!"

Chiara jelas kesal karena tiba-tiba Ninda menutup buku novel fantasi-romance kesukaannya.

"Apaan?! Cepet balikin ah, gue mau lanjutin ini ceritanya! Rachel sama Percy, aduh!" Chiara meringis ketika Ninda menggeplak tangannya keras.

"Nggak peduli mah gue sama begituan. Mau Percy mati kek, Rachel nikah sama Annabeth kek, nggak peduli! Gue mau curhat!"

Chiara memutar bola matanya malas. "Ya udah apaan?"

"Gue keinget dia."

Chiara menganga. "Dia siapa? Dia dia dia, cinta yang kutunggu-tunggu-tungguuu.."

"Ck. Chiaraa,"

"Iya deh iya. Apaan?"

"Gue inget dia beneran."

"Iya dia siapa?" kata Chiara mulai kesal.

"Ya dia. Dia yang dulu pas kelas tujuh."

Chiara mengernyit bingung. "Seinget gue pas kelas tujuh definisi 'dia' lo itu segudang. Jadi yang mana?"

"Aduh, masa nggak inget sihh?!"

"YA MANA GUE INGET LAH DOI GUE DARI KELAS TUJUH AJA GUE UDAH LUPA NAMANYA!" teriak Chiara.

"YA DIA ITU SI ANAK YOGA!!" balas Ninda berteriak. Yang kemudian mendapat celetukan dari Yoga di pojok tempat laptopnya. "APAAN ANAK GUE?! GUE BELUM PUNYA ANAK!"

"Ck. Tau ah, Yoga absurd." keluh Chiara.

"Gue inget dia tiba-tiba. Ngelintes gitu aja. Gara-gara liat lo sama Riko sama Abi."

"Apaan miripnya."

"Intinya gue..."

"NINDA WOI ADA YANG NYARIIN ELO TUH!" seru Indra dengan suara cadel khasnya.

"Ck siapaaa.... sih.."

Ucapan Ninda terhenti seketika melihat siapa yang ada di pintu.

Chiara membulatkan matanya melihat sosok itu.

Dia.

Sekretaris VS Berandal [Completed]Where stories live. Discover now