Bagian 35

2.4K 86 3
                                    

Di tempat lain, Devani sedang berusaha membujuk anak-anak 9A dan 9D agar latihan di aula pukul tiga sore.

"Ada anak yoga juga, lho, nanti! Jadi, aku sama anak-anak yoga punya ide biar pertunjukkan kolaborasi kita jadi anti-mainstream dan berkesan. Diganti tari salsanya, jadi pertunjukkan yoga. Setau aku sih, ada tari yoga yang berpasangan. JAdi Chiara nggak perlu bikin naskah cerita, tinggal bikin puisi tentang Devi Pharvati sama Deva Siva." Begitulah penjelasan Devani. Dan syukurlah, semua setuju, kecuali Tifa dan Sintya. Setelah rapat drama bubar, mereka berdua menghampiri Devani yang sedang membalas pesan seseorang.

"Kayaknya ada yang licik sama rencana tadi,"

Devani mendongakkan kepalanya. "Kenapa? Takut?"

"Cih, orang pengecut kayak elo, mana bisa licik. Cupu!" ujar Sintya. Devani menggigit bibir bawahnya, berusaha kuat untuk tidak menciut. Akhirnya dia mengangkat bahu, tersenyum licik sebisanya.

"Kalian bakalan nyesel udah sakitin dan fitnah Ninda."

Kemudian Devani pergi, meninggalkan Tifa dan Sintya yang terdiam geram.

***

Chiara tahu, apa yang dilakukannya kemarin pada sahabatnya salah. Dia terlalu percaya pada apa yang disodorkan Tifa padanya. Chiara masih ingat, apa yang Tifa katakan.

"Udah gue bilang, Ninda nggak sebaik yang lo kira. Lo tau Devani suka sama Yoga? Ninda pasti udah berpikir untuk menikung Devani, tuh! Makanya, dia berusaha deket-deketin Devani, pasti, nantinya Devani nangis gara-gara ditikung Ninda! Sintya aja yang badgirl dia berani nikung, apalagi Devani, ya kan?"

"Chi?" panggil Meta. "Lo ngelamunin apa?"

"Hah? Nggak," ucap Chiara. Tak lama, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya.

"Kok sama," batin Chiara. Kemudian dia tahu, ada sesuatu di balik semua ini.

***

Dikta berjalan dengan lesu menuju aula. Katanya, latihan akan dimulai jam 3 sore. Malasnya, dia akan bertemu lagi dengan mantan pacar Ninda, Wikan.

Sebenarnya, Dikta tidak ingin mengungkit Ninda lagi. Pikirannya ingin membenci Ninda atas apa yang telah gadis itu lakukan. Tapi, hatinya menolak.

Seseorang menabrak bahu Dikta dengan sengaja. Dikta menoleh pada orang yang menabraknya, kemudian emosinya naik ke ubun-ubun.

"Yang di duain sama cewek yang belum bisa dan bahkan masih menggoda mantannya?" ucap orang itu.

"Gue nggak merasa diduain karena gue nggak suka sama dia, Wikan."

"Dikta, lo pikir, gue nggak tau? Lo suka sama dia, terlihat jelas dari kebencian lo buat gue,"

"Gue membenci elo karena lo dan Ninda sama-sama bersekongkol buat gue putus sama Sintya,"

Wikan tertawa. "Sayangnya enggak gitu."

Dikta menatap Wikan. "Maksud lo?"

"Gue nggak bersekongkol sama Ninda. Gue justru berusaha menjatuhkan dia, supaya dia jauh-jauh dari gue dan benci sama gue,"

"GUe mau dia move-on dari gue," ucap Wikan.

Dikta menghela nafas panjang, meninggalkan Wikan yang masih terpaku di tempatnya.

Dikta berjalan memasuki aula, yang kini dipenuhi oleh dua kubu terpisah. Kubu 9A dan 9D, serta kubu anak-anak yoga. Devani sedang menyiapkan entah apa di sana, yang jelas terlihat serasi bersama Yoga, sepertinya sedang menyiapkan sesuatu tentang video.

Devani mengangkat mikrofon dan berkata, "Halo!"

"Jadi, kita dari kelas 9A dan 9D ingin mengadaptasi tarian yoga yang akan ditarikan oleh ekskul yoga." kata gadis itu. "Pemeran utamanya jelas Ninda sebagai Dewi Pharvati, ya."

Tifa mengangkat tangan. "Jangan penikung deh! Entar dia beneran nikung,"

"Bener, mending gue aja!" tambah Sintya.

Devani melirik ke arah Ninda. "Ninda, bagaimana?"

"Nggak mau!" tegas Ninda. "Gue anak yoga, gue yang bisa nari, gue yang harus jadi pemeran utama, Devi Pharvati!"

"HUUUUU, PENIKUNG NGGAK USAH SOK!" seruan hinaan dan makian terdengar dari penjuru ruangan. Syukur saja, yang ada di aula hanya Pak Vedo yang mengerti situasi.

"Sudah-sudah! Nah, bagaimana kalau, kita semua lihat dulu video tarian Devi Pharvati dan Deva Siva-nya?" usul Devani. Devani segera memberi kode pada Yoga yang sudah stay di depan laptop. Yoga mengklik play  pada video.

Proyektor yang terhubung dengan laptop itu segera menampilkan tarian yoga. Selang lima menit berlangsung, video berlangsung baik-baik saja. Namun, seketika tayangan berganti.

"Iblis! Lo nggak cocok jadi sekretaris!" . "Dari dulu, gue nggak pernah setuju kalau lo yang jadi sekretaris! Harusnya gue! Tulisan gue jauh lebih rapi ketimbang lo!"

"Apa lo bilang hah?!" NInda maju, dengan satu tangan tetap di kerah kemeja Sintya. "Lo mau gue tampar di sini?! Lo nantangin, hah?! Sini lo, Brengsek!"

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Tifa pada akhirnya. Tifa menjambak rambut Ninda, dan tak lama ketiga cewek itu sudah terlibat saling jambak. Tifa dan Sintya menyudutkan Ninda ke pojokkan, membuat NInda terdesak.

Tifa menampar Ninda, membuat kepala gadis itu tergolek ke kanan. "Sok berani lo?! Inget ya, lo lagi dalam masa hukuman!"

Sintya menjambak rambut Ninda. "Tif, mendingan kita acak-acakin aja nih kelas! Biar aja, dia kesakitan dan pegel-pegel!"

"Gue setuju!" Tifa dan Sintya mulai mengacak-acak ruang kelas. Ninda hanya bisa pasrah, merasa akan pingsan saat ini juga.

"Jangan... please," lirih Ninda. Sintya tersenyum miring.

"Sekalipun lo berlutut di depan gue, gue nggak bakalan mau maafin lo!"

"Kenapa kalian lakuin ini sama gue, hah?!" seru NInda.

"KARENA GUE BENCI SAMA LO, NINDA!" bentak Tifa. "Gue, yang mempermalukan lo di depan temen-temen. Gue, yang udah bikin fakechat antara lo dan Wikan. Dan gue sama Wikan yang bersekongkol untuk itu semua!"

"See?"

Hening menyelimuti ruangan. Suasana tegang tercipta, menyekik napas seluruh orang, terutama Tifa.

PLAK!

"Ternyata lo yang selama ini, Tif!" seru Chiara. "Lo... argh! MAK LAMPIR!"

"Udah, Chi," lerai Meta.

Suasana aula kian menegang, atmosfer seakan kekurangan asupan oksigen. Dikta memandang Wikan, dan cowok itu ternyata juga sedang memandangnya.

Dikta teringat ucapan Wikan tadi.

"Gue mau, dia move-on dari gue. Gue mau dia benci sama gue."

Sementara itu, Sintya menunduk, lalu keluar ruangan dengan perasaan malu bercampur marah ketika sorakan hinaan kini dilayangkan padanya. Tifa juga ikut, menunduk.

Yoga yang masih syok, berdehem karrna teringat sesuatu.

"Em.. Dikta. Kita mau latihan drama. Lo mesti pilih siapa yang jadi pasangan lo,"

"Gue udah tau jawabannya,"

***

Sekretaris VS Berandal [Completed]Where stories live. Discover now